Menuju konten utama

Polemik Anggaran Lem Aibon dan Daftar Kejanggalan R-APBD DKI 2020

Pengadaan Lem Aibon senilai Rp82,8 miliar yang masuk dalam perencanaan anggaran Pemprov DKI Jakarta menjadi polemik. Sejumlah rencana pengadaan lain di KUA-PPAS untuk R-APBD DKI 2020 juga dinilai janggal.

Polemik Anggaran Lem Aibon dan Daftar Kejanggalan R-APBD DKI 2020
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan sambutan pada pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta periode 2019-2024 di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.

tirto.id - Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) yang menjadi dasar RAPBD DKI 2020 menjadi sorotan. Sebab, sejumlah usulan anggaran dinilai janggal.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah rencana pengadaan Lem Aibon senilai Rp82,8 miliar. Pada hari ini, Rabu (30/10/2019), kata "Aibon" bahkan sempat masuk ke daftar topik terpopuler di Twitter setelah banyak warganet mempertanyakan pengadaan lem semahal itu. Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, perangkat analisis media sosial, melalui akunnya, menyebut tren percakapan soal Aibon di Twitter bersifat natural dan tidak didominasi bot.

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana termasuk yang pertama merilis kejanggalan anggaran Lem Aibon di media sosial. Akun Twitter-nya mengunggah tangkapan layar laman apbd.jakarta.go.id berisi informasi soal rencana pengadaan Lem Aibon, Selasa kemarin. Dia menyertakan link di unggahannya, tapi data itu kini sudah tidak bisa diakses.

William mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan penjelasan mengenai rencana pengadaan Lem Aibon. “Ini usulan dari mana? Kenapa Lem Aibon dan kenapa angkanya besar sekali? Saya minta gubernur jelaskan, jangan buang badan ke anak buah,” kata William, Rabu (30/10/2019).

Apalagi, dia menemukan sejumlah rencana pengadaan lain yang aneh. “Itu baru sebagian. Masih ada puluhan yang akan kami tanyakan satu-satu [….],” kata William.

William curiga rencana anggaran bermasalah baru diperbaiki setelah disorot publik. Pada hari ini, ia pun membuat petisi di change.org untuk mendesak Pemprov DKI membuka rincian isi dokumen rencana anggaran di RAPBD DKI 2020, kepada publik.

Daftar Kejanggalan di Rencana Anggaran DKI 2020

Selain Lem Aibon, William mengungkap 3 rencana pengadaan janggal lainnya. Sebelumnya, beberapa rencana pengadaan Pemprov DKI juga sudah menuai kritik dan memicu polemik. Berikut ini daftarnya.

1. Anggaran Lem Aibon

Rencana pengadaan Lem Aibon termasuk dalam usulan anggaran dari Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat. Berdasarkan data dalam tangkapan layar laman apbd.jakarta.go.id yang dirilis William, pengadaan ini masuk paket belanja alat tulis kantor senilai Rp82,8 miliar. Setiap kg lem akan dibagikan 12 kali dalam setahun kepada 37.500 orang. Lem Aibon dianggarkan seharga Rp184.000 per kg.

2. Anggaran Ballpoint

Temuan William lainnya adalah rencana pengadaan ballpoint jenis pen drawing senilai Rp123,8 miliar. Paket belanja alat tulis kantor dengan harga satuan Rp105.000 ini masuk dalam usulan anggaran Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Kota Jakarta Timur. Barang ini rencananya dibagikan ke SD-SD negeri.

3. Anggaran Komputer

William juga mempertanyakan tujuan rencana pengadaan 7.313 unit komputer PC dengan nilai Rp15 juta per unit. Pengadaan ini masuk usulan anggaran Dinas Pendidikan DKI. Total nilai pengadaan untuk peralatan SMK negeri itu mencapai Rp121,2 miliar.

4. Anggaran Smart Storage dan Storage Server

Rencana pengadaan 4 unit smart storage senilai Rp53 miliar dan 10 unit storage server seharga Rp12,8 miliar pun dipertanyakan William. Pengadaan ini bagian dari usulan anggaran Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik DKI untuk kegiatan pengembangan Jakarta Smart City.

5. Anggaran Influencer

Rencana alokasi anggaran senilai Rp5 miliar untuk menyewa jasa influencer dalam kegiatan promosi pariwisata DKI juga sempat menuai kritik. Belakangan, Disparbud DKI memastikan telah mencoret rencana anggaran itu.

6. Anggaran Renovasi Rumah Dinas Gubernur DKI

Rencana anggaran renovasi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta senilai Rp2,4 miliar pun dinilai tidak tepat. Awal Oktober lalu, William sudah meminta anggaran itu dikaji ulang. Rencana anggaran ini juga ganjil sebab, pada 2018 lalu, Anies pernah memerintahkan penganggaran renovasi rumah dinasnya senilai Rp2,34 miliar dihapus.

Menanggapi kritik itu, Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah beralasan rencana anggaran di KUA PPAS tersebut bersifat sementara sehingga masih bisa berubah dalam pembahasan bersama DPRD.

7. Anggaran Software dan Antivirus

Rencana anggaran Rp12,9 miliar untuk membeli lisensi perangkat lunak dan antivirus pada 2020 dikritik banyak pihak, termasuk William. Dia menilai Pemprov DKI lebih baik menyewa software dan antivirus dengan dana 200-an juta saja, sebagaimana pada 2016-2018.

Sementara Kepala Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan DKI Muhammad Nurrahman menjelaskan anggaran itu untuk membeli lisensi layanan database Oracle senilai Rp7 miliar. Oracle dipilih karena Kemendagri menggunakan layanan itu. Dana Rp4 miliar lainnya untuk membeli lisensi Microsoft Office bagi kantor-kantor kelurahan, kecamatan hingga sebagian SKPD. Untuk Antivirus, kata dia, butuh Rp384 juta saja.

Klarifikasi Anies Baswedan soal Lem Aibon

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku sebenarnya sudah meminta anak buahnya mengevaluasi pos-pos anggaran yang janggal, termasuk pengadaan Lem Aibon dan Ballpoint, jauh hari sebelum masalah itu disorot.

"Sebenarnya itu yang saya panggil [jajaran bawahan] dua minggu yang lalu, jadi cuma saya memang tidak mengumumkan karena memang itu untuk review internal," kata Anies pada Rabu sore.

Menurut Anies, ada kelemahan pada sistem e-budgeting sehingga pos-pos anggaran yang bermasalah baru bisa ditemukan setelah diperiksa secara manual.

"Ada problem sistem, sistemnya digital tapi tidak smart. Kalau smart system, dia bisa melakukan pengecekan, dia bisa melakukan verifikasi, dia bisa menguji. Nah, ini sistemnya digital tapi sistemnya masih manual," ujar dia.

Anies berdalih sistem e-budgeting seperti itu merupakan warisan pemerintahan era sebelum dirinya. Akibatnya, kata dia, masalah serupa kerap muncul hampir setiap tahun hingga kini.

"Tidak mungkin beli Aibon Rp82 miliar. Saya tuh menemukan beli rotring [ballpoint] Rp53 miliar. Kemudian ATK sampai Rp1,6 triliun. Jadi, itu sudah kita temukan, itu akan dikoreksi. Dan ini salahnya sistem karena [masih] mengandalkan manusia," ujar Anies.

Oleh karena itu, Anies berencana memperbaiki sistem e-budgeting agar perencanaan pos-pos anggaran yang tidak logis bisa dihapus secara otomatis.

Sebaliknya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mendesak Anies mencopot bawahannya di SKPD yang tidak becus menganggarkan kebutuhan bidang masing-masing.

"Kayak masalah aibon-lah, terus masalah influencer. Kalau SKPD-nya enggak mampu, ganti orangnya," kata dia.

Baca juga artikel terkait APBD DKI 2020 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Politik
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH