tirto.id - Pemerintah Amerika Serikat menembak jatuh balon mata-mata China yang mengudara di wilayah mereka pada Sabtu, 4 Februari 2023. Washington mengklaim balon udara tersebut digunakan sebagai alat spionase atau mata-mata oleh Beijing.
Balon udara milik China sempat mengudara bebas sejak awal Februari 2023. Balon ini terdeteksi di atas ketinggian 18.000 meter (58.000 kaki) hingga 19.800 meter, termasuk menjangkau udara tempat penyimpanan rudal dan Pangkalan Angkatan Udara Malmstrom di Montana, Amerika Serikat.
Pemerintah Joe Biden memutuskan untuk menembak jatuh balon itu pada Sabtu (4/2) di lepas pantai South Carolina. Amerika mengerahkan pesawat tempur F-22 Raptor dan melepaskan misil AIM-9X.
Sepekan setelah insiden tersebut, AS merilis isi dari balon mata-mata China dan menuduhnya sebagai bagian dari spionase Beijing untuk mengawasi wilayah negeri Paman Sam.
Fakta-fakta Balon Mata-mata China yang Ditembak di AS
Seperti diberitakan laman NewScientist.com, Kapal Penjaga Pantai dan Angkatan Laut AS langsung memulai upaya pencarian terhadap puing-puing balon udara yang ditembak jatuh pesawat tempur F-22 Raptor itu.
Dari rekaman pilot pesawat, mereka melihat rangkaian logam yang hancur dan sebagian besar tersebar beberapa kilometer persegi. Sehari selepas ditembak jatuh, pemerintah AS juga mengerahkan sejumlah unit kapal selam tanpa awak dan telah menemukan puing-puing balon udara.
Sejumlah foto menunjukkan bahwa balon itu bermuatan cukup besar ketika terbang dan membawa semacam panel surya. Kendati demikian, rincian dari jenis barang elektronik yang sudah ditemukan masih dirahasiakan dan hanya mengkonfirmasi sebatas beberapa antena dan alat sensor.
Menurut keterangan Military.com, gambar terbaru yang dirilis oleh Angkatan Laut pada hari Selasa, (7/2), menunjukkan para anggota dari Explosive Ordnance Disposal Group 2 terlihat bersandar di atas perahu karet dan menarik kain besar dan struktur cangkang balon yang berwarna putih itu.
Glen VanHerck, kepala US Northern Command menjelaskan, upaya tersebut dilakukan sebagai tindakan pencegahan dari kemungkinan balon udara yang dipasangi bahan peledak.
VanHerck menyebutkan, balon ini berukuran 200 kaki (60 meter) dan membawa alat sensor panjang seukuran pesawat jet regional yang kecil. Bagian lain balon itu masih dicari di kedalaman 50 kaki atau 15 meter yang tersebar seluas 15 kali lapangan sepakbola.
Kementerian Luar Negeri AS pada Kamis (9/2) lalu merilis isi dari balon udara tersebut. Seperti diwartakan New York Times, balon mata-mata China ini dilengkapi dengan antena untuk menentukan lokasi perangkat komunikasi dan mampu menyadap panggilan yang dilakukan pada perangkatnya.
Balon udara itu mempunyai alat untuk mendeteksi sinyal, sebuah antena yang dapat menemukan perangkat komunikasi dan mendengarkannya. Hingga saat ini, para pejabat setempat belum mengetahui pasti apakah alat ini dapat terhubung dengan radio militer atau perangkat lainnya.
Respons China Atas Penembakan Balon Udara Mata-mata
Beijing langsung memberikan respons atas penembakan yang dilakukan pemerintah AS terhadap balon tersebut.
Mengutip sumber Kementerian Luar Negeri China, Beijing menyatakan itu hanya pesawat sipil yang digunakan untuk tujuan penelitian, terutama terkait dengan kepentingan meteorologi.
Dengan alasan terpengaruh angin dan kemampuan navigasi yang sangat terbatas, balon itu kemudian melenceng jauh dari jalur yang direncanakan.
Pihak China juga turut menyesalkan atas masuknya pesawat secara tidak sengaja ke wilayah udara AS.
Mereka mengaku akan terus berupaya menjalin komunikasi dengan AS dan bakal menangani situasi tak terduga ini yang dianggap sebagai force majeure alias kejadian yang di luar kendali.
Penulis: Beni Jo
Editor: Alexander Haryanto