Menuju konten utama

Ahli Hukum: RUU Terorisme Harus Kedepankan HAM dalam Penindakan

Pandangan mengesampingkan HAM dinilai kurang tepat dalam pemberantasan teroris.

Ahli Hukum: RUU Terorisme Harus Kedepankan HAM dalam Penindakan
Anggota Tim 13 Komnas HAM Busyro Muqoddas (tengah) berbincang dengan Ketua Pansus Revisi Undang-undang (RUU) Terorisme Muhammad Syafi'i (kiri) dan anggota Pansus RUU Terorisme Yulian Gunhar (kanan) disela-sela rapat tertutup Panitia Kerja Pansus RUU Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Pengajar hukum pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Miko Ginting beranggapan, Revisi UU Tindak Pidana Terorisme harus mengedepankan hak asasi manusia (HAM) dan akuntabilitas dalam proses penindakan teroris.

"Pendekatan keamanan saja tidak boleh dan tidak cukup sebagai pertimbangan dalam revisi UU Terorisme. Perlu dilengkapi dengan pendekatan akuntabilitas dan HAM," kata Miko kepada Tirto, Senin (21/5/2018).

Menurut Miko, pandangan mengesampingkan HAM kurang tepat dalam pemberantasan teroris. Hal itu merespons pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menyebut HAM harus dikesampingkan dalam penanganan teroris.

Miko menerangkan, legitimasi penindakan terorisme adalah pemenuhan HAM kepada warga negara, yaitu hak atas rasa aman. Oleh karena itu, negara harus memberikan pemenuhan hak korban terorisme terkait kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi itu karena HAM.

"Saya kira kita tidak boleh fatalis," kata Miko.

Miko menuturkan, penerapan akuntabilitas bisa dilakukan dengan sejumlah cara. Pertama, pemerintah bisa membuat parameter dalam proses penangkapan.

Menurut Miko, pemerintah harus memasukkan aturan bahwa para pelaku teror yang ditangkap harus segera diperiksa dan ditentukan statusnya dan sesegera mungkin dilimpahkan ke pengadilan.

Contoh lain adalah proses pelumpuhan pelaku teror. Aparat penegak hukum harus mengumumkan kepada publik alasan pelumpuhan terhadap terduga maupun pelaku teror.

"Setiap kali ada penanganan, setelahnya institusi penindak harus melaporkan secara terbuka. Supaya bisa dievaluasi dan disempurnakan,"kata Miko.

Ia melanjutkan, Indonesia sudah mempunyai komitmen untuk memerangi teror sejak lama. Hal itu terlihat dari terbitnya sejumlah regulasi penanganan terorisme seperti KUHP, UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan UU Pemberantasan Pendanaan Terorisme.

Wacana revisi UU Terorisme pun sudah muncul usai insiden bom Thamrin tahun 2016. Namun, hingga saat ini, undang-undang tersebut masih belum selesai. Di momen ini, Miko berharap pemerintah memasukkan poin akuntabilitas dan HAM agar penanganan teroris berjalan efektif.

Baca juga artikel terkait REVISI UU TERORISME atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dipna Videlia Putsanra