Menuju konten utama

Massa Penolak DWP Nyatakan akan Menerobos Masuk ke Ji-Expo

Massa yang berjumlah 50-100 orang itu akan menerobos masuk ke Ji-Expo dan menghentikan acara.

Massa Penolak DWP Nyatakan akan Menerobos Masuk ke Ji-Expo
Ilustrasi electronic dance music (EDM). Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dewan Penasihat organisasi masyarakat Bang Japar (Kebangkitan Jawara dan Pengacara) Komando Kecamatan Kemayoran, Suhadi menyatakan ada 50-100 orang yang akan menghentikan Djakarta Warehouse Project (DWP), bahkan mereka akan masuk ke dalam area acara.

Festival dance music terbesar di Asia Tenggara ini digelar mulai Jumat (15/12/2017) hingga Sabtu (16/12/2017) di JI-Expo Kemayoran, Jakarta Pusat. Tahun ini, DWP sudah memasuki penyelenggaraan ke-9. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, DWP akan menghadirkan puluhan Disc Jockey (DJ) mancanegara maupun lokal.

Massa yang akan berusaha menghentikan festival ini, dikatakan Suhadi, memang tidak begitu banyak. Namun ia merasa tidak memerlukan banyak orang untuk menghentikan konser yang digagas oleh Ismaya tersebut. Demo penolakan ini akan dimulai sejak salat zuhur selesai sampai waktu yang tidak ditentukan.

“Masyarakat enggak banyak, tapi kami hanya cari yang berani. Karena kami target masuk ke dalam bikin ramai,” katanya saat dihubungi Tirto, Jumat (15/12/2017).

Menurut Suhadi, massa yang terdiri dari gabungan dari berbagai organisasi masyarakat seperti Muslim Kemayoran Bersatu, Front Pembela Islam (FPI), Majelis Taklim Kemayoran, Garda Forum Betawi Rempug, dan Ikatan Besar Keluarga Madura Ketapang, tidak akan gentar meski acara tersebut dijaga ketat polisi.

Mereka berencana menerobos masuk dan melakukan pembuktian bahwa ada kegiatan pelanggaran hukum yang terjadi.

“Itu sebuah konsekuensi,” katanya lagi ketika ditanya soal kemungkinan bentrok dengan polisi ataupun membuat pengunjung terancam.

Tuntutan Suhadi yang tergabung dalam ormas Bang Japar dan kawan-kawannya tersebut tidak berubah. Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta yang beragama Islam harus bisa menghentikan atau mencabut izin DWP, sehingga polisi tidak bisa mengamankan acara dan Suhadi beserta ormas lain bisa menghentikan acara tersebut.

Suhadi menyatakan bahwa beberapa pelanggaran ia temukan dari DWP selama ini. Meski belum ada bukti, ia menduga ada indikasi penggunaan narkoba dalam acara tersebut.

Dalam skala kecil, menurutnya penggunaan narkoba saat DWP, sama halnya seperti saat di diskotek, orang-orang harus menggunakan narkoba agar telinga mereka tidak rusak mendengar musik yang sedemikian kerasnya.

“Gimana ini dengan kekuatan yang di luar dengan jumlah massa yang lebih banyak, 90 ribu lebih, enggak pakai narkoba. Mungkin enggak?” tandasnya.

Tudingan Suhadi berikutnya adalah setiap pembeli yang mendapat tiket DWP akan dibagikan 2 kondom di lokasi. Ia menyatakan bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan gelaran musik jenis electronic dancemusic (EDM).

“Seharusnya kalau memang polisi itu jadi sudah ada laporan indikasi, terindikasi, terduga, diduga lanjutkan penyelidikan dan dicek. Dia kan punya alat macam-macam,” katanya kemudian.

Ia lantas menyatakan bahwa keterangannya didasarkan pada kesaksian warga sekitar Kemayoran yang pernah bekerja sebagai tukang sapu atau tukang parkir di acara tersebut. “Nah, itu banyak kondom-kondom berserakan atau bekas-bekas narkoba. Jadi seharusnya polisi tahu keadaan di sana,” katanya lagi.

“Kok polisi ikut mengamankan pengguna narkoba, gimana sih,” lanjutnya.

Sedangkan menurut salah satu mahasiswi yang menjadi pengunjung DWP 2016 lalu, Tiara Aprillia, pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak keamanan DWP sangat ketat. Berdasarkan pengamatannya, tidak ada transaksi jual beli narkoba yang terjadi di dalam acara DWP. Sedangkan untuk minuman beralkohol memang diperbolehkan, tetapi semuanya bukan minuman keras oplosan.

“Orang mikir DWP itu kayak narkoba, mabuk-mabukan, dan lain-lain yang enggak benar, tapi kemarin DWP itu benar-benar kaya festival musik, tapi genrenya EDM jadi mungkin orang berpikiran sempit, mikirnya itu klub hura-hura gitu,” katanya.

Terkait soal kondom, Tiara yang datang bersama 7 kawannya itu tidak mendapati ada yang dibagikan secara gratis. Ia mengakui bahwa ada tempat penjualan kondom di acara tersebut, “tapi enggak sampai dibagiin kondom juga,” katanya.

“[DWP] 2016 benar-benar enggak lihat ada kondom berserakan,” katanya lagi.

Untuk pengamanan DWP 2017, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Roma Hutajulu mengatakan tidak ada pengamanan khusus yang disiapkan oleh pihak aparat.

Menurut pantauannya, kondisi di JI-Expo Kemayoran cenderung aman dan terkendali. Ia juga tidak menemukan adanya laporan terkait bentrokan antara massa penolak DWP dengan polisi. Sejauh ini, pasukan anti huru hara polisi Brimob pun tidak disiapkan secara khusus.

Roma mengatakan bahwa setiap harinya, kepolisian rutin mengamankan titik-titik tertentu yang dianggap krusial, seperti Istana Negara, DPR, dan sebagainya. Untuk JI-Expo sendiri, ia mengatakan sudah menyiapkan dua kompi pasukan polisi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Ya kami siapkan dua kompi, itu kan satu kompi 100, jadi sekitar 200 orang,” katanya saat dihubungi Tirto, Jumat (15/12/2017).

Baca juga artikel terkait DWP 2017 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra