tirto.id - Acara musik Djakarta Warehouse Project (DWP) tak lagi diselenggarakan di Jakarta pada tahun ini. Ismaya Live selaku penyelenggara bakal menggelar acara di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Culture Park, Bali, Desember mendatang.
Berpindahnya lokasi perhelatan DWP cukup menarik perhatian lantaran acara tersebut sempat ditolak oleh sejumlah ormas di Jakarta.
Tahun lalu, sekelompok orang yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Peduli Bangsa menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatalkan DWP 2017. Alasannya, acara tersebut dianggap lebih besar kerugiannya, dapat merusak moral bangsa, menjadi tempat prostitusi sekaligus ajang peredaran narkotika.
Meski demikian, acara tersebut tetap berjalan, bahkan Sandiaga Salahuddin Uno yang ketika itu menjabat sebagai wakil gubernur menganggap acara ini dapat mendatangkan manfaat ekonomi yang lumayan besar.
Sandiaga ketika itu merujuk data penyelenggaraan DWP pada 2016 yang disebut sukses mengumpulkan 90 ribu pengunjung dengan 30 persen di antaranya adalah orang asing. Angka tersebut meningkat berkali-kali lipat dibanding saat DWP pertama pada 2008 yang hanya 5.000 orang.
Lantaran itulah, kata Sandi, DWP perlu didukung karena dapat mendorong perekonomian dan dapat menciptakan lapangan kerja. "Akar rumput bergerak, itu yang kami inginkan ke depan," kata Sandiaga.
Lantas mengapa acara yang dianggap dapat memberi dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat itu hengkang dari Jakarta? Berapa pula kerugiannya?
Public Relation & Media Relationship Ismaya Live Kevin Wiryananda mengatakan penyelenggaraan DWP 2019 di Bali bukan karena larangan dari Pemprov DKI. Ia menyampaikan bahwa pemindahan tersebut telah lama direncanakan lantaran tahun ini merupakan 'edisi spesial.'
"Ini merupakan edisi kami yang ke-10. Kami ingin DWP kali ini lebih istimewa dibanding edisi-edisi sebelumnya," katanya, singkat.
Meski begitu Kevin enggan berkomentar lebih jauh soal penolakan ormas. Ia memilih tak mau menjawab pertanyaan tersebut.
Sementara PLT Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta Asiantoro tak ambil pusing soal berpindahnya lokasi DWP. Menurutnya, pendapatan yang diperoleh dari "hari raya partygoes Jakarta dan Asia" itu tak seberapa dibanding pendapatan dari sektor pariwisata dan hiburan lain.
"Kan masih banyak pendapatan dari sektor lain. Jadi enggak masalah," kata Asiantoro di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (20/6/2018).
Kendati demikian ia enggan menyebutkan berapa potensi ekonomi yang hilang dari absennya DWP tahun ini. Yang jelas, kata dia, efek ekonomi yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.
"Keuntungan ada [dari DWP], tapi kan ada penggantinya. Contoh kegiatan 'Mamma Mia' di Taman Ismail Marzuki. Banyaklah keluar masuk acara tapi kan tidak berpengaruh banget," tuturnya.
Di luar hal yang disampaikan, ia meyakinkan bahwa Pemprov tak pernah melarang atau mempersulit penyelenggaraan DWP ke-10 tersebut. Ia juga menegaskan bahwa Pemprov tidak diintervensi oleh kelompok penolak DWP tahun lalu.
"Itu kan terserah penyelenggara DWP. Mungkin pindah ke Bali ada hitung-hitungan bisnisnya juga. Yang jelas, kan, dia enggak mengajukan kepada kami. Ya enggak kami urus," imbuhnya.
Nicky Wiloando, salah satu pengunjung tahun lalu, mengaku agak kecewa jika DWP dipindah ke Bali.
"Sayang saja. DWP itu kan sudah identik sama Jakarta. Dan itu cara mengapresiasi kreativitas juga. Apalagi pemasukan buat DKI, kan, lumayan besar," tuturnya.
"Padahal acaranya juga gak rusuh. Tidak merugikan dan mengganggu orang lain juga, kan," tambah karyawan swasta di Jakarta tersebut.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino