Menuju konten utama

Detail Penembakan & Penyiksaan Adik Edo Kondologit di Polres Sorong

Riko tewas di sel setelah diserahkan keluarganya atas dugaan pembunuhan. Polisi bilang dia dianiaya tahanan lain. Kakaknya, Edo Kondologit, tak percaya.

Detail Penembakan & Penyiksaan Adik Edo Kondologit di Polres Sorong
Ilustrasi korban tewas. FOTO/iStockphoto

tirto.id - 27 Agustus subuh, George Karel Rumbino alias Riko, 19 tahun, pulang ke rumahnya dengan membawa dua botol minuman alkohol. Satu botol tandas. Rosita Urbinas atau Mama Ros, sang ibu, mengetahui hal tersebut dan marah. Ia tak suka anaknya mabuk-mabukan.

Riko keluar lagi dari rumah yang terletak di Pulau Doom, Papua Barat, dengan membawa duit Rp300 ribu. Sang ibu mengejarnya. Riko membuang dua botol Cap Tikus ke laut. Satu botol yang mengapung ditemukan ayah Riko.

Hari sudah pagi. Pada saat yang sama Polres Sorong Kota tengah menggelar olah tempat kejadian perkara pembunuhan seorang perempuan.

Ayah Riko, usai mengambil botol miras, menghampiri polisi dan meminta agar anaknya diperiksa atas kasus tersebut. Polisi menemukan ponsel serta pengisi daya korban pembunuhan di bawah kasur Riko. Sekira pukul 12.00, polisi membawa Riko ke mapolres untuk pemeriksaan lanjutan.

Sepanjang itu Mama Ros tak membela anaknya. Ia pun merelakan anaknya diproses hukum karena dia percaya dengan kepolisian dan sistem hukum Indonesia. Lagipula hubungannya dengan keluarga korban juga erat.

Mama Ros tak pernah menduga bahwa itulah terakhir kali ia melihat anaknya dalam keadaan bernyawa. Tujuh sampai delapan jam kemudian, keluarga mendapat kabar kalau Riko tewas dan sudah berada di rumah sakit.

Polisi mengatakan Riko tewas karena dianiaya oleh tahanan lain ketika di dalam sel. Esoknya polisi berencana mengembalikan jenazah ke rumah duka, namun pihak keluarga meminta dilaksanakan visum.

Semua kejadian tersebut diceritakan ulang kakak ipar Riko, Edo Kondologit, dikenal sebagai aktor dan penyanyi, kini menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kota Sorong, kepada reporter Tirto, Minggu (30/8/2020).

Kasus ini juga ramai diberitakan setelah video Edo emosi viral di media sosial. Salah satu akun yang mengunggah video ini adalalah @VeronicaKoman, dikenal sebagai advokat yang fokus mengampanyekan persoalan Papua, pada Minggu 30 Agustus kemarin.

Dalih Polisi

Kapolres Sorong Kota AKBP Ary Nyoto menyatakan Riko ditangkap atas dugaan tindak pidana kekerasan disertai pemerkosaan, dijerat dengan Pasal 339 juncto Pasal 365 juncto Pasal 285 ayat (3) KUHP.

Riko masuk ke rumah korban melalui jendela belakang. Ia mengambil ponsel korban. Ketika hendak menggaet televisi, korban memergokinya.

“Antara korban dan pelaku sempat saling dorong hingga akhirnya korban terjatuh, lalu dicekik pelaku menggunakan tali pada bagian leher hingga tewas. Kemudian tersangka satu kali memerkosa korban,” terang Ary dalam keterangan tertulis, Minggu (30/8/2020).

Polisi meringkusnya pada 27 Agustus pukul 23.00. Riko mencoba melarikan diri, katanya, kemudian menabrak pintu kaca sehingga kaki dan kepala luka. Petugas menuju Pelabuhan Doom. Riko duduk di bagian belakang mobil.

Sebelum Masjid Al Jihad, kata Ary, Riko berupaya mengambil senjata api milik petugas. Petugas melawan. Riko lalu ditembak di dalam mobil. “Tim mengambil tindakan tegas terukur terhadap tersangka, kemudian tersangka dibawa ke Rumah Sakit Sele Be Solu untuk mendapatkan pengobatan,” urai Ary.

Rampung pengobatan, mereka melanjutkan perjalanan ke mapolres. Tiba di markas, polisi menempatkan Riko di sebuah sel. Pemeriksaan lanjutan hendak digelar tapi Riko mengeluh pusing. Maka ia dikembalikan ke sel.

Ketika mendekam itulah seorang tahanan diduga menganiaya Riko. “[Petugas] piket melakukan pengecekan CCTV ruang tahanan dan ditemukan bahwa tahanan atas nama Cece menganiaya Riko berulang-ulang pada bagian dada dan wajah.”

Edo tak terima dengan penjelasan tersebut. “Dia masih terduga, belum tersangka apalagi bersalah. Proses hukum masih panjang. Ini cara-cara kampungan, biadab, yang tak boleh dipertahankan,” tutur Edo dengan nada lebih tinggi dibanding saat menceritakan kronologi kasus.

Edo menegaskan polisi ingin cuci tangan. Ia juga menegaskan sebaiknya polisi setop tipu-tipu sembari menceritakan versi lain dari kasus ini.

Menurutnya, dalam keadaan masih terduga, Riko sudah dipukuli sejak dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi juga dia digebuki. Di sana dia sempat lari dalam keadaan tangan masih diborgol karena tak kuat dianiaya. Ketika itu menurutnya polisi menembak dia, kaki kanan dan kiri.

Jadi versi Edo, Riko tidak ditembak ketika sedang dalam perjalanan dan karena berusaha merebut senjata.

Setelah itu Riko dibawa ke Rumah Sakit Mutiara, Sorong, kata Edo. Di sana proyektil peluru dikeluarkan. Setelahnya Riko kembali dibawa ke tahanan dan dipukuli kembali dalam keadaan belum makan sama sekali sampai meninggal.

Ia juga memperjelas kalau Riko tidak ditangkap polisi, tapi “mama serahkan dia ke polisi, supaya jelas agar mereka tak merekayasa berita.” “Mereka tak ada usaha. Mereka tinggal terima saja,” katanya menambahkan.

Kini keluarga menuntut pengungkapan perkara secara transparan. Mereka mau penganiaya Riko dan polisi yang bersalah dihukum setimpal.

Direktur Perkumpulan Advokat HAM Papua Gustaf Kawer mengatakan “ada salah prosedur dalam kasus ini,” yaitu digunakannya senjata api. Penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir menghentikan tindakan pelaku kejahatan dan itu harus memenuhi unsur ‘mengancam jiwa maupun menghadapi hal luar biasa.’

Oleh karena itu, selain penganiaya, polisi yang menyalahi aturan juga harus dihukum. “Harus ada kepedulian dari Kapolri dan Kapolda Papua Barat untuk memproses hukum pelaku secara pidana dan etik,” katanya kepada reporter Tirto.

Hal serupa dikatakan Emanuel Gobay, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua. “Harus diproses hingga ke pengadilan. Jangan hanya memeriksa kode etik saja sementara pelanggaran (pidana) tidak diproses,” katanya kepada reporter Tirto.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengklaim Kapolda Papua Barat telah membuat tim yang dipimpin oleh Direskrimum Polda Papua Barat dan Kabid Propam Polda Papua Barat guna menyelidiki dugaan kesalahan prosedur ini.

Baca juga artikel terkait PENGANIAYAAN POLISI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino