tirto.id - Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Laurentius Amrih Jinangkung menegaskan Pulau Pasir atau Ashmore Reef bukan milik Indonesia, melainkan Australia.
Amrih menuturkan, Pulau Pasir tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda, yang setelah Indonesia merdeka menjadi NKRI.
Pemerintah Hindia Belanda juga disebut tidak pernah memprotes klaim atau kepemilikan Pulau Pasir oleh Inggris yang mewariskan wilayah tersebut kepada Australia.
"Dalam konteks ini, Indonesia tidak pernah memiliki atau tidak punya klaim terhadap Pulau Pasir," kata Amrih dikutip dari Antara pada Jumat (28/10/2022).
Keterangan Pulau Pasir bukan bagian dari NKRI tertuang dalam Deklarasi Juanda 1957 yang kemudian diundangkan melalui UU Nomor 4 Tahun 1960.
Di dalam beleid itu disebutkan Pulau Pasir tidak masuk dalam wilayah atau peta NKRI sejak tahun 1957, 1960, maupun pada peta-peta yang dibuat setelah periode itu.
Sementara untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat, nelayan tradisional dari Nusa Tenggara Timur (NTT) diizinkan menangkap ikan di sekitar perairan Pulau Pasir dan gugusan pulau lain di sekitarnya.
Ketentuan itu diteken melalui MoU antara Indonesia dan Australia pada 1974. Selanjutnya nota kesepahaman ini disempurnakan lagi melalui perjanjian di 1981 dan 1989.
"Jadi perjanjian itu memang memberikan kesempatan kepada nelayan tradisional untuk menjalankan hak tradisional mereka di perairan tersebut," tutur Amrih.
Pulau Pasir terletak di antara Laut Timor dan perairan utara Australia. Secara geografis jarak Pulau Pasir lebih dekat ke Pulau Rote di NTT dibandingkan Pulau Broome yang berada di daratan Australia.
Gugusan Pulau Pasir di Laut Timor terletak 320 kilometer dari pantai barat-utara Australia, meskipun hanya 140 kilometer di selatan Pulau Rote, Indonesia.
Sengketa mengenai Pulau Pasir menjadi sorotan setelah masyarakat adat Laut Timor mengancam melayangkan gugatan kepemilikan Pulau Pasir oleh Australia ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.
"Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra," kata Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor Ferdi Tanoni.
Ancaman tersebut dipicu sikap Australia yang terkesan tidak acuh ketika didesak untuk keluar dari gugusan Pulau Pasir.
"Padahal, kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor," ujar Ferdi.
Terkait rencana gugatan tersebut, Dirjen Amrih meminta masyarakat adat Laut Timor untuk terlebih dahulu memeriksa kembali apakah mungkin pengadilan Australia mengakomodasi gugatan dari warga negara asing, dengan berdasarkan pada hukum Australia.
"Ini di luar isu kedaulatan atau kepemilikan karena sudah jelas (Pulau Pasir) milik siapa. Tetapi kalau ada WNI yang ingin menggunakan suatu hak yang mungkin diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, kita belum tahu berdasarkan hukum Australia," pungkas dia.