tirto.id - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan menolak banding yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) pada gugatan Fahri Hamzah, Kamis (14/12/2017).
Putusan ini tertera dalam situs Mahkamah Agung (MA) tertanggal 14 Desember 2017. Hakim tinggi Daming Sunusi dibantu hakim tinggi M Yusuf dan M Hidayat, seperti tertulis dalam putusan, mengetuk putusan banding pada 7 November 2017.
Kuasa hukum Fahri Hamzah Mujahid A Latief dalam konferensi pers menyatakan telah menerima salinan surat putusan dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan nomor 539/PDT/2017/TDKI.
"Intinya menguatkan putusan PN Jakarta Selatan tanggal 14 Desember 2016 Nomor 214/PDT/2016/PNJAKSEL yang dimohonkan banding," kata Mujahid di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017).
Mujahid menjelaskan dalam putusan PN Jaksel 2016 lalu semua gugatan Fahri ke PKS dikabulkan, yakni menyatakan pemecatannya tidak sah dan tergugat harus membayar Rp 30 Miliar kepada penggugat.
Selain itu, dalam putusan provisi pada Mei 2016 PN Jaksel menyatakan tergugat tidak boleh melakukan tindakan apapun yang berkaitan dengan status dan kedudukan penggugat dalam baik sebagai anggota partai PKS, Anggota DPR RI maupun sebagai wakil ketua DPR.
Dengan begitu, kata Mujahid, surat permohonan dari DPP PKS kepada Pimpinan DPR 12 Desember lalu untuk mencopot Fahri sebagai wakil ketua DPR dan menggantinya dengan Leidia Hanifa dinyatakan gugur juga.
Mengenai surat tersebut, dalam kesempatan yang sama Fahri menyatakan tidak akan menggugat balik PKS. Ia mengaku sudah cukup dengan keputusan Pengadilan Tinggi DKI yang menolak banding PKS.
"Saya mengharapkan keputusan ini akan membuka mata para pimpinan PKS sekarang bahwa cara mereka melihat persoalan hukum itu keliru. Kader bukan hak milik," kata Fahri, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017).
Sebaliknya, Fahri berharap PKS segera berbenah. Sebab kepemimpinan PKS hari ini, menurutnya, berpeluang menjadikan kondisi partai semakin memburuk ke depannya.
"Saya sih enggak apa-apa, saya kan enggak jadi minta apa-apa lagi. Tapi, kalau partai ini harus hilang karena pemimpin kayak gini, saya tentu akan ikut terluka," kata Fahri.
Ketua Bidang Hukum DPP PKS Zainudin Paru menyatakan PKS akan melakukan kasasi terhadap putusan ini. "Fahri jangan sombong dulu. Setelah kami terima surat putusan sebelum 14 hari kami kasasi," kata Zainudin saat dihubungi Tirto, Kamis (14/12/2017).
DPP PKS, lanjut Zainudin, saat ini sudah menyiapkan berkas-berkas untuk kasasi. Ia pun berkeyakinan pihaknya akan bisa menang melawan Fahri di tingkat tersebut.
"Acuan kami adalah UU Parpol Pasal 32 dan 33. Jadi ini konflik internal Parpol, bukan kasus hukum. Kami menolak putusan PN Jaksel karena ini masalah internal yang harus diselesaikan dengan mekanisme kepartaian," kata Zainudin.
Surat pergantian Fahri sebagai wakil ketua DPR menurutnya juga tetap sah. Sebab, kata Zainudin, posisi Fahri di DPR karena ada partai. "Sebanyak apapun suara pribadinya, Fahri tidak akan bisa duduk di Senayan tanpa partai," jelas Zainudin.
Maka, ia menyarankan agar Fahri segera mundur dari posisinya saat ini, baik sebagai anggota DPR maupun sebagai Wakil Ketua DPR. "Kalau saya jadi Fahri, saya malu," kata Zainudin.
Konflik PKS dengan Fahri berawal dari evaluasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS terhadap kinerja Fahri sebagai pimpinan DPR setelah beberapa kader PKS mengadu merasa terganggu atas sikap Fahri yang dinilai cenderung membela politisi Partai Golkar Setya Novanto selama tersandung kasus "Papa minta saham". Mereka mendesak Fahri agar mundur dari posisi wakil ketua DPR.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini saat itu sempat menegur Fahri agar tidak terlalu banyak berkomentar di media. Namun, Fahri berdalih sebuah stasiun televisi swasta terus mengulang pernyataannya, padahal dia sudah diam.
Namun, konflik kembali berlanjut setelah Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian. Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.
Fahri tidak terima atas keputusan PKS lalu melawan lewat jalur hukum. Ia menuntut PKS ke PN Jaksel membayar ganti rugi materiil Rp1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp500 miliar. Fahri juga menuntut PKS untuk mengembalikan nama baiknya.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino