Menuju konten utama

Eksistensi Bahasa Indonesia di Ruang Publik Terancam Punah

Badan Bahasa mengingatkan penggunaan bahasa asing di ruang publik secara terus-menerus akan mengancam eksistensinya.

Sejumlah reklame terpasang di Jalan Ahmad Yani di Bekasi, Jawa Barat. Antara Foto/Risky Andrianto.

tirto.id - Dominasi bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, yang tampak dalam penamaan bangunan, reklame, kain rentang, dan papan-papan penunjuk publik akan mengancam eksistensi bahasa Indonesia di kalangan masyarakat.

Dalam diskusi Bulan Bahasa dan Sastara di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dadang Sunendar mengungkapkan, penggunaan bahasa asing di ruang publik menjadi kegelisahan bagi pengurus Bulan Bahasa. Menurutnya, bahasa Indonesia adalah jati diri rakyat Indonesia. Seharusnya masyarakat tetap bangga menjadi bangsa Indonesia.

"Tidak ada di negara lain, di tengah ratusan bahasa daerah di Indonesia, tapi kita memiliki satu bahasa yang mampu merekat semua suku, agama, budaya, bahasa yang beragam ini," jelas Dadang, Kamis (5/10/2017).

Lebih lanjut, Dadang mengingatkan penggunaan bahasa asing di ruang publik secara terus-menerus akan berdampak terhadap anak-anak yang melihatnya. Selanjutnya, bahasa Indonesia akan terancam eksistensinya.

"Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat, terutama ibu, bapak, dan para pengusaha untuk menyayangi dan mencintai betul bahasa Indonesia, terutama di ruang publik, karena dilihat oleh adik-adik dan anak-anak kita. Kalau semuanya berbahasa asing, lama-lama bahasa Indonesia akan terancam punah atau tergusir. Jangan sampai itu terjadi," tegas Dadang.

Selain itu, amanah undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 Pasal 36 disebutkan bahwa bahasa Indonesia itu wajib digunakan untuk nama jalan, nama merek dagang, nama apartemen, dan lain-lain. Namun sebagai negara hukum dan sebagai warga hukum, masyarakat belum sepenuhnya merealisasikan amanah undang-undang tersebut, terutama untuk papan iklan dan spanduk yang menjamur di Jakarta.

"Sudah ada Perda DKI tentang penyelenggaraan reklame yang didalamnya berbicara tentang aturan publiksi di depan umum. Namun hal tersebut terlihat kurang berjalan dengan baik," paparnya.

Sementara itu, untuk terus mencari solusi permasalahan kebahasaan dan kesastraan terkini, Badan Bahasa terus berupaya melakukan gerakan penguatan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik agar bahasa nasional tetap menjadi "tuan rumah" di negeri sendiri dan tidak tergeser oleh bahasa asing.

"Rencananya ada penambahan jumlah tata bahasa, yang nantinya disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Jadi Badan Bahasa terus berupaya memperkaya kosakata bahasa Indonesia melalui berbagai sumber, baik dari bahasa daerah, bahasa serumpun [Melayu], maupun bahasa asing," jelasnya.

Dan untuk melengkapi kriteria sebagai bahasa modern, bahasa Indonesia saat ini juga sudah memiliki alat uji standar kemahiran berbahasa Indonesia, yaitu Uji Kemahiran berbahasa Indonesia (UKBI). Alat uji itu telah dibakukan untuk mengukur kemahiran berbahasa seseorang tanpa memperhitungkan kapan dan dimana seseorang belajar bahasa Indonesia, seperti halnya TOEFL dalam bahasa Inggris.

"Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun bahasa negara, bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang jumlahnya kini mencapai 646 juga tetap di jaga kelestariannya sebagai bagian dari kebudayaan bangsa dan sumber pengayaan kosakata bahasa Indonesia," tutur Dadang.

Baca juga artikel terkait BAHASA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Suparjo Ramalan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Suparjo Ramalan
Penulis: Suparjo Ramalan
Editor: Yuliana Ratnasari