Menuju konten utama

Dari Pengadaan Tertutup ke Dugaan Korupsi Chromebook Rp9,9 T

Kejagung selidiki dugaan korupsi Rp9,9 T pengadaan Chromebook di Kemendikbud. Proyek dinilai tertutup, mahal, dan tak efisien untuk daerah 3T.

Dari Pengadaan Tertutup ke Dugaan Korupsi Chromebook Rp9,9 T
Ilustrasi masyarakat menggunakan laptop. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/nz

tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sejumlah saksi terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun anggaran 2019-2022. Sampai Senin (2/6/2025), telah ada 28 orang yang diperiksa oleh Kejagung, namun belum ada yang ditetapkan untuk menjadi tersangka.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa tiga Staf Khusus eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim; Fiona Handayani (FH), Juris Stan (JS), dan Ibrahim Arief (IA).

"Akan didalami. Nah, apakah itu menjadi faktor penghubung misalnya yang bersangkutan dengan orang lain atau itu menjadi faktor kedekatan sehingga yang bersangkutan mendapat tugas ya sebagai stafsus tentu penyidik akan menggali itu, ya," kata Harli di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2025).

Harli menjelaskan Kejagung akan mempelajari apakah ada potensi korupsi dari suap dan mark up harga. Sebab, menurut penyidik penentuan harga untuk pengadaan Chromebook tidak sesuai spesifikasi.

Temuan Tim Penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) harga satuan laptop itu antara Rp5 juta - Rp7 juta per unit. Namun dalam penganggarannya ditemukan penggelembungan nilai mencapai Rp10 juta lebih per unit.

Harli menambahkan program digitalisasi pendidikan dari Kemendikbudristek, yang mencakup pembelian Chromebook tersebbut total mencapai Rp9,9 triliun. Sumber anggarannya berasal dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) Rp3,82 triliun, serta Rp6,39 triliun bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Yang disebut terakhirsemestinya menjadi pintu keuangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

"Karena sifatnya pengadaan, maka hal-hal itu juga akan digali dalam penyidikan ini, apakah ada dugaan suap atau mark up harga atau pengadaannya tidak sesuai mekanisme atau pengadaannya tidak sesuai spesifikasi," kata Harli, Senin (2/6/2025).

Harli mengakui, saat ini pengumpulan alat bukti terus dilakukan oleh tim penyidik. Dia menambahkan jika pemeriksaan saksi pun akan dilakukan untuk memperkuat bukti-bukti.

"Karena dari total anggaran ini sekitar Rp9,9 triliun –ini kan hampir Rp10 triliun, ini barangkali itu yang akan nanti didalami, dikaji, dilihat ke daerah mana saja," katanya.

Kami juga sempat mencoba mengonfirmasi Nadiem, melalui nomor pribadinya. Namun tidak ada respon hingga berita ini tayang.

Dugaan Korupsi Chromebook Berawal Dari Proses Penganggaran yang Tertutup

Kecurigaan akan potensi korupsi Chromebook telah muncul sejak awal oleh Komisi X DPR RI. Namun, Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amalia mengakui baru mengetahui pengadaan Chromebook di 2023 setelah selesai dibelanjakan. Dia beralasan hanya bisa menerima laporan dari Nadiem dan anak buahnya karena tak bisa mengintervensi proses penganggaran di pejabat tingkat III.

"Yang itu harusnya BPK, BPK yang melakukan pemeriksaan, jadi kalaupun kami melakukan pengawasan itu berbasis LHP dari BPK," kata Ledia saat dihubungi Tirto, Rabu (4/6/2025).

Ledia bersama anggota Komisi X lainnya mengkritik program kerja dari Nadiem karena dinilai tak efisien. Dalam kasus ini, pengadaan laptop Chromebook hanya bisa diakses di area yang memiliki sinyal baik.

Sementara menurutnya akses internet di luar Pulau Jawa yang masih tidak lancar, ditambah akses infrastruktur dan peralatan mengajar para guru yang masih belum memadai.

"Apa sih sebenarnya yang lebih tepat untuk sekolah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar)? Apakah harus dengan teknologi tinggi? Kalau tidak ter-support listrik (memadai), itu alat rusak. Kalau yang mati lampu –mati-nyala, mati-nyala– itu kan akhirnya rusak alat juga," kata dia.

Dibanding harus menganggarkan untuk suatu teknologi yang dinilai belum jelas manfaatnya, Ledia meminta Kementerian Pendidikan Dasar Menengah untuk lebih memprioritaskan renovasi sekolah. Dia meminta tidak perlu ada pemaksaan penggunakan teknologi jika kemampuan fiskal negara dan tenaga pengajar yang ada belum mumpuni.

"Jangan dipaksakan, jadi mana yang prioritas dulu, itu harus disiapin dulu," kata Ledia.

Senada, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraini juga punya kecurigaan serupa mengenai sejak awal proses penganggaran. Pihak ICW telah mengingatkan Kemendikbudristek kala itu untuk mengkaji ulang perihal pengadaan laptop yang bernilai triliunan.

Kecurigaan makin menjadi karena dalam proses penganggarannya, Kemendikbudristek juga tak mengunggah dokumen ke Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) milik LKPP.

"Dalam kajian kami di 2021 belum ditemukan dugaan korupsi Chromebook sih, mas. Tapi kami sudah mewanti-wanti dan meminta dikaji ulang," kata Dewi saat dihubungi Tirto, Rabu (4/6/2025).

Dewi menambahkan bahwa proses pengadaan Chromebook juga berpotensi digunakan sebagai ajang monopoli, karena dalam proses penunjukkan ada syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dinilai tidak jelas.

Berdasar dokumen 'Menyoal Pengadaan Perangkat TIK untuk Digitalisasi Pendidikan' yang ICW susun pada tahun 2021, untuk memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hanya ada enam perusahaan, yang memenuhi syarat untuk menjadi vendor yaitu:

  1. Acer Manufacturing Indonesia
  2. PT Evercoss Technology Indonesia
  3. PT Zyrexindo Mandiri Buana
  4. PT Tera Data Indonusa
  5. PT Supertone
  6. PT Bangga Teknologi Indonesia

Mereka juga membedah produk-produk yang memenuhi spesifikasi dari merek-merek tersebut. Terdapat 16 produk dengan rentang harga Rp5,9 juta-Rp8,4 juta. Semua produk itu juga mendapat keterangan, "Hanya berfungsi optimal apabila tersambung dengan jaringan internet".

ICW juga menduga ada konflik kepentingan dengan pejabat pemerintahan saat itu. Salah satu perusahaan yang memenuhi ketentuan, PT Zyrex, disebut-sebut terkait dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) saat itu, Luhut Binsar Panjaitan.

"Karena berpotensi tinggi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat bahkan terjadi monopoli, dan hal ini sangat gamblang terlihat. Kenapa begitu, karena spesifikasi laptop yang dipilih sudah dibatasi lewat TKDN dan (spesifikasi) Chromebook, yang mana kondisi ini hanya bisa dipenuhi oleh enam penyedia," kata Dewi.

HP Chromebook 14 (AMD)

HP Chromebook 14 (AMD). FOTO /store.hp.com

Tirto telah mengonfirmasi perihal kepemilikan saham mayoritas PT Zyrex kepada Juru Bicara Luhut Binsar Panjaitan, Jodi Mahardi. Kepada Tirto, Jodi menegaskan bahwa Luhut tidak memiliki kaitan atas kepemilikan saham atau keterkaitan proses pengadaan Chromebook oleh Kemendikbud.

"Saya tegaskan sekali lagi ya. Tidak ada sama sekali Pak Luhut di PT Zyrex. Tuduhan tidak berdasar ini pernah saya bantah secara tegas sebelumnya," kata Jodi, Rabu (4/6/2025).

Meski proses pengusutan baru dilakukan setelah empat tahun proses pengadaan berlalu, namun ICW masih mengapresiasi atas langkah Kejagung untuk menyidik dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Dewi meminta agar pengusutan kasus dilakukan secara transparan dan melibatkan semua pihak yang memiliki kaitan seperti Kementerian Keuangan.

"Informasi dari Kemenkeu untuk pencairan Dana Alokasi Khusus (DAK) kan juga bisa didalami, tapi mungkin kalau di awal masih berputar di sekitar Kemendikbud," kata Dewi.

UNBK GUNAKAN LAPTOP PINJAMAN

Sejumlah siswa menggunakan komputer jinjing (laptop) saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Madrasah Aliyah (MA) 1 Kota Gorontalo, Gorontalo, Selasa (11/4). Siswa menggunakan laptop pinjaman untuk mengikuti UNBK karena pihak sekolah kekurangan fasilitas komputer. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/aww/17.

Sementara Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, berharap Kejagung menelisik secara komprehensif atas potensi korupsi pengadaan Chromebook. Dia mengaku sempat mengingatkan Kemendikbudristek, saat proses penganggaran. Sebab menurut dia, selain karena nilainya yang fantastis, gawai tersebut juga tidak efisien saat digunakan.

"Biasanya kalau proyek besar dan menggunakan uang negara kita selalu mengingatkan potensi yang negatif mungkin terjadi," kata Heru, Rabu (4/6/2025).

Dia meminta agar Kejagung membongkar kasus ini dan menyelidiki perputaran uang tersebut hingga ujung. Heru mencurigai ada aliran dana dari duggan korupsi Chromebook yang digunakan untuk kepentingan pihak tertentu.

"Dan telusuri ke mana uang korupsi mengalir. Apakah untuk pribadi, biaya sumbangan kampanye atau apa? Ungkap secara jelas dan berikan hukuman yang tegas," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI LAPTOP CHROMEBOOK atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto