tirto.id -
KPK pada Senin (16/7/2018) menggeledah tiga lokasi antara lain kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia Power di Jakarta, ruang kerja tersangka Eni Maulani Saragih di gedung DPR RI Jakarta, dan kantor pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jakarta.
"Cukup banyak dokumen terkait Riau-1 yang kami temukan. Termasuk dokumen yang menjelaskan skema kerja sama pada kasus ini. Ada juga barang bukti elektronik yang diamankan di antaranya CCTV dan alat komunikasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan Direktorat Pengadaan Barang dan Jasa PLN salah satu divisi yang digeledah KPK.
“Penggeledahan di lantai 6, 8, dan 13. Semua data yang berkaitan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang sudah disita KPK,” jelas dia di lokasi.
Sekitar 15-20 bundelan, lanjut Sofyan, telah dibawa KPK. Tidak hanya file, barang yang juga disita KPK ialah daftar tamu dan CCTV, juga ada dua orang staf Direktorat Pengadaan yang dimintai keterangan oleh penyidik.
Untuk diketahui dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka masing-masing Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
Adapun penggeledahan di kantor PLN Pusat berlangsung selama 6 jam hingga pukul 00.20 WIB dan PJB Indonesia juga hingga larut malam. Sedangkan ruang kerja Eni telah selesai digeledah.
"Penggeledahan masih berjalan di sebagian tempat sampai dengan dini hari tadi. Sekali lagi, kami ingatkan semua pihak kooperatif," ucap Febri.
"Tadi penggeledahan dilakukan di ruang dirut dan direksi PJB Indonesia Power. Menurut informasi yg disampaikan ke tim, dirut sedang dalam perjalanan ke Kantor PJB Indonesia Power. Penyidik menunggu di lokasi sembari tetap melakukan proses penyisiran bukti-bukti terkait perkara ini," tambahnya.
Sebelumnya, KPK pada Minggu (15/7) juga menggeledah lima lokasi dalam penyidikan kasus tersebut antara lain rumah tersangka Eni, rumah tersangka Johannes, kantor tersangka Johannes, apartemen Johannes, dan rumah Dirut PLN Sofyan Basir.
Dalam penggeledahan itu turut diamankan dokumen terkait dengan proyek pembangkit listrik Riau-1, dokumen keuangan, dan barang bukti elektronik.
Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7) malam.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri