Menuju konten utama

Dana MBG dari Pusat, Pemda Ubah Prioritas Anggaran Daerah

Langkah pemda memindahkan anggaran bisa dilihat dari dua perspektif, di antaranya sebagai tata kelola fiskal dan pelindungan kesehatan anak.

Dana MBG dari Pusat, Pemda Ubah Prioritas Anggaran Daerah
Siswa menyantap makanan bergizi gratis (MBG) di SDN Kunciran 2, Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/8/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/nz

tirto.id - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, mengalihkan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) daerahnya untuk sektor lain. Dengan begitu, anggaran MBG kini diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Gunungkidul, Putro Sapto Wahyono, mengatakan, atas kebijakan pemerintah pusat, MBG tak jadi dibiayai Pemkab, yang sedianya dialokasikan sebesar Rp12 miliar.

Pagu anggaran yang sudah disiapkan di awal tahun itu akan dialihkan ke alokasi lain, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. "Memang sudah disiapkan, tapi berhubung tidak jadi, maka dialokasikan ke program lain," kata Putro, seperti dilaporkan Kompas, Selasa (16/9/2025).

Dia menjelaskan, pagu sebesar Rp12 miliar tersebut bakal digabungkan dengan hasil efisiensi dan sudah dipindahkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2025. Maka, total, jika digabungkan mencapai Rp16 miliar.

Nantinya, anggaran tersebut digunakan untuk pembiayaan urusan pendidikan sebesar Rp5,5 miliar, kesehatan Rp3 miliar, serta urusan infrastruktur dan sanitasi menyentuh Rp6,6 miliar, selain beberapa kegiatan lainnya. "Untuk kegiatan lain misalnya dipergunakan dalam rangka stabilisasi harga kebutuhan pokok," ujar Putro.

Ketua DPRD Gunungkidul, Endang Sri Sumiyartini, pun menyampaikan kalau APBD Perubahan 2025 sudah selesai dan ditetapkan menjadi peraturan daerah (perda) baru.

"Langsung dievaluasi oleh Gubernur DIY dan sudah ditindaklanjuti," ucap Endang.

Pemkab Gunung Kidul sebenarnya bukan satu-satunya pemda yang melakukan alih dana MBG di wilayahnya. Pemkab Kulonprogo, DIY, juga diketahui mengambil langkah selaras, sehingga sekitar Rp14 miliar lebih sudah direalokasi ke sektor lain, termasuk untuk mendanai program pembangunan yang mengalami efisiensi.

Masih di Provinsi DIY, alokasi anggaran MBG di Kabupaten Sleman sebesar Rp76,3 miliar pun digeser untuk program lain. Pergeseran tersebut ditetapkan dalam APBD Perubahan 2025. Kepala Bidang Anggaran, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sleman, Ibnu Pujarta, mengatakan angka tersebut digunakan untuk menjalankan program kebutuhan pelayanan publik hingga menutup defisit APBD Sleman.

“Di perjalanan MBG diambil pusat, (anggaran tersebut) kita manfaatkan untuk belanja. Termasuk untuk menutup defisit sebesar Rp32 miliar,” kata Ibnu menukil Kumparan, Kamis (18/9/2025).

Capaian realisasi program MBG di Jawa Timur

Siswa menyantap paket makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nurul Islam Klakah, Lumajang, Jawa Timur, Senin (15/9/2025). ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/sgd

Adapun anggaran lainnya dialokasikan berdasarkan program prioritas. Ada setidaknya 26 program yang mendapatkan suntikan dana dari pergeseran alokasi ini, seperti pemeliharaan jalan, Masjid Agung Sleman, hingga bonus prestasi bagi atlet.

Alih Dana sebagai Kewenangan Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Armand Suparman, menyatakan langkah Pemkab Gunung Kidul merupakan kewenangan daerah. Sebab, yang dialihkan bukan jatah dana APBN MBG untuk Gunung Kidul, melainkan kontribusi daerah.

“Dan itu sebetulnya sepenuhnya ada di kewenangan pemerintah daerah, apalagi di tengah kebijakan efisiensi dan juga potensi pemangkasan transfer ke daerah tahun depan ya. Kami kira pemerintah daerah memang hanya harus fokus pada program-program yang menjadi prioritas daerah. Sementara untuk MBG kan sudah ada dana dari APBN tersendiri,” kata Armand kepada jurnalis Tirto, Senin (22/9/2025).

Capaian penerima manfaat MBG di Jawa Tengah

Seorang siswa berbagi lauk pauk kepada teman sebangkunya saat menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMP Negeri 9 Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (9/9/2025).ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.

Ia menilai, apa yang dilakukan Pemkab Gunung Kidul merupakan sesuatu hal yang wajar, di tengah kondisi kapasitas fiskal daerah yang terbatas. Daerah-daerah lain pun sangat mungkin untuk mereplikasi upaya serupa, mengingat pemda juga tak punya kewajiban untuk menyediakan anggaran MBG.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, sebelumnya pernah melontarkan pernyataan tersebut dan mengatakan kalau presiden telah memastikan kecukupan pembiayaan program MBG.

Secara formal dan tertulis, Kementerian dalam Negeri sendiri sempat mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.12/2119/SJ tentang Dukungan Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi/SPPG. Namun, isi aturan tersebut meminta Pemda meminjamkan tanah untuk pembangunan SPPG dan tak menyinggung perihal anggaran daerah.

Barang milik daerah berupa tanah yang dipinjampakaikan itu paling tidak memiliki luas tanah 800 - 1.000 m2, status tanah hak pakai, dan lokasi dekat dengan lingkungan sekolah, dan terdapat jaringan listrik PLN sampai titik lokasi.

Senada dengan Armand, Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda juga menyatakan, program MBG merupakan program pemerintah pusat di mana tanggung jawab pelaksanaan hingga pendanaan berada di tangan pemerintah pusat. Dengan demikian pemda tidak seharusnya menanggung beban anggaran MBG.

“Jadi pendanaan MBG wajib dari dana pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa memberikan stimulus lain sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jadi bukan hanya Pemkab Gunung Kidul, tapi semua Pemkab/Pemkot harus melakukan hal yang serupa,” kata Huda saat dihubungi Tirto, Senin (22/9/2025).

Realisasi APBN untuk program MBG

Siswa menunjukkan menu makanan bergizi gratis (MBG) di SDN Kunciran 2, Pinang, Kota Tangerang, Banten, Rabu (13/8/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/nz

Kebutuhan pembangunan daerah masih cukup banyak, dan tidak semuanya bisa diselesaikan dengan MBG. Oleh karenanya, menurut Huda, tindakan mencabut alokasi APBD ke MBG harus dilakukan oleh daerah lain, terlebih kini tidak ada evaluasi yang jelas dan tindakan nyata pemerintah untuk menanggulangi kasus keracunan di program MBG.

Perlu Diiringi dengan Tetap Monitoring Kualitas Gizi Anak

Sejak MBG diluncurkan pada Januari tahun ini, kasus keracunan akibat makanan MBG memang sudah terekam di berbagai daerah, bahkan mencapai 5.000 kasus. Medio September misalnya, sebanyak 19 siswa di Kapanewon Semin, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, mengalami keracunan diduga usai mengkonsumsi menu MBG.

Sebanyak 135 siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Berbah, Sleman, DIY juga sebelumnya dilaporkan mengalami gejala keracunan pascamakan menu MBG. Di Pamekasan, Jawa Timur, keracunan MBG juga belum lama ini terjadi di 3 sekolah, yakni SDN 1 Pasanggar, TK Al-Falah Talanakan, dan SMA Negeri 3 Pamekasan.

Paket Makan Bergizi Gratis

Paket Makan Bergizi Gratis (MBG) yang hendak dibagikan. tirto.id/ Abdul Haris

Di tengah maraknya kasus keracunan buntut MBG, Pakar Kesehatan Global Yarsi dan Griffith University, Dicky Budiman, berpendapat, langkah pemda memindahkan anggaran bisa dilihat dari dua perspektif, di antaranya sebagai tata kelola fiskal dan pelindungan kesehatan anak.

“Dan juga ketika tidak ada penguatan sistem, maka program [MBG] itu menjadi makin rawan dan menjadi semakin berpotensi tidak efektif atau bahkan kontraproduktif. Bahkan bisa ada resistensinya dari publik. Jadi sangat wajar kalau pemerintah kabupaten mencari skema pembiayaan lain,” ujar Dicky kepada Tirto, Senin (22/9/2025).

Meski demikian, pengalihan dana di daerah untuk MBG, perlu diiringi dengan tetap memastikan prinsip keberlanjutan, akuntabilitas dan monitoring kualitas gizi. Sebab, menurut Dicky, MBG punya dampak terhadap status gizi, hingga pencegahan stunting.

“Artinya kalau dialihkan begitu saja tanpa mekanisme evaluasi ataupun mekanisme moratorium yang jelas ataupun keberlanjutan yang jelas, maka akan ada risiko hilangnya pelindungan gizi bagi anak-anak khususnya kalau di daerah Gunung Kidul kan, misalnya banyak yang memang membutuhkan anak-anak itu bantuan dalam konteks makan bergizi ini, terutama dari keluarga rentan,” lanjut Dicky.

Menurutnya, keracunan pangan atau makanan di sekolah yang saat ini terjadi menunjukkan lemahnya aspek food safety dan pengawasan rantai pasok. Isu dapur fiktif MBG yang mencapai ribuan, yang meski kemudian disanggah oleh BGN, juga memperlihatkan adanya kerentanan pada mekanisme distribusi dan pengawasan.

“Daerah lain tentu harus waspada dan akan perlu untuk tidak terjebak pada skandal serupa yang merusak reputasi pemerintah daerah, atau pemerintah pusatl, dan kepercayaan publik. Dan hal lain yang akan menjadi penentu adalah keterbatasan fiskal. Jadi tidak semua daerah kan punya APBD yang cukup,” kata Dicky.

Dia menekankan kebijakan MBG punya dampak positif dan merupakan investasi jangka panjang. Akan tetapi, perlu digarisbawahi, program ini seharusnya bukan sekedar bagi-bagi makanan, bukan juga proyek bantuan sosial, apalagi menjadi proyek-proyek pengadaan. MBG harus disertai dengan audit dan evaluasi menyeluruh di setiap daerah.

Baca juga artikel terkait ANGGARAN atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News Plus
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty