Menuju konten utama

Faktor Geografis yang Mempengaruhi Keragaman Budaya di Indonesia

Berikut ini faktor-faktor geografis yang mempengaruhi keragaman budaya di Indonesia dan penjelasan selengkapnya.

Faktor Geografis yang Mempengaruhi Keragaman Budaya di Indonesia
Pegawai ASN Pemerintahan Kabupaten Sukoharjo mengenakan beragam pakaian adat mengibarkan bendera merah putih bersama-sama pada acara Pesta Bendera di Alun-alun Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (17/8/2023). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/hp.

tirto.id - Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang selalu melekat dalam kehidupan sehari-hari. Wujud kebudayaan dapat dikenali dari bahasa, sistem organisasi, religi, pengetahuan, kesenian, hingga mata pencaharian manusia.

Kebudayaan manusia di suatu tempat lazimnya berbeda dari tempat lainnya. Hal tersebut bisa dilihat di wilayah Indonesia yang mempunyai banyak sekali perbedaan budaya, mulai dari Sabang sampai Merauke. Contoh keragaman budaya di Indonesia dapat diamati pada perbedaan bentuk rumah adat, baju adat, kesenian, bahasa, tradisi, hingga nilai sosial di berbagai daerah Indonesia.

Beragam kebudayaan bisa berbeda akibat pengaruh sejumlah aspek, salah satunya faktor geografis. Apa saja faktor geografis yang mempengaruhi keragaman budaya di Indonesia? Simak penjelasan lengkapnya dalam ulasan berikut!

12 Faktor Geografis yang Mempengaruhi Keragaman Budaya

Faktor geografis memiliki andil membentuk keragaman budaya di suatu kawasan. Namun, tak bisa dimungkiri, faktor geografis bukan satu-satunya. Ada banyak faktor lainnya yang berperan memengaruhi kemajemukan budaya di berbagai wilayah, termasuk Indonesia.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor geografis yang menyebabkan keragaman budaya di Indonesia, ada 2 teori yang bisa dipakai, yaitu determinisme dan posibilisme.

Determinisme merupakan teori yang menganggap kondisi fisik lingkungan (sumber daya alam, iklim, letak wilayah, bentuk permukaan bumi, dan lainnya) menjadi faktor utama yang membentuk budaya maupun struktur sosial masyarakat. Teori yang dipelopori oleh Friedrich Ratzel (ahli geografi Jerman) ini kerap disebut determinisme lingkungan.

Di sisi lain, teori posibilisme berpandangan perkembangan kebudayaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh kondisi lingkungan, meskipun dapat menyediakan sejumlah kemungkinan bagi pembentukan karakter sebuah masyarakat.

Teori Posibilisme didasari anggapan bahwa manusia mempunyai kehendak bebas sehingga dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan secara kreatif. Cara manusia pun bervariasi saat menyikapi kondisi fisik lingkungan tertentu. Akibatnya, perkembangan budaya tidak selalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan secara kaku.

Dikutip dari buku Tradisi Sekura Cakak Buah Masyarakat Adat Saibatin Dalam Kaca Mata Geografi (2021), sejumlah faktor geografis Indonesia yang mempengaruhi keberagaman budaya di antaranya lokasi, jenis iklim, relief bumi, hingga kontak dengan lautan. Secara total, ada 12 faktor geografis yang mempengaruhi keragaman budaya di Indonesia.

Untuk lebih gamblangnya, penjelasan 12 faktor geografis yang mempengaruhi keragaman budaya adalah sebagai berikut:

1. Lokasi (Letak Geografis)

Lokasi merupakan letak atau titik spesifik suatu tempat dalam suatu wilayah. Dengan demikian, ada unsur relasi keruangan, seperti posisi dan jarak suatu tempat dengan tempat lainnya.

Sebagai misal, Indonesia adalah negara yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Dengan berada di lokasi tersebut, Indonesia memiliki keuntungan lalu lintas perniagaan yang melewati jalur maritim.

Pada akhirnya, kondisi ini mendorong daya cipta, rasa, dan karsa masyarakat di wilayah tersebut untuk beradaptasi dan menerapkan cara hidup tertentu.

Contoh pengarug lokasi terhadap budaya Indonesia bisa dilihat pada banyaknya fenomena akulturasi kebudayaan di nusantara.

Mengingat wilayah Indonesia diapit dua benua serta dua samudera, ia sejak lama menjadi jalur perdagangan internasional. Akibatnya, sejumlah unsur budaya asing (seperti India, Arab, Cina, hingga Eropa) terserap di kebudayaan asli masyarakat Indonesia. Akulturasi ini muncul dalam berbagai bentuk kebudayaan yang beragam.

2. Letak Geologis

Letak geologis bisa memengaruhi perkembangan kebudayaan di suatu wilayah karena faktor ini memenguruhi berbagai kondisi lingkungan. Pada ujungnya, letak geologis wilayah juga menentukan perkembangan budaya masyarakatnya.

Letak geologis adalah lokasi wilayah berdasarkan struktur batuan yang membentuknya di kulit bumi. Indonesia termasuk negara dengan letak geologis unik.

Secara geologis, letak Indonesia berada di antara tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ketiga lempeng terus bergerak dan bertumbukan sehingga wilayah Indonesia sering kali dilanda gempa bumi dan kaya dengan gunung api aktif. Letak geologis ini juga membuat Indonesia kaya sumber daya alam, daratan dengan tanah subur, keanekaragaman hayati, dan sumber daya laut melimpah.

Dilihat dari karakter geologisnya, wilayah Indonesia terbagi menjadi tiga bagian berbeda. Ketiganya ialah Paparan Sahul (bagian utara-selatan dipengaruhi lempeng Indo-Australia), Paparan Sunda (bagian barat yang dipengaruhi lempeng Eurasia), dan bagian timur Indonesia yang terpengaruh lempeng Pasifik.

Formasi geologis, kondisi batuan, jalur pegunungan, hingga keanekaragaman hayati di 3 bagian wilayah itu berbeda. Perbedaan karakter fisik lingkungan itu berpengaruh pada kebudayaan masyarakat yang beragam.

Misalnya, budaya suku-suku di Indonesia barat, tengah, timur jelas sekali perbedaannya. Meski sama-sama berada di wilayah rawan gempa bumi dan letusan gunung api, tradisi masyarakat dalam menyikapi kondisi alam tidak sama. Masyarakat tradisional di Jawa, Sulawesi, dan Papua mungkin sama-sama menghormati gunung, tapi ekspresi mereka dalam bentuk tradisi atau nilai budaya tidak sama mengenai hal itu.

3. Bentuk dan Luas Wilayah

Selain letak, faktor geografis yang mempengaruhi keragaman budaya dari unsur topologi lainnya adalah bentuk dan luas wilayah. Keragaman budaya di kawasan luas biasanya lebih tinggi daripada di wilayah lebih kecil. Fenomena ini bisa dilihat pada perbandingan keragaman budaya di pulau Jawa dan Madura atau Bali yang secara luas berbeda jauh.

Bentuk wilayah pun berpengaruh besar pada keragaman budaya. Perkembangan budaya di wilayah negara kepulauan seperti Indonesia secara umum tidak sama dengan Thailand atau Kamboja yang didominasi daratan.

Wilayah kepulauan seperti nusantara lebih mudah membentuk keragaman budaya karena interaksi masyarakat terbatasi oleh laut. Interaksi yang memicu kesamaan budaya lebih intens terjadi di wilayah yang menyatu sebagai daratan.

4. Letak Astronomis

Letak astronomis adalah letak wilayah berdasarkan garis bujur dan lintang. Garis bujur merupakan garis imajiner yang ditarik dari kutub utara ke kutub selatan untuk menentukan lokasi suatu wilayah di peta bumi. Adapun garis lintang adalah garis imajiner untuk menentukan lokasi wilayah di peta bumi berdasar kesejajarannya dengan garis khatulistiwa (garis tengah bumi).

Garis khatulistiwa membagi bumi menjadi belahan utara dan selatan, sedangkan garis bujur memunculkan pembelahan bagian barat dan timur. Perbedaan garis lintang memengaruhi iklim, cuaca, kelembaban udara, hingga suhu wilayah di Bumi. Makin dekat garis khatulistiwa, suatu wilayah bakal beriklim tropis dan berudara panas. Sementara itu, garis bujur yang titik 0-nya ditarik dari Kota Greenwich memengaruhi perbedaan waktu di berbagai wilayah Bumi.

Perbedaan iklim, cuaca, suhu hingga tibanya waktu memengaruhi keragaman budaya. Masyarakat di bagian utara Bumi tentu memiliki cara hidup dan kebiasaan jauh berbeda dengan orang-orang di belahan tengah atau selatan.

Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis lintang 6ºLU- 11ºLS dan garis bujur 95º BT- 141ºBT. Akibatnya, Indonesia terbagi menjadi 3 wilayah waktu (WIB, WITA, WIB). Meskipun sama-sama beriklim tropis, suhu di wilayah Kalimantan yang dekat dengan khatulistiwa lebih panas daripada wilayah Jawa-Bali di selatan.

Berbagai contoh perbedaan kondisi alam akibat letak astronomis wilayah itu berpengaruh pada perkembangan budaya di setiap wilayah. Contohnya, baju adat dari wilayah panas (dekat khatulistiwa) biasanya cenderung lebih tipis atau terbuka dibandingkan yang agak jauh dari garis tengah bumi.

5. Iklim

Jenis iklim dipengaruhi letak wilayah, yang bakal menentukan pola perilaku masyarakat. Sebab, iklim sangat berkaitan dengan cara manusia hidup.

Di wilayah iklim tropis, yang kaya akan curah hujan dan sinar matahari, budaya agraris (pertanian) sering kali lebih berkembang. Lain halnya di wilayah dekat kutub atau beriklim dingin yang menjadi tempat lahirnya budaya berburu atau beternak. Adapun di kawasan beriklim kering, budaya masyarakat nomaden dan teknik bertani ataupun beternak di area minim air biasanya tumbuh berkembang.

Di dalam kehidupan sehari-hari, iklim dapat mempengaruhi cara berpakaian masyarakat. Contohnya, orang-orang di daerah iklim dingin cenderung berpakaian tebal, sementara masyarakat di daerah panas biasanya memakai baju tipis.

Iklim pun memengaruhi bentuk rumah, mata pencaharian, hingga makanan. Masyarakat di Eropa, terutama bagian utara, lebih banyak mengonsumsi daging atau protein hewani. Mereka berbeda dengan masyarakat Asia Tenggara yang beriklim tropis dan lebih sering mengonsumsi makanan mengandung protein nabati dan karbohidrat dari tanaman.

6. Bentuk Relief

Bentuk relief mempengaruhi kebudayaan masyarakat, misalnya dalam hal mobilitas masyarakat. Orang-orang yang tinggal di daerah relief perbukitan cenderung memilih berjalan kaki ketika berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Sementara itu, masyarakat yang tinggal di daerah dekat sungai cenderung menggunakan perahu sebagai moda transportasi mereka.

7. Tipe Tanah

Tipe tanah menentukan kesuburan tanah di suatu wilayah. Tanah berkapur di bentang lahan karst cenderung membentuk daerah yang kurang produktif untuk pertanian.

Di sisi lain, tanah berkapur lahan karst menyajikan bentang alam yang eksotis sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata.

Berbeda pula bagi masyarakat yang hidup di kaki gunung dengan tipe tanah subur untuk pertanian. Kondisi ini membangun pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda. Akibatnya terjadi keragaman regional antardaerah di Indonesia.

8. Jenis Flora dan Fauna (Keanekaragaman Hayati)

Pemanfaatan beragam flora dan fauna bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Keragaman pangan flora dan fauna juga akan memengaruhi nutrisi masyarakat.

Sebagai misal, masyarakat Maluku kerap memanfaatkan kekayaan lautan dan tanaman sagunya. Sementara itu, masyarakat Jawa dengan ketela dan ikan wadernya.

9. Kondisi Air

Faktor kondisi air menentukan dapat tidaknya suatu wilayah dihuni dengan layak sehingga menjadi sangat krusial bagi terbentuknya peradaban manusia. Kebudayaan masyarakat di wilayah kaya akan air dengan yang kering pun berbeda.

Contohnya mudah dilihat pada kebudayaan pertanian di wilayah kaya air dan berdekatan dengan sungai. Kondisi berbeda bisa dilihat pada kebudayaan masyarakat pertenak yang menempati wilayah stepa/sabana atau padang pasir yang kering.

Di Indonesia, tidak semua wilayah kaya akan air dan dialiri sungai. Ada juga wilayah yang langka air, kerap dilanda kekeringan, dan jaub dari sungai. Perbedaan kondisi ini terbukti memengaruhi kebudayaan masyarakat, seperti di dataran rendah yang dekat sungai dan pegunungan karst yang kering.

10. Sumber-sumber Mineral

Sumber mineral merupakan potensi alam dari bahan galian yang ada dalam perut bumi. Pemanfaatannya dilakukan melalui proses pertambangan (eksploitasi).

Kondisi geografis Indonesia mendukung kekayaan bahan mineral yang tersebar di daratan atau dasar laut. Persebaran jumlah dan jenis sumber daya mineral Indonesia tidak merata, tergantung kondisi batuan induk di setiap daerah.

11. Kontak dengan Lautan

Kontak dengan lautan sangat penting bagi peradaban manusia. Orang-orang yang tinggal di daerah pesisir biasanya lebih sering berinteraksi dengan budaya wilayah-wilayah lain.

Pertemuan dengan kebudayaan luar akibat kedekatan dengan laut mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia. Hal ini menambah ragam jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Budaya masyarakat pesisir biasanya lebih kaya akan percampuran dibandingkan pedalaman.

Ambil contoh sederhana, batik asal Solo dan Yogyakarta yang merupakan pedalaman tak memuat banyak unsur budaya luar. Hal ini berbeda dengan batik Pekalongan dan Cirebon yang merupakan wilayah pesisir, lebih kaya campuran budaya, termasuk pengaruh kultur Arab, Cina, dan bahkan Jepang.

12. Kerawanan Bencana Alam

Bencana alam juga termasuk faktor geografis yang mempengaruhi keragaman budaya. Di Indonesia, kerawanan bencana alam di berbagai wilayah berbeda-beda. Ada wilayah rawan gempa, banjir, letusan gunung api, longsor, kebakaran hutan, kekeringan, tsunami, dan lain sebaganya.

Persepsi manusia pada alam lingkungannya sering kali dipengaruhi oleh bencana alam. Ini lantas menghasilkan budaya tertentu. Sebagai misal, masyarakat tradisional cenderung membangun rumah adat panggung di wilayah rawan gempa, tsunami, dan banjir seperti Aceh. Sementara itu, masyarakat Papua yang kerap menghadapi hujan badai serta angin kencang datang tidak menentu memiliki rumah adat honai beratap jerami.

Baca juga artikel terkait BUDAYA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Auvry Abeyasa

tirto.id - Edusains
Kontributor: Auvry Abeyasa
Penulis: Auvry Abeyasa
Editor: Abdul Hadi
Penyelaras: Addi M Idhom