tirto.id - Pemerintah diminta tidak terburu-buru dalam upaya penghapusan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Ini menyusul kesepakatan pimpinan negara-negara G20, termasuk Indonesia yang sepakat untuk menghapus subsidi BBM guna mencapai energi bersih.
Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, menekankan, pada dasarnya subsidi BBM diberikan oleh pemerintah tujuannya adalah dalam rangka peningkatan ekonomi kepada masyarakat. Jangan sampai, kata dia, ketika menuju energi bersih dan menghapus subsidi BBM malah mengorbankan masyarakat.
"Kita tidak perlu terburu buru ya. Kenapa? Karena subsidi diberikan kepada masyarakat rentang demi meningkatkan masyarakat dan membantu menahan daya beli mereka," kata dia saat dihubungi Tirto, Senin (21/11/2022).
Menurutnya, Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara-negara G20 lain bahkan G7 yang sudah maju. Di mana mereka tidak perlu memberikan subsidi kepada masyarakatnya lantaran seluruh pendapatan mereka tumbuh di negara masing-masing.
"Saya kira jika masyarakat kita tidak benar-benar diberikan subsidi itu akan menambah beban bagi perekonomian masyarakat. Dan bisa juga meningkatkan melemahnya perekonomian nasional dan berdampak kepada pengangguran dan lain lain," jelasnya.
Atas dasar itu, dia meminta kepada pemerintah agar membuat kebijakan secara hati-hati terutama yang menyangkut dengan banyak orang. Jika memang kondisi negara dan masyarakat sudah siap baru bisa diimplementasikan.
"Hanya saja perlu diperhatikan mekanisme subsidi saat ini subsidi terbuka ke depan harus dibuat dengan tertutup sehingga subsidi ini tepat sasaran. Tapi tidak dihapuskan serta merta dalam waktu dekat ini. Saya tidak setuju," tegasnya.
Sebelumnya, para pimpinan negara G20 sepakat untuk menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) guna mencapai target energi bersih dan berkelanjutan. Pernyataan bersama itu tertuang dalam poin deklarasi para pemimpin negara G20 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), di Bali.
Dalam poin 12 dari 52 poin disepakati, G20 menegaskan komitmennya tersebut guna mencapai target SDG 7. Kemudian berupaya menutup kesenjangan energi akses sehingga diharapkan bisa memberantas kemiskinan energi.
Menyadari peran kepemimpinan G20, dan dipandu oleh Bali Compact dan Peta Jalan Transisi Energi Bali, kepala negara berkomitmen untuk mencari solusi untuk mencapai stabilitas pasar energi, transparansi, dan keterjangkauan.
"Kami akan meningkatkan upaya kami untuk mengimplementasikan komitmen tersebut dibuat pada tahun 2009 di Pittsburgh untuk menghapus dan merasionalisasi, dalam jangka menengah, tidak efisien subsidi bahan bakar fosil yang mendorong konsumsi boros dan berkomitmen untuk mencapainya tujuan, sambil memberikan dukungan yang ditargetkan untuk yang paling miskin dan paling rentan," tulis deklarasi tersebut dikutip Tirto, Jumat (18/11/2022).
G20 akan mempercepat transisi dan mencapai tujuan iklim kita dengan memperkuat rantai pasokan energi dan keamanan energi, dan diversifikasi bauran dan sistem energi.
Para pemimpin juga akan dengan cepat meningkatkan penyebaran pembangkit listrik nol dan rendah emisi, termasuk sumber daya energi terbarukan, dan langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi energi, teknologi pengurangan serta teknologi penghilangan, dengan mempertimbangkan keadaan nasional.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang