Menuju konten utama
Debat Pilpres 2019

Debat Tak Banyak Menolong Elektabilitas Sandiaga Uno

Elektabilitas Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf terpaut jauh. Debat cawapres kemarin tak bakal membantu banyak.

Debat Tak Banyak Menolong Elektabilitas Sandiaga Uno
Cawapres nomor urut 01 K.H. Ma'ruf Amin (kiri) berjabat tangan dengan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno (kanan) saat mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Dalam konteks pemilihan presiden, debat kandidat salah satunya berguna untuk meyakinkan mereka yang belum menentukan pilihan. Survei Indikator Politik Indonesia (PDF) tahun 2014 lalu menunjukkan itu.

Sebelum debat dilakukan, elektabilitas yang didapat Joko Widodo-Jusuf Kalla saat itu 47,6 persen, sementara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa 36,2 persen. Sedangkan yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab menyentuh angka 16,1 persen. Namun, sesudah debat, survei elektabilitas kedua pasangan itu naik.

Elektabilitas Jokowi-JK jadi 51,4 persen dan Prabowo-Hatta 40,9 persen. Ini karena yang tidak tahu/tidak jawab menurun drastis jadi 7,7 persen.

Hal serupa juga berlaku untuk debat calon wakil presiden yang diselenggarakan Minggu (17/3/2019) lalu. Tapi dalam debat--yang minim debat--tempo hari itu, diprediksi peringkat elektabilitas Prabowo, yang kini bersanding dengan Sandiaga Uno, dan Jokowi, yang sekarang didampingi Ma'ruf Amin, tak akan berubah drastis.

Sejauh ini beberapa survei menunjukkan Jokowi-Ma'ruf rata-rata meraih suara di atas 50 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga di angka 30 persen lebih. Dengan perolehan yang relatif jomplang itu, seperti dinyatakan Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, kemenangan Jokowi-Ma'ruf hampir bisa dipastikan.

Elektabilitas juga tak bakal banyak berubah dalam satu bulan mendatang. Kata dia, satu-satunya yang bisa membalik posisi itu adalah blunder dari Jokowi-Ma'ruf.

"Blunder terbesar itu misalnya politik uang," kata Ray dalam diskusi di Matraman, Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Peningkatan elektabilitas kubu paslon 02 itu juga tak bakal signifikan karena bagi Ray, pada debat kemarin, Sandiaga kurang menunjukkan performanya. Sandi, misalnya, terus-terusan mengulang pengalaman satu orang yang ia temui dalam kampanye untuk menjelaskan fenomena secara keseluruhan--melakukan generalisasi.

Dalam debat, untuk menunjukkan kegagalan BPJS, Sandi menyebut Ibu Lis dari Sragen yang menderita kanker dan obatnya tak ditanggung. Menurut Ray, masyarakat tidak akan menganggap satu kasus seperti itu mencerminkan keseluruhan kenyataan.

Hal ini juga dilakukan sandi ketika debat calon Wakil Gubernur dalam Pilkada Jakarta dua tahun lalu.

"Enggak ada sama sekali yang baru. Isunya isu lama, diucapkan dengan gaya lama, dan tidak menyerang sama sekali," kata Ray.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo juga mengatakan elektabilitas dua paslon tak bakal banyak berubah, tapi bukan karena faktor debat, melainkan penangkapan Ketua Umum PPP Romahurmuziy oleh KPK. PPP adalah salah satu partai pengusung Jokowi-Ma'ruf.

Karyono mengatakan penangkapan itu tak banyak pengaruhnya ke kubu Jokowi-Ma'ruf. Ia merujuk pada kasus hukum bekas Ketua Umum Golkar, Setya Novanto. Meski Novanto telah ditangkap, Golkar baik-baik saja dan suara Jokowi-Ma'ruf pun tetap stabil.

"Kecuali kasus korupsi yang terjadi berulang kali seperti pada tahun 2012 yang menimpa Partai Demokrat [...] Itu pengaruhnya bisa signifikan," tegasnya.

Dua Kubu Anggap Jagoannya Berhasil

Anggapan bahwa Sandi tak mampu memaksimalkan forum debat sempat dibantah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Wakil Ketua BPN Priyo Budi Santoso misalnya, mengatakan "Sandi menyihir publik" ketika meminta penonton mengeluarkan e-KTP dari dompet. Permintaan tersebut dilakukan Sandi untuk menjawab promosi tiga kartu baru--kartu kartu kuliah, sembako murah, dan pra-kerja--yang dilakukan Ma'ruf Amin saat debat.

Terkait Sandi yang sama sekali tak ofensif padahal itu mungkin bisa menambah nilai tambahnya dalam debat, Direktur Materi Debat BPN, Sudirman Said, bilang "pihak 02 memang tidak ada sama sekali niat menyerang."

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf juga tak mau kalah mengklaim. Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto misalnya, mengatakan jawaban-jawaban Ma'ruf lebih visioner dan konkret dalam menjawab masalah. Sementara jubir TKN Ace Hasan mengatakan Ma'ruf bahkan lebih "milenial" ketimbang Sandi.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAWAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino