tirto.id - Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin dari posisi sebelumnya menjadi Rp16.187 per dolar Amerika Serikat berdasarkan rujukan data dari Bloomberg. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyebut bahwa pelemahan itu turut dipengaruhi oleh arah kebijakan pemerintah saat ini.
Salah satu sentimen pelemahannya berhulu pada perubahan arah kebijakan moneter AS dan ketegangan geopolitik Timur Tengah dan Eropa. Hal itu membuat dinamika ekonomi keuangan global berubah dan tingkat ketidakpastian meningkat.
"Tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi AS mendorong penurunan Fed Funds Rate yang lebih kecil dan lama dari prakiraan atau higher for longer," ucap Ibrahim dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Kamis (25/4/2024).
Akibat foktor-faktor tersebut, investor global lebih memilih untuk memindahkan portofolionya ke aset yang lebih aman, khususnya ke dolar AS dan emas. Hal itu menyebabkan pelarian modal keluar dan kemudian melemahkan kurs rupiah.
"Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global," kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, Pemerintah Indonesia, melalui Bank Indonesia (BI), telah merespons sentimen tersebut dengan menaikkan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25 persen. Selain itu, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility menjadi sebesar 5,5 persen dan suku bunga lending facility di 7 persen.
Di samping itu, hasil riset dari LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menunjukkan bahwa pelemahan rupiah saat ini telah memunculkan kekhawatiran para pelaku pasar keuangan.
Di sisi domestik, inflasi Indonesia masih lebih tinggi dari ekspektasi. Tingkat inflasi diprediksikan masih akan terus meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang disebabkan oleh ketegangan di Timur Tengah.
Kenaikan harga minyak tersebut, menurut riset LPEM, turut menyebabkan inflasi pangan dan energi. Selain itu, imported inflation juga akan tetap tinggi. Jika hal itu terus terjadi, pelaku usaha domestik yang menggunakan bahan baku impor akan terpaksa untuk mengurangi produksi.
Dihubungi terpisah, pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, juga mengatakan hal senada. Dia menyebut pergerakan nilai rupiah terhadap dolar AS masih akan dipengaruhi faktor eksternal.
Dalam hal ini, langkah BI menaikkan suku bunga sebenarnya sudah cukup tepat untuk memberikan sentimen positif bagi rupiah. Namun, faktor eksternal masih lebih menentukan pergerakan rupiah.
Selain itu, sentimen terhadap pergerakan kurs juga bergantung pada situasi konflik Timur Tengah dan kawasan lain. Para pelaku pasar keuangan masih mewaspadai situasi tersebut sehingga mereka masih akan main aman dengan masuk ke aset-aset aman.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Fadrik Aziz Firdausi