Menuju konten utama

Gubernur Sultra Nur Alam Diperiksa KPK Sebagai Tersangka

Nur Alam terlihat sudah tiba di gedung KPK, namun tidak memberikan komentar terkait pemeriksaannya kali ini.

Gubernur Sultra Nur Alam Diperiksa KPK Sebagai Tersangka
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (tengah) menjawab pertanyaan wartawan sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/10/2016). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam hari ini, Rabu (5/7/2017), diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka. Pemeriksaan ini terkait dengan penyidikan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan di Sultra 2008-2014.

"Jadi kami akan ada pemeriksaan dan kami akan lihat dulu pemeriksaannya seperti apa," kata Ahmad Rifai, kuasa hukum Nur Alam di gedung KPK, Jakarta.

Sepert dilansir Antara, Nur Alam sudah tiba di gedung KPK, namun tidak memberikan komentar terkait pemeriksaannya kali ini.

Sebagai informasi, KPK belum menahan Nur Alam walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016.

"Ini bukan masalah ditahan tetapi kami akan berikan keterangan sebagaimana panggilan oleh teman-teman penyidik KPK ini. Ini kan semuanya menggunakan asas praduga tak bersalah," kata Rifai menjelaskan.

Nur Alam sebelumnya juga pernah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun Hakim Tunggal I Wayan Karya menolak seluruh permohonan praperadilan Nur Alam yang dibacakan pada 12 Oktober 2016 lalu.

Gubernur Sultra aktif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari