Menuju konten utama

Di Hadapan NGO Uni Eropa, Pemerintah Tolak Diskriminasi Sawit

Pemerintah menilai kebijakan terkait deforestasi mengecilkan upaya Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan isu perubahan iklim.

Di Hadapan NGO Uni Eropa, Pemerintah Tolak Diskriminasi Sawit
Tiga ketum yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) sedang makan malam bersama di kediaman Airlangga Hartarto, Jalan Widya Candra, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/4/2024). (FOTO/Dok. Istimewa)

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan sejumlah perlawan terkait perlakuan diskriminatif Uni Eropa terhadap minyak sawit. Eropa sendiri diketahui mengeluarkan kebijakan terkait deforestasi, sehingga, membuat beberapa komoditas andalan dari Indonesia akan dilarang termasuk sawit.

"Kami menyampaikan concern dan ketidaksetujuan kami kepada Uni Eropa yang kembali mendiskriminasi komoditas ekspor unggulan, terutama kelapa sawit yang berdampak negatif pada industri, perdagangan, dan para petani kecil (smallholders) kelapa sawit, melalui kebijakan EU Deforestation-Free Regulation (EUDR),” tegas Airlangga dalam acara Luncheon Meeting yang diselenggarakan di Brussels, Belgia dikutip Rabu (31/5/2023).

Airlangga menilai kebijakan tersebut mengecilkan upaya Indonesia yang berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan biodiversity sesuai dengan kesepakatan, perjanjian dan konvensi multilateral seperti Paris Agreement dan UN 2030 SDG Agenda.

“Negara anggota CPOPC secara ketat sudah mengimplementasikan berbagai kebijakan di bidang konservasi hutan. Bahkan level deforestasi di Indonesia turun 75 persen pada periode 2019 – 2020. Indonesia juga sukses mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan menjadi 91,84 persen,” ungkap Airlangga.

Pada kesempatan yang sama, Indonesia kembali menyerukan agar kolaborasi antara negara anggota CPOPC dan saling pemahaman antara negara produsen dan konsumen untuk terus ditingkatkan.

“Pesan kami kepada Uni Eropa sudah sangat jelas, berikan kami pengakuan yang layak kami terima. Harapannya adalah kami bisa mendapatkan hasil yang konkret serta common and mutual understanding dalam pertemuan-pertemuan dengan pejabat terkait Komisi dan Parlemen Eropa sehingga kami dapat terus bergerak maju,” ujar Menko Airlangga.

Di lain sisi, situasi global yang penuh dengan ketidakpastian seperti saat ini, semua pihak perlu untuk bekerja serta bergerak selaras dan harmonis dalam mencapai tujuan bersama yaitu pemulihan ekonomi dan kesejahteraan.

“Peran industri sangat penting. Mari bersama mempromosikan palm oil secara positif yang sejalan dengan upaya dan komitmen yang telah dilakukan selama ini,” ujarnya.

Airlangga menambahkan bahwa standae national sustainability yang dimiliki Indonesia dan Malaysia melalui ISPO Dan MSPO perlu mendapatkan pengakuan. Sehingga seharusnya EUDR bisa memberi jalan kepada produk kelapa sawit yang sudah bersertifikat ISPO ataupun MSPO.

Pada sesi tanya jawab, juga diangkat beberapa fitur ketentuan EUDR antara lain yang menyangkut persyaratan Geolocation Data, labelling negara – negara menjadi high risk, standard dan low risk yang menjadi salah satu permasalahan bagi negara produsen minyak sawit seperti Indonesia dan Malaysia. Selama isu ini belum mencapai titik tengah yang dapat diterima kedua pihak, maka dipandang sulit untuk palm oil diterima di Uni Eropa.

Geolocation data ini terkait juga dengan privasi data. Sebab itu, berbagai ketentuan turunan EUDR perlu dibahas bersama dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait (policy maker, industri, smallholders dan civil society/NGOs) termasuk bersama Uni Eropa dengan membentuk platform multistakeholders agar dampak negatif EUDR dapat ditangani dan diminimalisir/dihilangkan.

Baca juga artikel terkait DEFORESTASI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin