Menuju konten utama

Depresi Para Pemain Sepakbola

Penghasilan tinggi yang didapat para pesepakbola tidak dapat mencegah mereka dari gejala depresi.

Depresi Para Pemain Sepakbola
Ekspresi Luis Suarez setelah kekalahan Timnas Uruguay pada pertandingan babak 8 besar Piala Dunia 2018 antara Timnas Uruguay vs Timnas Perancis di Nizhny Novgorod Stadium, Nizhny Novgorod, Rusia, Jum'at (06/07/2018). AP Photo/Martin Meissner

tirto.id - “Kami semua syok. Kami semua kehilangan kata-kata.”

Kalimat tersebut diucapkan oleh Oliver Bierhoff, mantan pemain tim nasional Jerman yang kini menjabat sebagai direktur bisnis di timnasnya, usai mendengar kabar memilukan: Robert Enke bunuh diri pada tahun 2009.

Enke, kala itu berusia 32 tahun, adalah penjaga gawang Hannover 96 yang namanya cukup disegani di Jerman. Ia juga pernah memperkuat Benfica (1999–2002) dan Barcelona (2002–2004). Di timnas, ia membukukan delapan penampilan. Debutnya diawali saat Jerman dikalahkan Denmark 0-1 dalam laga persahabatan di Duisburg, 28 Maret 2007.

Kematian Enke sontak membuat dunia sepakbola berduka. Berbagai ucapan bela sungkawa pun dihaturkan. Pemain legendaris Der Panser, Franz Beckenbauer, mengatakan: "Saya merasa kehilangan dan duka tanpa akhir. Ketika Anda mendapatkan kabar seperti ini, semua masalah lain tampak tak berarti."

Theo Zwanziger, presiden Federasi Sepakbola Jerman kala itu, turut berduka: "Robert adalah pria luar biasa yang harus menghadapi beberapa pukulan takdir." Sementara Andreas Trautmann, juru bicara Carl Zeiss Jena, klub divisi tiga Jerman tempat Enke memulai karier, menyatakan kesedihannya: "Tidak ada kata-kata yang tepat untuk tragedi semacam itu. Kami terkejut dan duka kami bersama keluarga Robert."

Di halaman muka situsweb ofisial Hannover kala itu juga ditampilkan latar hitam dengan kalimat singkat sebagai tanda duka mendalam: "Wir trauern um Robert Enke.” “Kami berkabung untuk Robert Enke.”

Bekas rekan setim Enke di Benfica, yang juga merupakan eks penyerang inti timnas Portugal, Nuno Gomes, sempat pula memberikan ucapan duka:

"Sulit dipercaya jika dia telah meninggal. Ini adalah kerugian luar biasa bagi dunia sepakbola, kehilangan seorang pria dengan kualitas langka. Ini berita yang sangat menyedihkan. Saya ingat bagaimana dia masih bocah ketika datang ke sini. Tapi sejak hari pertama, dia berusaha keras untuk mempelajari bahasa kami dan berhasil melakukannya dengan sangat cepat. Dia adalah anak muda dengan keinginan besar untuk mencapai tujuannya. Seorang pria luar biasa."

“A man with a capital M,” ujar Gomes.

Saat jenazah Enke ditemukan, terdapat secarik surat permohonan maaf. Belakangan diketahui: Enke mengalami masalah depresi sejak 2003. Penyebab awalnya disinyalir lantaran ia kehilangan tempat utama di Barca. Depresinya makin parah ketika pada 2006 putri semata wayangnya yang bernama Lara, meninggal karena sakit jantung kronis.

Sejatinya Enke dan istrinya, Teresa, telah memutuskan untuk mengadopsi anak baru usai meninggalnya Lara. Tapi Enke ketakutan jika anak yang diberi nama Leila tersebut akan dikembalikan ke panti karena publik mengetahui ia mengidap depresi. Teresa memberi kesaksian:

"Saya telah mencoba untuk selalu ada buat dia dan mengatakan bahwa sepakbola bukanlah segalanya. Ada begitu banyak hal indah di dunia. Ini bukan sesuatu yang tak tertolong. Kami punya Lara, kami punya Leila. Saya selalu ingin membantunya melewati itu semua. Dia terjebak rasa takutnya sendiri. Dia takut kehilangan Leila.”

Perasaan takut itulah yang terus dipupuk Enke. Hingga pada 10 November 2009, ia memutuskan pergi ke sebuah perlintasan kereta api di Neustadt am Rübenberge dan menabrakkan dirinya ke kereta yang tengah melaju kencang.

Masalah Kesehatan Mental di Lapangan Hijau

Pada Februari 2018 lalu, Angel di Maria, mengeluarkan pernyataan bahwa meme-meme yang mengejek para pesepakbola membuatnya stres sehingga ia harus menemui psikolog untuk konsultasi.

"Beban yang kami terima dari bermain bola dan meme-meme yang mengejek para pemain di tim nasional (Argentina) itu sangat membuat kami tertekan. Hal itu juga membuat kami berpikir untuk pensiun. Keluarga kami juga menderita, mereka ingin kami tidak mempedulikan itu semua, tapi mereka juga kena imbasnya. Saya menemui psikolog untuk konsultasi mengenai hal ini. Mudah memang untuk menertawakan meme-meme itu dari balik layar komputer atau ponsel, tapi itu mengerikan,” ujarnya seperti dilansir Marca.

Dalam waktu yang tak jauh berbeda, Billy Kee, striker klub Inggris Accrington Stanley, juga mengungkapkan kepada BBC Sport bagaimana perjuangannya dalam mengatasi masalah kecemasan akut dan depresi yang begitu mempengaruhi tak hanya penampilannya saat merumput, tetapi juga hidupnya secara keseluruhan. Ia pun turut menceritakan bagaimana sikap klub dan pelatih saat menghadapi dirinya.

Accrington Stanley, seturut pengakuan Kee, membuat keputusan yang amat baik dalam menangani dirinya. Alih-alih bersikap tidak acuh atau malah melepaskan Kee ke bursa transfer, mereka memberikan Kee waktu istirahat cukup panjang untuk memulihkan diri sebelum dapat kembali ke tim. Ini jelas sebuah preseden yang bagus bagi sebuah klub kecil dalam menangani pemain yang memiliki masalah mental.

Masalah depresi dan kesehatan mental memang telah menjadi ancaman serius dalam dunia sepakbola. Baik pemain yang masih aktif maupun yang sudah pensiun pun turut menderita akibat hal ini. Riset yang dilakukan oleh asosiasi pesepakbola profesional, FIFPro, pada 2015 menunjukkan hal tersebut.

Dari 826 pesepakbola yang didata oleh FIFPro, sebanyak 38 persen pemain aktif dan 35 persen pemain non-aktif mengaku mengidap gejala kesehatan mental serius. Rata-rata dari mereka (masih dan pernah) berlaga di kancah teratas liga-liga top Eropa, serta ikut membela timnas masing-masing.

“Semoga apa yang kami lakukan dapat memberi perawatan dini terhadap para pemain yang mengalami penyakit mental. Banyak dari mereka yang masih berusaha keras untuk sembuh dan masih sulit dihadapi. Kami akan melakukannya bersama-sama, merencanakan beberapa hal agar mereka mulai dapat mengatasinya," kata Vincent Gouttabarge, kepala medis FIFPro pada BBC:

Gouttabarge juga menambahkan bahwa klub sebaiknya memberikan “edukasi yang baik kepada para pemain mengenai apa yang mesti mereka lakukan setelah tidak lagi bermain sepakbola.”

Beberapa tahun terakhir, jumlah pesepakbola yang mengalami depresi dan gangguan mental lainnya cenderung meningkat, terutama di kawasan Britania Raya. Hal ini diungkapkan oleh Michael Bennett dari Professional Footballers' Association (PFA), semacam serikat kerja bagi para pesepakbola profesional di wilayah Inggris dan Wales.

Tahun 2016, misalnya, terdapat 62 pemain yang masih aktif dan 98 mantan pemain berkonsultasi dan meminta dukungan dari departemen kesejahteraan pemain di PFA. “Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujar Bennett.

"Bagi saya, kunci untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat para pemain sadar bahwa ada tempat untuk mereka berkeluh kesah. Semakin mereka tersadarkan, maka layanan kami dapat digunakan oleh banyak pemain lain. Kami selalu meyakinkan mereka agar menceritakan saja apa yang mereka alami dan banyak pihak yang mendukung mereka,” lanjutnya.

Laporan The Guardian, 9 Oktober 2018, menunjukkan, jumlah kasus yang ditangani PFA memang meningkat menjadi 403 pada tahun 2017 dari tahun sebelumnya yang berada di angka 160 kasus. Sementara dalam enam bulan pertama pada tahun 2018, tercatat sudah 250 pemain yang ditangani PFA.

Pada Mei tahun 2017, pemain sayap Everton asal Inggris yang namanya cukup beken, Aaron Lennon, mengungkapkan bagaimana kondisi kejiwaannya bermasalah akibat depresi menahun yang ia alami. Sementara pada Juni 2018, hal yang sama juga sempat diceritakan Danny Rose, bek Tottenham Hotspur dan langganan skuat timnas Inggris.

“Tak ada yang tahu bahwa dalam masa-masa pengobatan tersebut, paman saya bunuh diri, dan tentu hal itu memicu depresi saya lebih hebat. Di luar lapangan, bulan Agustus tahun lalu, ada insiden lain di mana ibu saya mengalami pelecehan rasial saat pulang ke rumahnya di Doncaster. Dia sangat sedih dan marah karena hal itu. Lalu kemudian, ada seseorang yang datang ke rumah kami dan menembak saudara laki-laki saya di wajahnya. Itu masa-masa yang terlampau menyulitkan bagi saya. Sangat sulit rasanya untuk bangkit, sangat sulit. Kini saya sudah tidak lagi menjalani pengobatan. Semua sudah lumayan mendingan,” demikian ungkap Rose seperti dilansir Metro.

INFOGRAFIK PESEPAKBOLA DAN KESEHATAN MENTAL

Salah satu kisah memilukan lain mengenai gejala akut depresi juga pernah menimpa mantan pesepakbola ternama dan sempat melatih Wales, Gary Speed. Pemain yang memulai kariernya di Leeds United tersebut ditemukan tewas gantung diri oleh istrinya di garasi rumah mereka pada 27 November 2011.

Insiden tersebut amat mengejutkan dunia sepakbola karena sehari sebelumnya, Speed sempat menjadi bintang tamu program televisi BBC, Football Focus. Presenter acara tersebut, Dan Walker, juga bersaksi bahwa keadaan Speed saat itu baik-baik saja dan sama sekali tidak menunjukkan gejala depresi sedikit pun seperti murung atau semacamnya.

Dalam wawancaranya dengan BBC yang dilansir Wales Online, kakak perempuan Speed, Lesley Speed, pernah mengungkapkan mengapa adiknya tidak pernah terbuka mengenai masalah mental yang ia derita.

“Saya kira ini soal kepercayaan. Siapa yang bisa anda percaya? Bagaimana jika rahasia itu terbongkar? Semua itu terlihat seperti kelemahan. Depresi bukan sekadar bicara kepada keluarga, tapi tentang sesuatu yang tidak anda miliki jalan keluarnya. Menenangkan si penderita adalah hal umum yang biasa orang katakan.”

“Anda akan mendapat perawatan jika menderita suatu penyakit, tapi depresi membuat anda tak tahu apa yang harus dilakukan. Mungkin karena itulah ia merasa harus menutupi dan menyembunyikan perasaannya.”

Lesley dan keluarga mengaku menyesal karena harus berpisah dengan Speed melalui cara seperti itu. “Kami amat sedih tidak dapat menolongnya. Saya juga sangat amat menyesal karena tidak ada di sampingnya dan menanyakan ‘apakah semua baik-baik saja?’.”

“Hingga sekarang, ketika kami mengenang dirinya, kami tetap tidak percaya apa yang telah terjadi. Kami sangat merindukannya.”

======

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait DEPRESI atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Olahraga
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Nuran Wibisono