Menuju konten utama

Giorgia Meloni, Kandidat Perdana Menteri Paling Sayap Kanan Italia

Giorgia Meloni diprediksi jadi perdana menteri perempuan pertama di Italia, yang menaungi pemerintahan paling sayap kanan di Italia pasca-Perang Dunia II

Giorgia Meloni, Kandidat Perdana Menteri Paling Sayap Kanan Italia
Giorgia Meloni memegang bendera Italia saat berpidato dalam rapat umum di Roma, Sabtu, 19 Oktober 2019. AP/Andrew Medichini

tirto.id - Pada musim gugur di pengujung bulan Oktober tahun 1922, Benito Mussolini dari Partai Fasis Nasional diangkat menjadi Perdana Menteri Italia. Kondisi sosioekonomi yang karut-marut seusai Perang Dunia I membuka celah bagi gerakan fasisme untuk tumbuh subur, didukung oleh kalangan kelas menengah yang lelah dengan aksi demo buruh dan khawatir akan meletusnya revolusi sosialis.

Nyaris satu abad kemudian, heboh digaungkan di media internasional tentang ketakutan kelompok kiri Italia dan Eropa bahwa momen yang mirip bakal terulang: Italia akan dinakhodai oleh pemerintahan paling sayap kanan sejak Perang Dunia II berakhir.

Pucuk dari kepemimpinan itu adalah Giorgia Meloni, seorang ibu berusia 45 tahun dengan satu anak. Meloni disokong oleh partai berhaluan sayap kanan jauh yang ikut ia dirikan pada 2012 silam, Brothers of Italy (Fratelli d'Italia, FdI).

Pada pemilu yang berlangsung Minggu, 25 September, FdI diprediksi akan mendulang suara terbanyak di parlemen—sampai 25 persen. Padahal, dalam pemilu 2018, mereka dicibir anak bawang karena cuma sanggup meraup empat persen suara.

Jalan Meloni untuk mencetak sejarah sebagai perdana menteri perempuan pertama di negeri pasta tersebut akan semakin mulus karena koalisinya diperkuat oleh partai-partai konservatif yang relatif mapan, termasuk Lega per Salvini Premier (populis kanan) pimpinan mantan wakil perdana menteri Matteo Salvini; dan Forza Italia (tengah-kanan) milik Silvio Berlusconi, konglomerat sekaligus perdana menteri tiga periode yang hidupnya diwarnai skandal seks dan korupsi. Bersama-sama, mereka diprediksi bakal menguasai separuh lebih kursi di parlemen.

Seiring blok konservatif bersiap-siap menguasai Palazzo Montecitorio di ibukota Roma, pengkritik dan lawan politik Meloni menuding partainya, FdI, sudah dibangun di atas tradisi dan warisan neofasisme. Sebab, FdI tidak betul-betul memutus asosiasinya dengan gerakan ultranasionalis yang berkembang setelah kejatuhan rezim fasisme Mussolini. Asosiasi ini, contoh paling kentara, adalah logo partai.

FdI memakai logo kobaran api berwarna bendera Italia: hijau, putih, merah. Ilustrasi tersebut awalnya dimiliki oleh partai neofasis Movimento Sociale Italiano (MSI), yang dibentuk oleh para sekutu dan pecinta Mussolini pada 1946, tak lama setelah sang diktator tewas ditembak.

Sewaktu remaja, Meloni bahkan sempat bergabung dengan MSI, yang berhenti beroperasi pada 1995. MSI kelak lahir kembali sebagai gerakan berpandangan moderat yang menjaga jarak dari segala terkait Mussolini. Kini ia melebur ke dalam partai Forza Italia, partai kanan yang kiblatnya malah agak liberal.

Lantas, kepentingan apa yang membuat Meloni mempertahankan simbol partainya dengan gerakan neofasis yang sudah mati?

“Api dalam logo FdI itu tidak ada hubungannya sama fasisme,” tutur Meloni dalam wawancara dengan Nicholas Farrell dari The Spectator bulan Agustus kemarin, “melainkan sebuah pengakuan terhadap perjalanan kelompok demokratis kanan dalam sejarah republik kami. Dan kami bangga padanya.”

Di satu sisi, Meloni dan lingkaran terdekatnya terlihat lunak menyikapi isu-isu yang bersinggungan dengan topik fasisme. Misalnya, sejak 2011 Meloni gigih mengupayakan agar hari libur nasional tanggal 25 April (peringatan berakhirnya dua dekade rezim fasisme di Italia) diganti dengan tanggal 17 Maret (hari Persatuan Italia berdasarkan proklamasi Kerajaan Italia pada tahun 1861).

Alasannya sepele: perayaan fakta sejarah tentang persatuan dianggap lebih bagus daripada yang mengingatkan tentang perpecahan. Kolega Meloni dari partai Lega per Salvini Premier, Matteo Salvini, bahkan menolak merayakan hari 25 April karena asosiasinya dengan perseteruan antara kubu komunis dan fasis.

Pada 2017, Meloni mengkritisi RUU untuk menghukum mereka yang memproduksi dan menjual “propaganda fasis” dalam wujud pernak-pernik berlambang simbol-simbol fasisme atau Nazisme. Kata dia, aturan tersebut merupakan “kebodohan yang dirancang untuk menghancurkan kebebasan”.

Tahun lalu, investigasi oleh media Italia Fanpage mengungkap bagaimana sejumlah tokoh partai FdI suka berkelakar dengan guyonan fasis. Baru-baru saja anggota FdI lainnya, Romano LaRussa, yang juga adik dari salah satu tokoh pendiri FdI, terlihat melakukan salam hormat fasis (Roman Salute) sambil berseru “Presente!” saat menghadiri pemakanan kerabat militan sayap kanan.

Imfografik Georgia Meloni

Imfografik Georgia Meloni. tirto.idQuita

Tudingan Meloni sebagai fasis juga berkaitan dengan sikapnya yang akrab dengan figur-figur ultranasionalis Eropa. Ia menjadi pembela setia Presiden Hungaria Viktor Orbán yang anti-imigran dan suka menindas kebebasan pers, serta memuji Hungaria punya “sistem demokratis” (padahal Parlemen Eropa sudah memasukkan negara tersebut pada kategori “rezim hibrida otokrasi elektoral”).

Meloni juga mesra dengan Vox, partai nasionalis Spanyol yang mengimani nilai-nilai tradisional keluarga Katolik dan anti-imigran. Bulan Juni kemarin, ia menghadiri acara pawai Vox di Spanyol, berseru dalam bahasa Spanyol, “Katakan iya untuk keluarga tradisional. Katakan tidak untuk lobi-lobi LGBT… Katakan tidak pada kekerasan dari agama Islam, iya untuk perbatasan negara yang lebih aman…”

“Konservatif” seperti Tory dan Republikan

Berkali-kali Meloni menegaskan bahwa ia dan partainya, bukan fasis. “Dalam DNA partai FdI, tidak ada nostalgia fasis, rasialis atau anti-Semit,” demikian ia pernah berucap.

Kembali mengutip wawancara dengan Ferrell dari The Spectator, Meloni mengaku dirinya “tidak percaya pada kultus fasisme”. “[Fasisme] bukanlah sesuatu yang melekat pada diri saya,” tegasnya.

Meloni lebih percaya bahwa pandangannya terpengaruh oleh filsuf konservatif Inggris, Roger Scruton. Menurutnya, Scruton “selalu tahu cara mewujudkan esensi konservatisme sebagai cara hidup alih-alih ideologi”. Kata dia lagi, ”Kalau saya orang Inggris, mungkin saya bakal jadi politisi Tory [dari Partai Konservatif].”

Penegasan itu juga disampaikan melalui unggahan video di Facebook dalam bahasa Perancis, Inggris dan Spanyol beberapa minggu silam.

“Kelompok kanan Italia sudah membuang fasisme ke dalam lubang sejarah selama sekian dekade, terang-terangan mengutuk penindasan terhadap demokrasi dan undang-undang anti-Semit [pada era Mussolini] yang memalukan,” ujarnya dalam versi video bahasa Inggris. Meloni juga menyebut bahwa kelompoknya jelas-jelas mendepak jauh Nazisme, dan tentu saja komunisme (“satu-satunya ideologi totaliter pada abad ke-20 yang masih berkuasa di beberapa negara”).

Keinginan Meloni adalah menjaga citra kubu konservatif Italia sebagai “benteng untuk kebebasan dan pertahanan nilai-nilai Barat“. Kembali ia tekankan, partainya sudah “berbagi nilai dan pengalaman” dengan Partai Konservatif Inggris, Partai Republikan dari Amerika Serikat dan Partai Likud dari Isreal.

Meloni serius dengan ucapannya. Ia konsisten menghadiri pertemuan tahunan Conservative political Action Conference (CPAC) di AS sejak 2019, yang pembicaranya termasuk Republikan garis keras seperti Ted Cruz dan Josh Hawley. []

Bersambung ke Bagian II

Baca juga artikel terkait FASISME atau tulisan lainnya dari Sekar Kinasih

tirto.id - Politik
Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Nuran Wibisono