tirto.id - Produsen mobil asal Jepang, Toyota, kembali menunjukkan keperkasaannya di pasar otomotif global dengan berhasil merajai penjualan terbanyak selama 4 tahun berturut-turut.
Pada akhir Januari, perusahaan menyebut telah berhasil menjual 11,2 juta unit kendaraan di seluruh dunia. Penjualan itu mencakup produk Toyota Motor Corp dan sejumlah anak perusahaan, seperti Daihatsu Motor Co dan Hino Motors Ltd.
Selain berhasil mempertahankan tahta itu, Toyota juga berhasil mencatat pertumbuhan baik dari aspek produksi maupun penjualan. Penjualan dalam negeri (Jepang) melesat 20,9 persen, sementara luar negeri (global) meningkat 4,1 persen.
Kondisi yang sama juga terlihat di pasar otomotif Ibu Pertiwi. Toyota dan rekan produsen Jepangnya konsisten menjadi pemimpin dalam peringkat penjualan yang dicatatkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).
Pada tahun lalu, total penjualan Toyota berada di peringkat satu dengan total wholesales sekitar 336.777 ribu unit atau naik 1,6 persen.
Posisi kedua diikuti Daihatsu mencapai 188 ribu unit atau tumbuh 5,9 persen. Di bawah Daihatsu, terdapat Honda, Suzuki, dan Mitsubishi Motor.
“Jepang saat ini masih memiliki beberapa keunggulan, seperti jaringan dealer 3S yang luas, brand image yang kuat, dan pengalaman panjang dalam teknologi otomotif,” ujar Pengamat Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, kepada Tirto.
Risiko Lengser
Meski memiliki keunggulan dan konsisten merajai pasar otomotif dunia, termasuk Indonesia. Industri otomotif Jepang tidak boleh terlena. Pasalnya, kini merek-merek China mulai membangun pondasi kuat di industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Industri EV diprediksi akan merajai jalanan karena merupakan salah satu strategi para pemimpin dunia untuk memenuhi target emisi nol persen, setidaknya dalam 2 dekade mendatang.
Negeri Tirai Bambu diketahui menyumbang hampir 60 persen dari seluruh registrasi mobil listrik baru secara global. Bahkan untuk pertama kalinya pada 2022, Tiongkok menyumbang lebih dari 50 persen ketersediaan mobil listrik di jalan-jalan dunia, dengan total 13,8 juta unit.
Pertumbuhan penjualan mobil listrik di China, tentu tidak hanya didukung oleh kebijakan yang berkelanjutan. Tetapi juga oleh harga ritel yang lebih murah.
Pada 2022, harga rata-rata tertimbang penjualan battery electric vehicle (BEV) kecil berada di bawah 10.000 dolar AS. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan harga BEV kecil yang ditemukan di Eropa dan Amerika Serikat yang melebihi 30.000 dolar AS di tahun yang sama.
Di Indonesia, perusahaan otomotif yang saat ini unggul di industri kendaraan listrik adalah Hyundai, merek asal Korea Selatan. Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), pada 2023 Hyundai Ioniq 5 Signature Extended, menjadi mobil listrik BEV terlaris di Indonesia dengan menembus penjualan wholesale 6.334 ribu unit.
Di bawahnya baru merek China seperti Wuling Air EV Long Range, yang mencetak wholesale 3.461 ribu, Wuling Air EV Long Range 3.461 unit, Wuling Air EV Lite 1.208 unit, Wuling Air EV Standard Range 906 unit, Wuling Binguo EV 410 Km 827 unit di periode yang sama.
Landskap ini mungkin akan berubah seiring dengan masuknya produsen EV lain seperti merek asal China Build Your Dreams (BYD) dan Cherry hingga merek Vietnam yakni VinFast. Mereka siap membanjiri pasar kendaraan listrik di Indonesia.
BYD sendiri sudah resmi meramaikan pasar kendaraan listrik di Tanah Air lewat peluncuran jenama dan tiga produk inovatif secara bersamaan yaitu BYD SEAL, BYD Atto 3, dan BYD Dolphin.
BYD memperkenalkan tiga EV mutakhir yang diklaim sebagai produk berenergi baterai yang unggul, berkualitas tinggi, efisien, nyaman, dan ramah lingkungan. Produk mereka juga sudah teruji secara global dengan jumlah produksi yang tinggi dan pendistribusian ke hampir 70 negara di dunia.
Dalam dinamika persaingan industri kendaraan listrik (EV), perubahan cepat dan inovasi konstan menjadi kunci untuk tetap relevan. Produsen otomotif dari China dan Korea Selatan, seperti Wuling dan Hyundai, berhasil memanfaatkan momentum ini dengan memperkenalkan rangkaian kendaraan listrik yang tidak hanya inovatif tetapi juga terjangkau.
“Inilah yang kemudian menempatkan mereka [Hyundai dan Wuling] di garis depan pasar EV yang berkembang pesat,” ujar Yannes.
Agar tetap relevan dan kompetitif di pasar EV Indonesia, produsen otomotif Jepang perlu saling berkolaborasi untuk memperkenalkan model EV yang lebih beragam, dengan harga yang mau tidak mau juga kompetitif dengan teknologi canggih.
Dari pemaparan grafik di atas, terlihat Toyota sebenarnya sudah mulai terjun ke kendaraan listrik dengan menawarkan All New bZ4X. Ini sebagai produk BEV pertama yang dipasarkan untuk pelanggan di Indonesia.
Namun, sepanjang 2023 penjualannya masih di bawah dari merek China dan Korea Selatan. All New bZ4X hanya mampu tembus penjualan sebanyak 479 unit.
Untuk dapat bersaing sebagai pemain EV, Toyota sepertinya perlu mengikuti strategi yang sudah dijalankan oleh Pemerintah Korea dan China. Seperti membangun pabrik baterai, perakitan kendaraan listrik dan komponennya di Tanah Air.
“Perlu diingat, bahwa baterai adalah komponen terbesar dalam struktur biaya produksi EV, seringkali mencapai sekitar 40 persen dari total biaya. Jadi, tampaknya Jepang harus gerak cepat dalam membangun pabrik baterai di Indonesia,” ujar Yannes.
Membangun pabrik baterai dekat dengan sumber bahan baku dapat signifikan mengurangi biaya produksi dan logistik. Ini tidak hanya mencakup penghematan dalam pengiriman bahan baku ke pabrik, tetapi juga dalam distribusi baterai ke fasilitas produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara dan pasar global lainnya.
Terlebih lagi, dengan pendekatan tersebut, Jepang dapat menikmati fasilitas insentif yang signifikan dari pemerintah Indonesia terkait ekosistem EV. Hal ini mengingat Indonesia sudah mengeluarkan berbagai kebijakan secara masif untuk menggeber kendaran listrik di dalam negeri.
Pada 20 Maret 2023 misalnya, pemerintah mengeluarkan program percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) berupa insentif fiskal.
Di antaranya tax holiday selama 20 tahun untuk memperkuat ekosistem industri KBLBB, super deduction hingga 300 persen untuk R&D, pembebasan PPN atas impor mesin dan peralatan pabrik kendaraan listrik, dan membebaskan bea masuk Completely Knock Down (CKD) menjadi 0 persen.
Tidak hanya insentif fiskal, pemerintah juga memberikan subsidi Rp10 juta untuk pembelian sepeda motor listrik dan Rp100 juta untuk pembelian mobil listrik.
Jepang Emoh Fokus di BEV
Kendati demikian, Chairman Toyota Motor Corporation, Akio Toyoda tidak mau ambil pusing terkait kendaraan listrik. Sebab dia sendiri memperkirakan kendaraan listrik bertenaga baterai hanya akan menguasai 30 persen pangsa pasar global.
Sementara mobil bertenaga bensin – serta kendaraan berbahan bakar hibrida dan hidrogen – akan menguasai 70 persen sisa pasar. “Mesin pasti akan tetap ada,” seraya menambahkan bahwa membatasi pilihan konsumen dan kemampuan bepergian dengan membuat mobil lebih mahal bukanlah jawabannya.
“Pelanggan bukan peraturan atau politik yang harus mengambil keputusan itu,” ujar dia.
Maka dari sini kita bisa melihat bahwasanya mobil-mobil Jepang memiliki fokus pangsa pasar yang berbeda, karena prinsipalnya concern hybrid. Mereka tidak percaya bahwa kendaraan masa depan bertenaga baterai.
Produsen Jepang lebih yakin hybrid mampu menghemat bahan bakar dan menekan emisi. Keputusan itu salah satunya didukung oleh fakta bahwa Perdana Menteri Abe Shinzo awalnya fokus pada pengembangan kendaraan listrik berbasis sel hidrogren sebagai bahan bakar.
Pengamat juga meyakini bahwa sulit untuk menggeser posisi Toyota, mengingat butuh waktu yang cukup lama untuk dapat membangun ekosistem BEV demi memenuhi kebutuhan populasi Indonesia yang mencapai 270 juta penduduk. Hybrid yang kini sudah hadir dengan harga yang terjangkau, tidak mudah goyah.
“Oleh sebab itu untuk 5-8 tahun kedepan hybrid lebih pas untuk masyarakat Indonesia, secara volume jelas porsi produk Jepang belum tergeser!,” tegas Pengamat Otomotif, Bebin Djuana.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Dwi Ayuningtyas