Menuju konten utama

Demo Gejayan Memanggil & Mosi Tidak Percaya Trending Topic Twitter

Gejayan Memanggil adalah demo yang dilaksanakan di Gejayan Jogja dengan beberapa tuntutan yang diajukan.

Demo Gejayan Memanggil & Mosi Tidak Percaya Trending Topic Twitter
Ribuan mahasiswa berkumpul di bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Mereka akan melakukan long march menuju Jalan Gejayan untuk melakukan aksi unjuk rasa, Senin (23/9/2019) tirto.id/Irwan Syambudi

tirto.id - Demo Gejayan Memanggil dan mosi tidak percaya menjadi trending topic di Twitter Indonesia pada Senin (23/9/2019). Hingga pukul 14.16 WIB ada 7.583 tweet soal Gejayan Memanggil dan 15.100 tweet dengan menggunakan hashtag #MosiTidakPercaya.

Dua tagar ini muncul karena demo Gejayan di Yogyakarta yang digagas Aliansi Rakyat Bergerak. Gejayan Memanggil adalah aksi untuk menunjukkan sikap aliansi terhadap peristiwa yang terjadi di Indonesia belakangan ini.

Beberapa tuntutan Aliansi Rakyat Bergerak berkaitan dengan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), UU KPK, kerusakan lingkungan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), dan penangkapan aktivis. Berikut ini tuntutan yang diajukan aliansi di demo Gejayan.

  1. Mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.
  2. Mendesak Pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
  3. Menuntut Negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.
  4. Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja.
  5. Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria.
  6. Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
  7. Mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.
Aliansi juga menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan elite politik karena ada beberapa undang-undang bermasalah, yaitu Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU KPK, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan.

"Undang-undang yang penting untuk segera disahkan, seperti RUU PKS, justru dikerjakan dengan lambat. Belum lagi permasalahan karhutla [kebakaran hutan dan lahan] dan kriminalisasi aktivis yang merupakan akumulasi dari ketidakmampuan elite-elite politik negeri ini dalam menyelesaikan masalah yang sudah berulang-ulang terjadi," tulis Aliansi.

Mosi tidak percaya itu muncul karena RKUHP yang dianggap mengebiri demokrasi. RKUHP dinilai membungkam demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Menurut Aliansi, salah satunya, melalui pasal yang bermasala itu adalah yang mengatur soal “Makar”.

"Pasal soal makar jelas berisiko menjadi pasal karet yang akan memberangus demokrasi. RKUHP menjelma pasal karet yang jelas bisa digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi seluruh masyarakat sipil. Dengan demikian, masyarakat telah kehilangan ruang aspirasi."

Selain RKUHP, Aliansi juga menyoroti soal posisi KPK yang diperlemah dengan UU KPK, kriminalisasi aktivis, isu lingkungan, pembakaran hutan, dan tambang, RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada rakyat, problem RUU Pertanahan, dan lambatnya pengesahan RUU PKS.

"Dengan demikian, untuk sebuah masalah yang merongrong banyak pihak, gerakan massa menjadi corong perlawanan. Dalam keadaan genting, aksi massa adalah jalan satu-satunya yang membentuk kesadaran waras rakyat untuk bergerak demi hak, keberpihakan kepada rakyat dan menyatakan mosi tidak percaya kepada DPR dan elite politik."

Massa aksi melakukan demo di Gejayan, lokasi tempat terjadinya Tragedi Gejayan pada 8 Mei 1998 saat terjadi aksi menuntut reformasi. Seorang mahasiswa bernama Moses Gatotkaca tewas di jalan tersebut. Nama Moses kemudian diabadikan menjadi nama jalan di sekitar lokasi kejadian.

Baca juga artikel terkait AKSI GEJAYAN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH