“Ngek, ngok, ngek, ngokkk,” suara rengkong sayup-sayup terdengar dari kejauhan, layaknya sebuah alarm, masyarakat adat bergegas membawa padi hasil panen mereka untuk dimasukkan ke leuit, yakni lumbung padi yang digunakan masyarakat adat Sunda sebagai tempat menyimpan hasil panen.
Dalam mitologi orang Sunda, padi sendiri merupakan sebuah titipan kayangan dari Nyi Pohaci atau Dewi Padi yang memberikan kehidupan bagi seluruh umat manusia.
Untuk memaknai padi tersebut masyarakat adat pun melaksanakan ritual Seren Taun atau upacara serah terima tahun yang dilaksanakan dalam rentang waktu setahun sekali dan dilakukan pada bulan Rayagung dalam kalender masyarakat adat Sunda. Upacara itu bagi masyarakat adat Sunda merupakan sebuah hajatan besar sekaligus ajang silaturahmi yang dilakukan setelah panen raya padi gede.
Ritual yang menggambarkan rasa syukur dalam menjaga alam dan kesejahteraan desa itu menjadi sebuah perayaan warisan yang syarat makna, di tengah lanskap desa yang subur, asri menjadikan Seren Taun bagian tak terpisah dari identitas masyarakat.
Biasanya setelah panen raya, padi dijemur di lantayan atau tempat penjemuran padi selama hampir tiga minggu, dilanjutkan dengan selamatan yang diikuti membacakan doa aksara Pegon Sunda pada malam harinya.
Menjelang puncak ritual Seren Taun, mereka berkeliling kampung sambil memainkan alat musik tradisional angklung buhun sebagai pengiring rangkaian ritual Seren Taun.
Masyarakat Kasepuhan Cisungsang secara turun temurun telah melakukan upaya mencapai kedaulatan pangan daerah dengan memperkuat produksi pangan di wilayah Kasepuhan.
Bahkan, pada 2024 Seren Taun Kasepuhan Cisungsang masuk ke dalam 110 Karisma Event Nusantara (KEN), yakni program strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sementara itu, Kasepuhan Citorek dan dengan tradisi budaya yang dimiliki telah menciptakan aturan adat untuk memperkuat budaya agraris sehingga ketahanan pangan keluarga dan komunitas terjaga.
Sebagai komunitas agraris, kehidupan masyarakat hukum adat Kasepuhan Citorek sangat bergantung pada sistem pertanian dengan budi daya padi.
Setiap kepala keluarga baik Kasepuhan Citorek maupun Kasepuhan Cisungsang memiliki lumbung padi leuit untuk dijadikan cadangan pangan hingga puluhan tahun ke depan.
Masyarakat adat yang patuh terhadap aturan mewujudkan Kabupaten Lebak menjadi kabupaten yang stabil cadangan pangannya. Kegiatan penanaman, panen, dan pengolahan lahan, dilakukan secara bersamaan dengan arahan “para baris kolot” sebagai pimpinan adat yang dapat mengetahui kapan waktu tepat untuk menanam hingga memanen.
Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Pasir Eurih di Desa Sindanglaya dan Citorek merupakan bagian dari Kasepuhan Banten Kidul yang masih terus memegang adat istiadat yang tidak dapat ditinggalkan, yakni bertani.
Foto dan teks : Muhammad Bagus Khoirunas
Dalam mitologi orang Sunda, padi sendiri merupakan sebuah titipan kayangan dari Nyi Pohaci atau Dewi Padi yang memberikan kehidupan bagi seluruh umat manusia.
Untuk memaknai padi tersebut masyarakat adat pun melaksanakan ritual Seren Taun atau upacara serah terima tahun yang dilaksanakan dalam rentang waktu setahun sekali dan dilakukan pada bulan Rayagung dalam kalender masyarakat adat Sunda. Upacara itu bagi masyarakat adat Sunda merupakan sebuah hajatan besar sekaligus ajang silaturahmi yang dilakukan setelah panen raya padi gede.
Ritual yang menggambarkan rasa syukur dalam menjaga alam dan kesejahteraan desa itu menjadi sebuah perayaan warisan yang syarat makna, di tengah lanskap desa yang subur, asri menjadikan Seren Taun bagian tak terpisah dari identitas masyarakat.
Biasanya setelah panen raya, padi dijemur di lantayan atau tempat penjemuran padi selama hampir tiga minggu, dilanjutkan dengan selamatan yang diikuti membacakan doa aksara Pegon Sunda pada malam harinya.
Menjelang puncak ritual Seren Taun, mereka berkeliling kampung sambil memainkan alat musik tradisional angklung buhun sebagai pengiring rangkaian ritual Seren Taun.
Masyarakat Kasepuhan Cisungsang secara turun temurun telah melakukan upaya mencapai kedaulatan pangan daerah dengan memperkuat produksi pangan di wilayah Kasepuhan.
Bahkan, pada 2024 Seren Taun Kasepuhan Cisungsang masuk ke dalam 110 Karisma Event Nusantara (KEN), yakni program strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sementara itu, Kasepuhan Citorek dan dengan tradisi budaya yang dimiliki telah menciptakan aturan adat untuk memperkuat budaya agraris sehingga ketahanan pangan keluarga dan komunitas terjaga.
Sebagai komunitas agraris, kehidupan masyarakat hukum adat Kasepuhan Citorek sangat bergantung pada sistem pertanian dengan budi daya padi.
Setiap kepala keluarga baik Kasepuhan Citorek maupun Kasepuhan Cisungsang memiliki lumbung padi leuit untuk dijadikan cadangan pangan hingga puluhan tahun ke depan.
Masyarakat adat yang patuh terhadap aturan mewujudkan Kabupaten Lebak menjadi kabupaten yang stabil cadangan pangannya. Kegiatan penanaman, panen, dan pengolahan lahan, dilakukan secara bersamaan dengan arahan “para baris kolot” sebagai pimpinan adat yang dapat mengetahui kapan waktu tepat untuk menanam hingga memanen.
Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Pasir Eurih di Desa Sindanglaya dan Citorek merupakan bagian dari Kasepuhan Banten Kidul yang masih terus memegang adat istiadat yang tidak dapat ditinggalkan, yakni bertani.
Foto dan teks : Muhammad Bagus Khoirunas