tirto.id - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar menilai konsep program kartu pra-kerja yang diusung paslon 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin bisa memperparah masalah pengangguran.
Menurut Akbar, program kartu pra-kerja, yang menjanjikan insentif “gaji” dan pelatihan bagi para pencari pekerjaan, berpotensi salah sasaran.
“Saya mengingatkan pemerintah kalau diterapkan, ini tidak bisa sembarangan. Pengalaman di negara maju, justru malah membuat mereka tidak bekerja,” kata Akhmad dalam konferensi pers bertajuk “Jelang Debat Capres ke-5” di Hongkong Cafe, Jakarta pada Selasa (9/4/2019).
“Mereka jadi pilih-pilih pekerjaan. Padahal problem kita di pengangguran itu tidak match-nya pekerjaan dan keinginan,” tambah Akhmad.
Saat ini, kata dia, paslon 01 belum memberikan detail konkret mengenai sasaran program ini, yakni mereka yang kehilangan pekerjaan atau yang baru akan bekerja.
Akhmad mengatakan kalau pun kriteria yang disebutkan adalah pengangguran maka ciri itu masih tergolong kabur. Pasalnya, pekerja di Indonesia masih didominasi buruh sektor informal, seperti warung makan, petani dan pekerjaan tidak tetap lainnya.
Dia berpendapat, tidak menutup kemungkinan mereka yang sudah bekerja di sektor informal tergiur dengan tawaran fasilitas yang disediakan kartu pra-kerja. Alhasil mereka yang sudah bekerja dapat sewaktu-waktu mengaku sebagai pengangguran. Jika hal ini terjadi, angka pengangguran pun bisa meningkat.
Pernyataan Akhmad cukup beralasan. Pasalnya, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2018 lalu jumlah pekerja di sektor informal mencapai 73,98 juta orang atau 58,22 persen dari total angkatan kerja. Sementara pekerja sektor formal hanya 53,09 juta orang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom