Menuju konten utama

Ekonomi Ikut Picu Felisida, Pemerintah Perlu Gencarkan Edukasi

Filisida bisa dipicu oleh banyak faktor yang kompleks. Yang paling pelik dan mendasar adalah masalah ekonomi.

Ekonomi Ikut Picu Felisida, Pemerintah Perlu Gencarkan Edukasi
ILustrasi Menangis, sedih, dan kesepian ibu dengan bayinya di rumah. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Penafian: Artikel ini memuat topik tentang bunuh diri yang berpotensi memicu trauma. Juga terdapat kronologi peristiwayang berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan. Redaksi menyarankan pembaca untuk berhati-hati sebelum membaca artikel ini. Informasi dalam tulisan ini tidak bertujuan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

==========

Kabar memilukan datang dari Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu diduga mengakhiri hidupnya lantaran masalah ekonomi. Sebelumnya, sang ibu terlebih dahulu membunuh dua anaknya yang berusia 9 tahun dan 11 bulan.

Jasad mereka ditemukan oleh suami korban, YS, saat pulang kerja pada Jumat (5/9/2025) sekira pukul 04.00 WIB. YS mulanya mendapati pintu rumahnya terkunci dari dalam sehingga kemudian mengintip lewat ventilasi. Saat itulah, dia mendapati istrinya yang sudah tak bernyawa.

Melihat hal memilukan itu, YS sontak berteriak hingga warga berdatangan menghampiri dan membantu mendobrak pintu rumah. Berdasarkan keterangan polisi, ​anak-anak mereka ditemukan di ruang depan dan kamar dengan tali yang melilit di leher.

Kapolresta Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono, mengatakan bahwa pihaknya menemukan sejumlah barang bukti di tempat kejadian, di antaranya sebuah ponsel dan secarik kertas berisi pesan terakhir yang diduga ditulis oleh korban. Pesan tersebut ditemukan tertempel di dinding ruang tengah.

​”Barang bukti ini telah kami amankan untuk didalami lebih lanjut sebagai petunjuk penting dalam kasus ini,” jelasnya, dikutip dari Tribratanews.

Pesan tersebut berisi cerita korban yang merasa kewalahan akibat himpitan utang yang makin lama kian menumpuk. Korban merasa suaminya penuh kebohongan dan tak pernah sadar diri. Lewat surat itu, korban pun meminta maaf kepada orang tua dan kakaknya karena tidak bisa membalas budi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa kasus ini terkategori sebagai filisida maternal atau pembunuhan anak oleh ibu. Ketika pembunuhan anak dilakukan oleh ibu, menurut Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, rerata faktor utama yang melatarbelakanginya adalah persoalan ekonomi.

Diyah Puspitarini

Komisioner KPAI Diyah Puspitarini di Polres Tangsel, Selasa (20/2/2024). tirto.id/Ayu Mumpuni

“Jadi, kalau untuk kasus yang di Bandung itu, setelah kami koordinasi memang faktornya karena persoalan ekonomi. Memang filisida, pembunuhan anak oleh orang tua. Paling banyak di Indonesia itu memang filisida maternal. Jadi, pelakunya adalah ibu, bukan filisida paternal atau dilakukan ayah,” kata Diyah saat dihubungi jurnalis Tirto, Senin (8/9/2025).

Diyah menjelaskan bahwa filisida maternal adalah isu yang kompleks. Dalam konteks kasus di Kiangroke ini, ada unsur kekerasan dalam tumah tangga (KDRT). KPAI pun meminta kepolisian untuk tetap melakukan proses hukum kasus ini sehingga dapat terungkap penyebab kematian korban.

“Kami meminta kepada aparat penegak hukum untuk memproses, jadi jangan berhenti sampai di sini. Karena itu juga salah satu bentuk KDRT, secara tidak langsung ya. Jadi, agar terurai penyebabnya dan juga tidak akan terjadi kejadian seperti ini,” lanjut Diyah.

Pentingnya Edukasi Parenting dan Bantuan Konkret

KPAI mencatat bahwa sejak setahun yang lalu, setidaknya ada 5-6 kasus filisida terjadi setiap bulan. Pada 2024, sedikitnya 60 kasus filisida tercatat di Indonesia. Itu pun kasus-kasus yang teridentifikasi dan terlapor.

Bak fenomena gunung es, masih banyak kasus filisida yang tidak terekam dan mengemuka. Hal ini jelas amat disayangkan tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Lia Latifah selaku Wakil Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak juga menyampaikan bahwa sepanjang Januari-Agustus tahun ini, kasus filisida sudah banyak terjadi.

“Dan ini mungkin yang terekspos oleh media. Jadi, temuan di Komnas Perlindungan Anak itu banyak yang seperti ini [kasus di Kiangroke]. Bahkan, yang sampai akhirnya gelap mata, terus kemudian ada yang membunuh suaminya, ada yang membunuh anaknya. Ini yang menurut kami di Komnas Perlindungan Anak yang sampai dengan hari ini ada [upaya pencegahan] yang tidak dilakukan oleh pemerintah,” kata Lia kepada Tirto, Senin (8/9/2025).

Pertama, yakni memaksimalkan pendampingan di masa sebelum menikah dan bantuan konkret serta tepat sasaran menghadapi banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran. Sebab, senada dengan KPAI, Komnas Perlindungan Anak pun megidentifikasi bahwa kasus filisida sering kali dipicu oleh masalah ekonomi.

“Bukan hanya bantuan dari sisi logistiknya saja, tetapi dibantu dari sisi pekerjaannya. Sebetulnya ini catatan penting sehingga pada saat nanti mereka kesulitan, mereka tahu arahnya ke mana. Yang berikutnya adalah libatkan dari RT, RW, lurah, karena mereka adalah penguasa wilayah. Mereka yang tahu data penduduknya, data warganya. Mana warga-warganya yang sangat membutuhkan,” lanjut Lia.

Kasus filisida di Kiangroke ini seharusnya menjadi refleksi pemerintah agar hal serupa tidak terulang. Berbagai elemen, termasuk masyarakat sekitar, juga mesti saling bahu-membahu untuk mencegah hal semacam ini terjadi.

Bagi masyarakat umum, Lia menekankan pentingnya pembicaraan mengenai konsep berumah tangga sebelum membangun pernikahan. Hal itu harus dibicarakan sejak sebelem menikah, termasuk perihal keuangan.

ILustrasi Ibu kesepian

ILustrasi ibu bepergian dengan anaknya di bus. FOTO/iStockphoto

“Kemudian, pada saat anak lahir dalam kehidupan mereka, harus seperti apa mereka mengasuhnya. Kemudian, komunikasi apa yang harus kita bangun pada saat nanti, misalnya, kita ada masalah. Terus, kemudian, pada saat nanti kita punya anak, sementara kondisi ekonomi kita masih sangat pas-pasan, masih sangat membutuhkan, kita harus seperti apa,” kata Lia.

Dia berpendapat obrolan semacam itu masih sering absen dilakukan oleh calon pasangan suami-istri. Padahal, masalah kecil bisa jadi memuncak ketika tak ada komunikasi yang baik di antara pasangan suami-istri. Pada akhirnya, anak-anak menjadi korbannya, baik mengalami kekerasan, hingga meregang nyawa.

Prinsip kesalingan perlu ditekankan dalam rumah tangga untuk menekan masalah agar tidak bereskalasi dan memuncak pada hal negatif. Bukan hanya ibu, ayah pun punya kewajiban memberi perlindungan kepada anak. Selain orang tua, negara, komunitas, maupun masyarakat luas juga harus hadir agar filisida bisa dicegah. Seperti kata pepatah, “it takes a village to raise a child”.

Hal itu sesuai dengan semangat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yakni negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Filisida Berakar dari Kemiskinan Struktural

Kecenderungan filisida bisa dipicu oleh banyak faktor yang kompleks. Yang paling pelik dan mendasar adalah masalah ekonomi. Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa penduduk Indonesia sangat sulit keluar dari jerat kemiskinan dan meraih kesejahteraan.

“Pendapatan masyarakat semakin berkurang atau tumbuh namun terkikis dengan kenaikan harga. Yang terjadi adalah penduduk kita sudah makan tabungan. Ketika tabungan sudah habis, mereka akan berutang,” ujar Huda, menyoroti dari sisi sosio-ekonomi, Senin (8/9/2025).

Ketika berutang, masyarakat lalu dihadapkan pada persoalan baru: sulit membayar utang dan teror dari pemberi pinjaman. Inilah lingkaran setan kemiskinan. Pemerintah sebenarnya punya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggulangi masalah ini, yaitu bantuan sosial. Namun, distribusinya sering kali salah sasaran sehingga belum mampu jadi solusi optimal.

“Maraknya kasus bunuh diri akibat himpitan ekonomi, ada yang salah dengan penyaluran bantuan sosial. Ada orang-orang yang seharusnya dapat bantuan sosial [termasuk ibu dan dua anak di Kiangroke]. Sedangkan ada orang yang seharusnya tidak dapat, justru dapat bansos. Kesalahan pembagian bansos ini awal mula masalah kemiskinan yang struktural,” kata Huda.

Merespons kasus ini, Staf Khusus Menteri Bidang Mobilisasi Sumber Daya Bencana, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Mayjen TNI Purn. Mochammad Luthfie Beta, menegaskan bahwa negara hadir dengan memberi pendampingan kepada keluarga korban.

Perhatian itu disebut diberikan baik melalui layanan psikososial maupun dukungan perlindungan yang berkelanjutan.

“Mewakili Bapak Menko PMK, kami menyampaikan duka mendalam atas tragedi ini. Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya memperkuat akses layanan konseling, kesehatan mental, dan perlindungan keluarga,” ujar Luthfie lewat keterangan yang diterima Tirto, Senin (8/9/2025).

Dia mengungkapkan pihaknya sudah melakukan peninjauan langsung ke rumah keluarga korban pada Minggu (7/9/2025). Kunjungan tersebut menjadi sarana koordinasi antara Kemenko PMK, aparat desa, tim UPTD PPA Kabupaten Bandung, serta kepolisian. Luthfie pun menekankan pentingnya memperkuat sinergi lintas sektor agar keluarga yang terdampak krisis serupa dapat segera memperoleh bantuan.

Kemenko PMK tengah memperkuat kolaborasi dalam penyediaan layanan perlindungan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Kesehatan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, BPJS, serta pemerintah daerah.

Fokusnya tidak hanya pada penanganan kasus, tetapi juga pencegahan melalui konseling keluarga, pendampingan psikososial, serta intervensi dini terhadap tekanan hidup yang dihadapi masyarakat.

“Kami ingin memastikan tidak ada keluarga yang terabaikan, terutama dalam situasi tekanan hidup yang berat. Negara akan selalu hadir untuk melindungi rakyatnya,” tegas Luthfie.

Baca juga artikel terkait BUNUH DIRI atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News Plus
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Fadrik Aziz Firdausi