Menuju konten utama

Dokter Forensik Yakin Rusaknya Jaringan Otak, Penyebab Kematian Eko

Korban mati karena rusaknya jaringan otak," kata dokter forensik.

Dokter Forensik Yakin Rusaknya Jaringan Otak, Penyebab Kematian Eko
Dokter forensik Hari Wujoso (tengah) berjalan meninggalkan ruang sidang Pengadilan Negeri Surakarta setelah memberikan kesaksian, Kamis (22/11/2018). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli dari dokter forensik Universitas Sebelas Maret, Hari Wujoso dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan dengan terdakwa Iwan Adranacus.

Dalam sidang itu, dokter forensik Hari Wujoso menyatakan, korban Eko Prasetio meninggal karena rusaknya jaringan otak akibat benturan benda tumpul. Hari merupakan orang yang melakukan autopsi jenazah korban Eko Prasetio setelah ditabrak oleh Iwan Adranacus.

Dengan yakin ia menjawab pertanyaan hakim, JPU dan tim pengacara terkait penyebab kematian Eko. "Korban mati karena rusaknya jaringan otak," katanya kepada hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (22/11/2018).

Hari yang juga berdinas di Rumah Sakit Daerah Moewardi ini mengaku menemukan sejumlah luka terutama luka di kepala Eko.

Dia menyebut perubahan bentuk kepala korban tidak ekstrem. Hanya saja ia melihat terdapat memar-memar dan kulit terbuka karena luka di sejumlah bagian.

Selain itu, di bagian kepala Eko, Hari menemukan adanya derik-bunyi tulang- ketika tulang kepala diraba. Setelah kulit kepala dibuka, didapati tulang bagian kanan remuk menjadi beberapa bagian. Di tulang yang remuk itu jugalah Hari menemukan sejumlah jaringan otak yang tercecer.

Meskipun melakukan pemeriksaan di bagian tubuh lain seperti jantung yang belakangan ia pastikan dalam kondisi baik, Hari memastikan penyebab fatal kematian korban adalah rusaknya jaringan otak. Tercecernya jaringan otak dipastikan membuat otak tidak lagi berfungsi dan hal itu membuat seseorang meninggal.

"Kalau otak pecah tidak bisa diperbaiki [...] Dengan rusaknya itu, tidak berfungsi dan mati," ujarnya.

Hari mengaku tidak dapat mengatahui secara pasti peristiwa apa yang menyebabkan kepala korban remuk. Namun, menurut analisanya, kepala korban mengalami benturan dengan benda tumpul.

Dalam persidangan sebelumnya yang juga dipimpin ketua majelis hakim Krosbin Lumban Gaol dan hakim anggota, Sri Widiastuti serta Endang Makmum, saksi ahli forensik dari tim pengacara Iwan menyebut perlu adanya pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian seseorang.

Namun, Hari mengatakan dirinya tidak lagi memerlukan pemeriksaan penunjang karena sudah jelas bahwa penyebab fatal kematian korban adalah karena rusaknya jaringan otak.

Sementara itu, Joko Haryadi salah satu pengacara Iwan menyebut, ada kejanggalan dalam pemeriksaan tersebut. Pasalnya, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

"Sehingga tidak mengetahui latar belakang mengenai meninggalnya itu sebelum atau sesudah [kejadian]," kata Joko.

Dalam kasus ini, Iwan Adranacus diduga melakukan pembunuhan terhadap Eko Prasetyo pada Agustus 2018 lalu. Iwan, yang mengendarai mobil Mercedes-Benz saat kejadian, diduga sengaja menabrak motor yang dikendarai Eko.

Eko terjatuh dan dinyatakan meninggal di lokasi kecelakaan yang berada tepat di samping Polres Surakarta. Dugaan pembunuhan mencuat sebab sebelum kecelakaan, Eko dan Iwan sempat terlibat cekcok di lampu merah karena mobil yang dikendarai Iwan menghalangi jalan Eko.

Cekcok itu berujung kejar-kejaran antara Iwan dan Eko hingga keduanya bertemu di Jalan KS Tubun, samping Polres Surakarta tempat Iwan menabrak Eko dari belakang.

Iwan Adranacus didakwa melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, subsidair Pasal 351 ayat (3) KUHP, tentang penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia atau kedua Pasal 311 ayat (5) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.

Pada pasal yang disangkakan perkara Iwan tersebut, ancaman hukuman maksimal 15 tahun untuk Pasal 338 KUHP, dan atau maksimal tujuh tahun penjara Pasal 351 KUHP, dam maksimal 12 tahun penjara untuk Pasal 311 ayat (5) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009.

Baca juga artikel terkait KASUS PEMBUNUHAN DI SOLO atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Alexander Haryanto