tirto.id -
Pelaksanaan Rapat Paripurna tersebut disepakati dalam Rapat Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI antara Pimpinan DPR dengan Pimpinan Fraksi pada Kamis (24/5/2018). Proses pengambilan keputusan Tingkat II terhadap RUU Terorisme tersebut dilakukan setelah Rapat Pleno Panitia Khusus revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme pada Kamis (24/5/2018) malam menyetujui pengesahan RUU tersebut menjadi UU.
"Apakah dapat disetujui RUU perubahan UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dibawa pada pembicaraan Tingkat II untuk segera disahkan," kata Ketua Pansus Terorisme M. Syafii dalam Rapat Kerja dengan Menkumham, Panglima TNI, Polri dan BNPT, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/5/2018) malam dilansir Antara.
Setelah itu seluruh anggota Pansus menyatakan setuju RUU perubahan atas UU nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk diambil keputusan.
M. Syafii mengatakan selama pembahasan RUU tersebut, Pansus membangun suasana tanpa faksi sehingga memasukkan norma baru ataupun mengubah norma yang ada dilakukan tanpa pemungutan suara namun diambil dengan aklamasi.
Sebelum Pimpinan Pansus mengambil keputusan, 10 fraksi memberikan pandangannya masing-masing mengenai isi RUU tersebut.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengenai definisi terorisme karena selama pembahasannya masih ada dua fraksi yang tidak sepakat adanya frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan yaitu Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi PKB.
Namun dalam pandangan fraksi di dalam Rapat Pleno Pansus tersebut, kedua fraksi tersebut menyatakan mendukung definisi terorisme alternatif kedua yang dirumuskan Pansus bersama pemerintah.
Definisi alternatif II itu menyebutkan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror, atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani