Menuju konten utama
Byte

Gelombang Radio Tak Surut Diterjang Arus Video

Prediksi matinya era radio telah bermunculan sejak lama, terutama ketika MTV mengudara pada '80-an. Tapi nyatanya, hingga kini, ia tetap ada.

Gelombang Radio Tak Surut Diterjang Arus Video
Ilustrasi Radio. foto/istockphoto

tirto.id - Ketika MTV, stasiun televisi kenamaan asal AS, pertama kali mengudara pada 1 Agustus 1981, mereka membuat keputusan berani dan simbolis dengan menayangkan video klip lagu "Video Killed the Radio Star" milik The Buggles.

Lagu tersebut, dengan judulnya yang terdengar seperti ramalan, seolah menandai akhir dari sebuah era. Banyak yang percaya bahwa kebangkitan video musik dan dominasi media visual akan membuat radio kehilangan pamor.

Namun, "ramalan" tersebut tidak sepenuhnya jadi kenyataan. Lebih dari empat dekade berselang, nyatanya radio masih bertahan. Lantas, bagaimana sebenarnya cara radio bertahan dan apa yang tersisa dari MTV pada medio dekade 2020-an ini?

Langkah Revolusioner MTV

Saat MTV lahir, industri televisi sebenarnya telah mengubah cara masyarakat mengonsumsi media. Kendati begitu, kemunculan mereka tetap bisa dibilang revolusioner karena, sebelum itu, belum ada jaringan yang sepenuhnya didedikasikan untuk video musik. Berkat MTV, penyanyi atau band punya kanal baru untuk mempromosikan musik mereka sekaligus memberi pengalaman yang lain dari yang lain.

Seiring meningkatnya popularitas MTV, asumsi bahwa radio akan kehilangan relevansinya pun makin kuat. Logikanya, mengapa orang hanya mendengarkan jika mereka kini bisa menyaksikan penampilan artis favoritnya dalam produksi visual yang menarik?

Ketakutan tersebut bukannya tak berdasar sama sekali. Pada masa itu, MTV dengan cepat menjadi kekuatan budaya yang membentuk tren, meluncurkan artis baru, dan memengaruhi industri musik dengan cara yang tidak bisa dilakukan radio.

Dengan kebangkitan televisi musik, dinamika kekuatan dalam industri pun bergeser. Label rekaman mulai memprioritaskan artis yang tidak hanya berbakat, tetapi juga berdaya tarik visual untuk sukses di MTV. Hal inilah yang kemudian mengubah cara musik dipasarkan.

Tak heran jika banyak yang berpikir bahwa radio, sebagai pengalaman murni berbasis audio, tidak akan mampu bersaing dengan sensasi audio visual yang ditawarkan MTV.

 ilustrasi MTV

ilustrasi MTV. wikimedia/ViacomCBS

Adaptasi Radio di Era MTV

Di tengah berbagai kekhawatiran tersebut, radio ternyata jauh lebih adaptif daripada yang diperkirakan. Alih-alih tergantikan oleh MTV, stasiun radio menyesuaikan program mereka agar tetap relevan. Menjamurnya stasiun Frequency Modulation (FM) pada 1980-an memberikan pengalaman baru bagi pendengar dengan kualitas audio yang jauh lebih jernih ketimbang Amplitude Modulation (AM).

Selain itu, radio menemukan cara sendiri untuk merangkul tren video musik. Para penyiar membahas lagu-lagu yang sedang populer di MTV, menerima permintaan lagu dari pendengar, bahkan mengadakan wawancara eksklusif dengan artis. Sebenarnya, ini sudah dilakukan oleh stasiun-stasiun radio lain sebelumnya. Akan tetapi, kemunculan MTV tak pernah menggerus konsistensi stasiun-stasiun radio ini.

Lebih dari itu, radio memiliki keunggulan utama: aksesibilitas. Tidak seperti MTV yang memerlukan langganan TV kabel, radio dapat dinikmati secara gratis dan di mana saja—di mobil, tempat kerja, atau di rumah. Mobilitas ini memastikan radio tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, bahkan ketika video musik makin populer.

Bagi banyak orang, radio tetap menjadi cara utama untuk menemukan musik baru, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke MTV atau kesabaran untuk menunggu lagu favorit mereka muncul di televisi.

Talk Radio, Program Niche, dan Kebangkitan FM

Salah satu strategi utama radio dalam menjaga relevansinya adalah dengan diversifikasi. Ketika MTV mendominasi televisi musik, radio mulai mengeksplorasi format baru selain hanya memutar lagu.

Kebangkitan talk radio sejak 1980-an hingga 1990-an menciptakan pengalaman mendengarkan yang tidak bisa direplikasi MTV. Acara bincang-bincang politik, radio olahraga, dan program pagi yang penuh humor, menjadi sangat populer. Acara-acara baru tersebut menarik pendengar yang menginginkan lebih dari sekadar musik.

Selain itu, stasiun radio FM mulai mengkhususkan diri pada genre tertentu, melayani audiens niche. Berbeda dengan MTV yang harus menarik pemirsa luas, radio dapat menyesuaikan programnya dengan selera regional, skena musik bawah tanah, dan artis-artis baru, yang mungkin tidak memenuhi standar visual MTV.

American Top 40 yang dipandu Casey Kasem, misalnya, tetap berpengaruh besar selama era MTV. Stasiun radio kampus, rock alternatif, dan program khusus hip-hop, pun berkembang pesat. Kemunculan radio-radio semacam itu pada akhirnya membentuk semangat zaman (zeitgeist) yang mendefinisikan sebuah era. Banyak artis arustama yang awalnya besar di stasiun radio alternatif, semisal The Goo Goo Dolls, Nirvana, dan Run DMC.

Disrupsi Digital dan Kelangsungan Hidup Radio

Setelah era kejayaan MTV mulai memudar dan platform digital bermunculan, radio terus beradaptasi. Pada 2000-an, munculnya radio satelit dan internet makin memperkaya lanskap media ini.

Layanan penyiaran digital, seperti Pandora dan Spotify, membawa konsep kurasi playlist ke level yang berbeda. Walau demikian, stasiun radio tradisional tetap menemukan cara untuk mengintegrasikan streaming digital dan mempertahankan pengaruhnya. Banyak stasiun meluncurkan layanan streaming online sehingga memungkinkan pendengar untuk mendengarkan dari belahan Bumi mana pun.

Ilustrasi Radio

Ilustrasi Radio. foto/istockphoto

Salah satu bukti paling nyata MTV tidak membunuh radio adalah kenyataan bahwa, setelah MTV beralih dari format video musik sekalipun, radio tetap kuat.

Pada 2010-an, MTV lebih fokus pada reality show, sementara radio terus berkembang dalam berbagai bentuk, mulai dari siniar hingga saluran radio digital. Meskipun teknologi terus berubah, orang masih mendengarkan radio untuk menikmati pembawa acara favorit mereka, menemukan musik baru, dan tetap terhubung dengan berita terkini.

Video (Has Not) Killed the Radio Star

Radio masih bertahan hingga kini. Lalu, bagaimana dengan MTV? Apakah dengan beralihnya fokus ke reality show bisa diartikan bahwa MTV tak lagi relevan? Tidak juga. Sebab, bisa dibilang, MTV sebagai sebuah konsep mengalami transformasi pula.

Platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram Reels, muncul sebagai wajah baru dari budaya musik visual. Artinya, MTV tidak hanya bisa dilihat sebagai sebuah stasiun televisi dan pesaing radio. Lebih dari itu, MTV adalah gambaran masa depan, pelopor dominasi media visual saat ini. Video musik kini lebih mudah diakses dibandingkan sebelumnya dan konten video pendek telah menjadi cara utama orang menemukan dan berinteraksi dengan musik baru.

MTV sebagai sebuah stasiun televisi mungkin sudah (hampir) mati, tetapi spiritnya terus berlipat ganda dalam wujud berbeda-beda. Boleh dikatakan, MTV dan radio sama-sama sukses berevolusi untuk menjawab tuntutan zaman.

Keduanya mungkin pernah saling hantam di masa silam, tetapi tak ada satu pun yang jadi korban. Justru, keduanya berkembang, berevolusi, beradaptasi, dan selalu mampu menemukan bentuk paling pas di tiap era.

Baca juga artikel terkait SEJARAH TEKNOLOGI atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Teknologi
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin