Menuju konten utama

Gempa Palu-Donggala dan Akibat Jika Pemerintah Terima Bantuan Asing

Dengan tidak menetapkan gempa dan tsunami Palu-Donggala sebagai bencana nasional, pemerintah Indonesia dalam tahap tertentu dinilai merasa mampu menanggulanginya sendiri.

Gempa Palu-Donggala dan Akibat Jika Pemerintah Terima Bantuan Asing
Warga membawa sejumlah barang dari gudang Alfa Midi di Mamboro, Palu Utara, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/18

tirto.id - Pemerintah Indonesia tidak bisa sendiri memulihkan kondisi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, pasca-diguncang gempa dan tsunami, Jumat (28/9/2018) pekan lalu. "Pintu" dibuka bagi pihak luar yang ingin membantu.

"Atas kebutuhan untuk meringankan saudara-saudara di Palu dan sekitarnya, maka diputuskan kami menerima bantuan," tegas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Jakarta, Senin (1/10/2018) kemarin.

Wiranto menyebut sudah ada 18 negara yang menawarkan bantuan, yaitu: Amerika Serikat, Perancis, Ceko, Swis, Norwegia, Hungaria, Turki, Uni Eropa, Australia, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, Qatar, Thailand, India, dan China.

United Nation Development Programme atau Badan Pembangunan PBB juga diklaim sudah menawarkan hal yang sama, meski semuanya belum jelas mau membantu apa.

Harus Dipilah

Dosen hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengatakan, penawaran itu baik karena berarti Indonesia diperhatikan dunia internasional. Maka wajar untuk menghargai tawaran tersebut. Namun, Reza menegaskan kalau bantuan juga tetap perlu dipilah. Tidak semua penawaran harus diterima.

Apa yang perlu dilakukan pertama-tama adalah mendata kebutuhan. Bila memang logistik banyak tapi alat angkutnya tak ada, maka tawaran bantuan alat angkut udara memang harus diprioritaskan. Pada tahap ini, pemerintah bisa melacak negara mana yang memang mampu menyediakannya.

Wiranto, panglima ABRI terakhir sebelum berganti nama jadi TNI, menyebut ada empat jenis bantuan utama yang bakal diterima, yang memang sulit diupayakan sendiri. Selain alat angkut udara, kebutuhan alat pengadaan air bersih, tenaga medis, dan pengasapan (fogging) jenazah juga mendesak dipenuhi.

Sebaliknya, kata Reza, bantuan yang tak diperlukan sebaiknya tidak usah diterima.

Salah satu yang disebut tidak diperlukan adalah relawan luar negeri. Menurutnya jika hal ini terjadi maka pemerintah Indonesia bakal kesulitan mengkoordinasikannya. Lagipula, dengan tidak menetapkan gempa dan tsunami Palu-Donggala sebagai bencana nasional, pemerintah Indonesia dalam tahap tertentu merasa mampu menanggulanginya sendiri.

"Kalau [pemerintah negara lain] mengirim orang ke sini (entah relawan atau bahkan tentara) akan timbul masalah baru: sulit koordinasi dengan relawan setempat," katanya kepada Tirto, Selasa (2/10/2018).

Infografik HL Indepth Gempa dan Tsunami Sulawesi

Reza juga berpendapat pemerintah Indonesia harus paham dengan konsekuensi menerima bantuan dari asing. Salah satunya adalah harus siap bila negara yang membantu terkena musibah. Masalahnya: belum tentu Indonesia bisa.

"Saat kita sedang susah mereka ikhlas membantu, ya kita juga saat mereka susah harus cepat membantu. Ini harus ada tanggung jawab dari pihak kita," tegasnya.

Masalah berikutnya adalah kebiasaan negara pemberi bantuan. Meskipun konsep pemberian bantuan ini "tanpa pamrih", tapi bukan tidak mungkin dalam hubungan diplomatik kedua negara nanti hal ini akan diungkit-ungkit.

"Suatu saat mungkin mereka akan menagih pada kasus bilateral tertentu."

Tidak Ada Masalah

Anggota Komisi I DPR dari fraksi PDIP Charles Honoris menilai pemerintah sudah melakukan langkah yang tepat dengan menerima tawaran bantuan dari asing. Baginya, meski tak menutup kemungkinan bakal ada dampak negatif, yang paling penting saat ini adalah sebanyak mungkin menyelamatkan korban.

Charles merasa semua bantuan harus diterima. Ia tidak takut bila nantinya negara asing memanfaatkan ini untuk kepentingan tertentu.

"Tidak ada masalah. Yang perlu diatur itu teknis pemberiannya. Saya pikir kira sampingkan semua kepentingan politik. Keselamatan masyarakat harus diutamakan," ujar Charles kepada Tirto, Selasa (2/10/2018).

Anggota Komisi I dari fraksi PKS Jazuli Juwaini juga mengatakan hal serupa. Menurutnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan semua bantuan terkoordinir dalam satu pintu.

"Kita terima positifnya, kita antisipasi kemungkinan negatifnya. Maka sebagai tuan rumah kita harus mengatur dan menertibkan bantuan-bantuan tersebut secara baik dan mengomunikasikannya secara baik," kata Jazuli pada Tirto.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino