tirto.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira meminta kepada pemerintah agar memberikan kejelasan terkait naik atau tidaknya Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dia menilai hal itu perlu sehingga tidak terjadi kepanikan di tingkat masyarakat.
"Jadi diminta kepada pemerintah ada ketegasan dan segera cepat putuskan. Jangan semua menteri bicara. Ini menyebabkan panic buying atau kepanikan di level masyarakat," kata Bhima kepada Tirto, Kamis (1/9/2022).
Bhima menyayangkan komunikasi publik disampaikan pemerintah tidak berjalan baik. Terlihat beberapa menteri yang tidak bersangkutan seperti Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan justru melempar sinyal kenaikan BBM.
"Cukup satu aja, siapa yang paling relevan harusnya menteri ESDM yang bicara. Atau kementerian keuangan Sri Mulyani. Di luar dari itu enggak boleh gitu. Itu kemudian membuat sengkarut di publik akhirnya masyarakat membeli di luar dari kebutuhan," bebernya.
Lebih lanjut, dia menilai kelebihan membeli BBM akan menjadi celah bagi masyarakat atau oknum melakukan menimbun. Pada akhirnya subsidi yang bocor justru ke para penimbun, bukan kepada pembeli tidak tepat sasaran maupun orang mampu.
"Ini bocor kepada penimbun dan spekulan yang memanfaatkan situasi. Ini kan berat ke Pertamina dan berat juga ke APBN karena kebijakannya tidak clear," bebernya.
Untuk diketahui, sejak Rabu (31/8/2022) malam, antrean kendaraan tampak mulai mengular di SPBU Cikabon Parung Panjang Bogor, Jawa Barat, jelang rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Antrean malam ini didominasi oleh kendaraan roda dua.
Salah satu konsumen, Iwan (40) mengatakan, kabar mengenai naiknya harga BBM bersubsidi sudah terdengar sejak beberapa hari terakhir. Maka dari itu, ia kerap kali mengisi penuh BBM motornya pada malam hari.
"Saya tidak tahu naiknya kapan, tapi beberapa hari ini saya selalu isi malam untuk menghindari antrean Pertalite saat pagi. Itu bisa panjang banget. Kalau terlalu siang saya terpaksa harus pakai Pertamax yang harganya Rp53.000 sampai full. Kalau pakai Pertalite kan cuma Rp24.000 sampai full," katanya kepada Tirto, Rabu (31/8/2022).
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan hingga saat ini pemerintah masih mengkaji soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, seperti Pertalite dan solar bersubsidi. Pemerintah masih menghitung secara hati-hati soal rencana kenaikan BBM tersebut.
"BBM semuanya masih pada proses dihitung, dikalkulasikan dengan hati-hati," kata Jokowi di Mimika, Papua, Kamis (1/9/2022).
Jokowi menegaskan bahwa pemerintah masih belum menaikkan harga BBM. Pemerintah masih melakukan penghitungan.
"Masih dalam proses dihitung dengan penuh kehati-hatian," kata Jokowi menegaskan.
Pemerintah memang berencana menaikkan BBM sebagai upaya menekan biaya subsidi BBM yang semakin mahal. Pemerintah mengklaim sudah mensubsidi BBM hingga Rp502 triliun demi menjaga harga BBM tidak berubah.
Bahkan per 1 September 2022 beredar poster di sejumlah grup WA soal harga baru BBM jenis Pertalite dan solar subsidi. Namun hingga saat ini, pemerintah belum mengumumkan kenaikan BBM subsidi tersebut. Per hari ini, Pertamina justru menurunkan harga BBM non subsidi, seperti Pertamax Plus.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin