tirto.id - Persidangan kasus pembunuhan terhadap Eko Prasetio berjalan dengan agenda pemeriksaan terdakwa Iwan Adranacus pada Kamis (29/11/2018). Dalam pemeriksaan tersebut, Iwan mengaku pertama kali emosi saat dibilang kambing oleh korban.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Krosbin Lumban Gaol dan hakim anggota, Sri Widiastuti serta Endang Makmum, terdakwa menjelaskan mengenai asal mula peristiwa penabrakan yang mengakibatkan korban Eko Prasetio meninggal dunia.
Di depan majelis hakim, Iwan mengatakan tidak pernah mengenal korban sebelumnya. Pertama kali bertemu dengan korban adalah ketika berpapasan di perempatan Jalan RM Said. Saat berhenti di lampu APILL itulah, terdakwa mulai berkonfrontasi dengan korban.
Menurut terdakwa, saat itu ia mengendarai mobil yang berada di kiri jalan. Di perempatan itu ada rambu kiri jalan terus, tetapi karena ada mobil yang berhenti di depannya, maka terdakwa terpaksa harus berhenti.
Saat itulah, menurut terdakwa, korban tiba-tiba marah kepadanya. "Tiba-tiba kaca kami diketok setelah kami merasakan ada [bunyi] 'bug' dari bagian belakang mobil [...] Kaca bagian kanan depan di bagian sopir. Korban kelihatan marah, sorot matanya tajam seperti memarahi kami," kata Iwan.
Setelah membuka kaca pintu mobil, Iwan mendengar korban mengatakan sesuatu kepadanya. "Ini lebaran, kambing," kata Iwan menirukan korban. "Ngomongnya cepat sekali. Terus saya jawab 'saya bukan kambing'," katanya.
Setelah itu, tiga orang rekan Iwan yang ada di dalam mobil keluar menghampiri dan menghalau korban. Namun, korban kemudian mengacungkan jari tengah ke arah Iwan.
Lantaran lampu sudah mulai hijau, kata Iwan, maka kendaraan yang mengantre di belakang mereka terus menyalakan klakson. Hal itu sempat membuat membuat korban yang mengendarai motor Honda Beat dan terdakwa yang mengendarai mobil Mercedes Benz pergi dan berpisah.
Iwan mengaku mengabaikan peristiwa itu kendati salah seorang rekannya sempat menunjukkan keberadaan korban. Namun, saat tiba depan rumah Iwan, korban kembali datang dan menendang bagian belakang mobil.
Terdakwa pun kembali tersulut emosi. Tiga orang rekan Iwan yang hendak mampir ke rumah terdakwa dan akan diantar ke bandara itu turun dari mobil lalu mengejar korban. Sementara Iwan juga berusaha mencari korban dengan mengendarai mobilnya.
"Ada sopir [di rumah] nanti ke bandara saja," pesan Iwan kepada tiga orang rekannya sebelum pergi mencari korban.
Terdakwa akhirnya menemukan korban. Iwan mengaku mencari korban untuk minta klarifikasi. Saat bertemu di jalan itu, Iwan memberikan kode supaya ke pinggir agar korban berhenti, selain itu terdakwa pun berinisiatif untuk menghentikan mobilnya.
"Tapi belum sempat saya turun dan minta klarifikasi sudah ditabrak dari belakang. Saya rasa ditabrak karena benturannya keras," kata dia.
Setelah itu, terdakwa kembali mendekati korban dan menurunkan kaca jendela mobil sambil berkata agar menyelesaikan permasalahannya ke kantor polisi. Namun, menurut Iwan, korban malah marah dan mengancam.
"Kamu mati kamu, saya sudah catat plat nomor kamu. Saya lapor polisi mati kamu," kata Iwan menirukan ucapan korban.
Setelah dikata-katai, diacungi jari tengah, dan diancam, Iwan semakin merasa marah. "Yang saya rasakan campur aduk. Marah, bingung, penasaran dan merasa terancam," ujarnya.
Untuk itu, Iwan mengaku terus berupaya mendekati korban untuk diajak berkomunikasi sambil tetap mengendarai mobilnya. Hingga saat berada di Jalan KS Tubun dan berusaha mendekati korban, maka terjadi benturan. Mobil sebelah kiri Iwan mengenai bagian samping kanan motor korban.
Korban pun terjatuh dan meninggal seketika lantaran mengalami luka parah di bagian kepala. Tulang kepalanya remuk hingga membuat jaringan otaknya tercecer di sebagian tulang kepala.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Alexander Haryanto