tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, dan Presiden Joko Widodo secara bersamaan mendorong agar pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara terus berlanjut meski sudah berganti presiden. Hal itu terungkap saat sidang tahunan di Gedung DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Dalam pidato kenegaraan, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan, IKN tidak boleh berhenti setelah pergantian pemimpin usai Pemilu 2024. “Pembangunan IKN merupakan proyek jangka panjang,” kata pria yang karib disapa Bamsoet itu.
Bamsoet berharap pembangunan IKN Nusantara bisa menjadi katalis demi lompatan besar bagi Indonesia dalam sektor teknologi.
Demi memenuhi harapan tersebut, kata dia, pemerintah perlu membuat haluan negara dan peta jalan pembangunan sehingga Nusantara menjadi ibu kota dengan konsep smart green, blue city dan mampu menjadi penghubung dari semua daerah.
“Serta jalan pembangunan yang lebih menjamin kesinambungan pembangunan, tanpa bergantung pada momen elektoral lima tahunan,” kata Bamsoet.
Hal senada diungkapkan Ketua DPR RI, Puan Maharani. Ia menegaskan DPR mendukung pembangunan IKN Nusantara. Bagi DPR, kata dia, kehadiran IKN bisa menjadi simbol identitas bangsa dan menjadi acuan dunia.
“DPR RI telah memberikan dukungan untuk pembangunan ibu kota negara. Ibu kota negara Nusantara, diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, menjadi simbol identitas nasional, dan menjadi kota dunia ideal yang dapat menjadi acuan dunia,” kata Puan saat membacakan pidato sidang tahunan DPR-MPR 2022 di Gedung DPR-MPR.
Puan juga menyinggung bahwa IKN sudah diatur dalam undang-undang sebagaimana Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara. Ia pun menjamin pembangunan IKN akan sesuai peta jalan pembangunan Nusantara yang sudah direncanakan.
“Ibu kota negara telah menjadi amanat Undang Undang yang akan dilaksanakan sesuai dengan peta jalan serta pentahapan pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus ibu kota negara," kata Puan.
Puan pun mengatakan, perencanaan dan manajemen sumber daya yang baik tidak serta-merta membuat pembangunan IKN baik. Ia menilai, dukungan seluruh pemangku kepentingan dan seluruh anak bangsa penting agar selaras dalam memaknai ibu kota negara sebagai agenda bersama dalam membangun ekonomi Indonesia masa depan dan pemerataan pembangunan.
Di saat yang sama, Puan menyinggung soal urgensi landasan hukum dalam pembangunan nasional di masa depan. Ia menilai pembangunan tidak hanya fisik, tetapi juga karakter bangsa.
“Arah dan prioritas agenda-agenda pembangunan nasional ke depan membutuhkan landasan hukum yang memadai untuk dapat dilaksanakan oleh setiap pemerintahan, sehingga pembangunan fisik dan pembangunan karakter bangsa dapat berkesinambungan dalam mencapai tujuan nasional," kata Puan.
Puan menambahkan, “Kita perlu rembuk bersama, untuk menentukan ke mana arah pembangunan bangsa dan negara Indonesia ke depan yang dapat menjadi acuan seluruh pemangku kepentingan.”
Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa pembangunan IKN tidak boleh berhenti usai kepemimpinannya. “Pembangunan Ibu Kota Nusantara harus dijaga keberlanjutannya," kata Jokowi dalam pidatonya.
Jokowi menegaskan, IKN bukan bukan hanya untuk para ASN, tetapi juga para inovator dan para wirausahawan. Ia juga menegaskan, IKN tidak hanya kantor pemerintahan, tetapi juga motor penggerak ekonomi. Ia pun menyebut, "IKN bukan sebagai kota biasa, tetapi kota rimba dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan kelas dunia.”
Jokowi pun menjamin bahwa pembangunan IKN Nusantara akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), tetapi angka pembangunan IKN tetap mayoritas dari swasta.
“Kawasan inti pusat pemerintahan memang dibangun oleh APBN, tetapi selebihnya, 80% investasi swasta diundang untuk berpartisipasi," kata Jokowi.
Baik untuk Kebijakan Publik?
Pemerhati kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro menilai, pidato politik para petinggi lembaga negara tidak lepas dari minimnya dukungan publik pada proyek IKN.
Menurut dia, Jokowi bisa saja menggunakan panggung sidang tahunan untuk mencari dukungan, apalagi ia sempat bertemu para petinggi negara sebelum sidang tahunan sehingga mereka bersepakat untuk membahas isu IKN dalam sidang tahunan MPR.
“Jokowi berharap publik juga bisa memberikan dukungan sama melalui peran legislatif yang menjadi representasi suara rakyat,” kata Riko kepada reporter Tirto.
Riko mengakui kebijakan ibu kota baik, tetapi tidak sebaiknya langsung diterapkan. Dalam kacamata Riko, publik berpotensi tidak mendapatkan keuntungan, apalagi jika proses dilakukan atas kepentingan elite.
Menurut Riko, hal itu wajar karena Indonesia menggunakan prinsip demokrasi yang menitipkan suara berdasarkan pendekatan keterwakilan.
“Rakyat bisa kontrol optimal melalui jalur-jalur konstitusional. Jika memang dalam prosesnya bermasalah, bisa menghentikan melalui jalur hukum. Gugat prosesnya, bukan gugat kebijakannya," kata Riko.
Dalam proyek IKN, Ia melihat animo publik minim. “Dari sisi ini saja sudah terlihat lemahnya proyek IKN. Miskinnya dukungan publik selalu menjadi persoalan awal gagalnya program-program atau kebijakan pemerintah,” imbuhnya.
Riko menyarankan Jokowi agar terus membuka ruang dialog terhadap gagasan IKN sebelum proyek berjalan. Situasi saat ini yang mulai melompat pada praktik pembangunan IKN hingga menjadwalkan perpindahan bertahap memicu kecurigaan publik yang semakin besar.
“Satu sisi Jokowi ingin buktikan kalau IKN adalah program nasional. Tapi pada sisi lain Jokowi menyisipkan ambisi IKN sebagai legacy kepemimpinanya. Ini kan gak matching,” tuturnya.
Riko berharap Jokowi tidak terlalu memaksakan proyek IKN. Sebuah gagasan bagus tentang IKN tidak pantas dibayar dengan ambisi politik. Ibarat pencipta lagu sangat paham siapa sosok penyanyi yang pantas mendendangkan lagu ciptaannya.
“Jokowi sudah cukup sukses denga mendorong perpindahan ibu kota sampai pada tahap regulasi. Selanjutnya bangun komunikasi intensif, maka presiden lain akan melanjutkannya dengan lebih baik,” imbuhnya.
PPHN akan Membuat Presiden & Kepala Daerah Tak Lagi Punya Visi Misi
Sementara itu, pemerhati politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menyayangkan ketiga pimpinan itu justru menyinggung soal IKN. Kunto sudah menduga isu IKN akan dibahas bersamaan dengan wacana Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Kunto menilai, penerapan PPHN diikuti dengan pembahasan IKN tidak urgen.
“Ada masalah lain yang lebih urgen untuk diselesaikan daripada IKN dan butuh penanganan langsung oleh tiga pimpinan lembaga tertinggi negara itu, tapi justru yang dibahas adalah IKN," kata Kunto kepada reporter Tirto.
Kunto menilai, aksi legislatif dan eksekutif yang lebih memprioritaskan IKN menandakan para pemimpin tertinggi negara tidak mampu menentukan prioritas. Kunto yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Kedai Kopi itu khawatir, ketidakmampuan penentuan prioritas akan membahayakan nasib Indonesia dalam 25-30 tahun ke depan.
Di sisi lain, Kunto menilai, IKN tidak memiliki nilai positif bagi publik. Ia mengingatkan, IKN sudah diprotes banyak orang. Hal itu dapat dibuktikan dengan hasil riset Kedai Kopi bahwa sekitar 60 persen menolak keberadaan IKN.
“Kalau benefit bagi rakyat, ya saya tidak melihat benefit secara langsung bagi rakyat tentang PPHN ini, terutama soal IKN, karena bahkan IKN pun sudah diprotes oleh banyak orang kan?" kata Kunto.
Kunto menuturkan, aksi pemerintah yang tidak mendengar suara publik sudah melanggar prinsip demokrasi. Ia mengingatkan, sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia menggunakan prinsip representasi, sementara IKN ditolak publik. Di saat yang sama, legislatif dan eksekutif juga melanggar prinsip sistem politik dengan rencana PPHN.
“Jadi kalau saya melihat lebih banyak buruknya gitu PPHN ini, memaksakan PPHN itu juga dan yang saya garis bawahi dari ketiga komentar itu adalah tidak ada visi misi presiden lagi. Yang ada, ya PPHN. Lah terus kita milih berdasarkan apa dong kalau presiden enggak punya visi misi? Kemudian pemilih akan memilih berdasarkan apa?” kata dia.
Kunto beranggapan, keberadaan PPHN mematikan pendidikan politik Indonesia. Ia beranggapan ketiadaan visi misi para kepala daerah justru membawa politik Indonesia lebih buruk.
“Jadi kalau saya melihat bahwa ini akan menuju ke arah yang lebih buruk daripada baik gitu dan kita sebagai masyarakat sipil itu harus bersama-sama mengawasi ini," kata Kunto.
Lantas, kenapa para pimpinan lembaga negara kompak membahas IKN? Kunto tidak bisa menjawab pasti. Akan tetapi, ia menduga berkaitan dengan keinginan Jokowi meninggalkan legacy, sementara DPR-MPR butuh mantan Wali Kota Solo itu untuk keperluan Pemilu 2024.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz