tirto.id - DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Selanjutnya, para legislator akan merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana amanat Mahkamah Konstitusi (MK).
UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK sehingga harus direvisi. Namun DPR masih menunggu Surat Presiden (Surpres) untuk memperbaiki beleid yang penuh kontroversial itu.
"Ya kita akan tunggu Surat Presiden (surpres) dari presiden. Kemudian sesuai dengan mekanisme di DPR akan kita teruskan untuk dilaksanakan sesuai dengan mekanismenya," kata Ketua DPR Puan Maharani dilansir dari Antara, Kamis (25/5/2022).
Ia mengatakan revisi UU PPP dilakukan karena pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan belum mengatur mengenai metode Omnibus Law.
"Tadi disampaikan pandangan dari pemerintah yang menyatakan bahwa ke depan bagaimana pembahasan UU PPP ini bisa langsung dilaksanakan dengan menghormati keputusan MK sehingga nanti pelaksanaannya agar bisa berjalan dengan baik di lapangan dan sesuai aturan yang ada," ucap Puan.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menilai revisi UU PPP hanyalah akal-akalan untuk melegalkan Omnibus Law. Oleh karena itu, begitu UU PPP disahkan, pihaknya dan serikat buruh akan segera menggugat beleid itu ke Mahkamah Konstitusi agar dibatalkan.
“Buruh akan mengkampanyekan agar tidak memilih partai yang menyetujui UU PPP dan menyetujui pembahasan ulang UU Cipta Kerja,” tegas Said Iqbal 29 April 2022 lalu.