tirto.id - Bagi publik sepakbola Jerman, RB Leipzig barangkali dianggap lumpur yang mencemari Bundesliga. Bagaimana tidak? Aksi kecam terhadap tim yang baru saja naik kasta dari divisi dua itu datang dari berbagai penjuru, terutama dari suporter klub yang bakal menjadi lawannya.
Jelang laga kandang kontra Borussia Dortmund pada 10 September 2016 silam, misalnya, suporter tim tamu melakukan boikot. Penolakan juga datang dari pendukung klub Jerman lainnya, seperti Hansa Rostock, Union Berlin, Dynamo Dresden, dan lainnya kala klub kesayangan mereka akan menghadapi RB Leipzig.
Kemunculan RB Leipzig memang membuat gusar persepakbolaan Jerman. Klub ini baru dibentuk 7 tahun silam, tepatnya pada 19 Mei 2009. Tapi, RB Leipzig kini sudah menapak kasta tertinggi, bahkan menempel ketat sang adidaya Bayern Munchen hingga pekan ke-10 ini, dengan sama-sama mengumpulkan 24 poin.
Musuh Bersama Sepakbola Jerman
Faktor Red Bull menjadi alasan kuat bagi publik Jerman untuk menjadikan RB Leipzig sebagai musuh bersama. Produsen minuman energi terkemuka dunia itu itu dianggap hanya menjadikan RB Leipzig sebagai alat marketing dan berpotensi merusak nilai-nilai sepakbola Jerman yang memang terkenal kolot.
Tak hanya meneriakkan yel-yel caci-maki atau membentangkan spanduk penolakan, ada pula yang melakukan aksi anti-Leipzig dengan lebih ekstrim: melemparkan penggalan kepala banteng yang berlumuran darah ke tengah lapangan!
Seperti diketahui, kepala banteng adalah logo kebanggaan Red Bull yang memang cukup digdaya di ranah olahraga dengan kekuatan uangnya. Embel-embel “RB” yang diletakkan di depan nama Leipzig pun ditengarai sebagai inisal dari perusahaan asal Austria yang berdiri sejak 1987 itu.
Asal-usul RB Leipzig berasal dari klub gurem yang beredar di Divisi 5 bernama SSV Markranstadt. Dietrich Mateschitz, pemilik Red Bull, mengakuisisi klub yang dibentuk pada 1990 tersebut. Markranstadt pun dipermak habis-habisan dan lahirlah RB Leipzig dengan dukungan finansial yang cukup besar.
Bukan sebatas klub instan semata, kelahiran RB Leipzig juga kerap dipandang dengan kaca mata politis. Klub ini dianggap sebagai representasi kebangkitan sepakbola di Jerman Timur atau yang dulu dikenal dengan sebutan Republik Demokratik Jerman sebelum reunifikasi dengan Jerman Barat pada 1990.
Setelah Energie Cottbus terdegradasi dari Bundesliga pada musim 2009/2010, tidak ada lagi wakil dari Jerman Timur yang berkiprah di level paling terhormat liga Jerman itu. Di tahun yang sama, lahirlah RB Leipzig yang langsung menghentak pada debutnya di Bundesliga musim 2016/2017 ini.
Bukan yang Pertama di Bundesliga
Perjalanan RB Leipzig menapaki kompetisi di Jerman terbilang sangat cepat. Memulai kiprahnya dari NOFV-Oberliga Sud atau setara dengan Divisi 5, hanya sedikit ganjalan yang menghalangi jalan klub berjuluk Die Roten Bullen atau The Red Bulls alias Si Banteng Merah ini untuk melahap tahap demi tahap dalam tempo relatif kilat.
Dan kini, di bawah komando pelatih berusia 49 tahun, Ralph Hasenhuttl, RB Leipzig tak sekadar menjadi kuda hitam di Bundesliga. Dominik Kaiser dan kawan-kawan bahkan muncul sebagai salah satu penantang terkuat bagi sang penguasa Liga Jerman, Bayern Munchen.
Munculnya tim kejutan memang bukan pertama kali ini terjadi di Bundesliga. Ada beberapa klub yang semula berstatus gurem pernah melakukannya di masa lalu. Yang paling fenomenal tentu saja kisah heroik Kaiserslautern pada musim 1997/1998 lalu.
Klub tua yang lahir pada 2 Juni 1900 itu langsung meraih trofi juara Bundesliga dengan status tim promosi. Hanya saja, tak seperti RB Leipzig, Kaiserslautern memang bukan tim debutan di liga tertinggi tersebut. Bahkan, Die Roten Teufel sebelumnya sudah pernah 3 kali menjadi kampiun, yakni musim 1950/1951, 1952/1953, dan 1990/1991.
Dua klub semenjana Jerman lainnya, SC Paderborn 07 dan TSG 1899 Hoffenheim, sempat pula membuat kejutan. Paderborn bahkan melesat ke puncak klasemen Bundesliga di awal musim 2014/2015 sebelum akhirnya mengakhiri kompetisi dengan tragis: degradasi sebagai juru kunci.
Adapun Hoffenheim yang tampil perdana di Bundesliga pada musim 2008/2009 dan langsung meramaikan papan atas di tahun debutnya itu hingga akhirnya finish di urutan ke-7. Tak bernasib sial seperti Paderborn, Hoffenheim masih eksis di liga tertinggi hingga saat ini.
Beda nasib Paderborn dan Hoffenheim itu bisa menjadi prediksi menarik untuk kasus RB Leipzig di musim ini. Apakah mahadaya dana ala Red Bull juga bertuah di Bundesliga, atau RB Leipzig hanya tampil sebagai tim penggembira yang cuma numpang lewat di Bundesliga?
Kendati menjadi musuh bersama, klub yang dianggap lumpur ini disambut antusias oleh warga Jerman Timur. Percikan RB Leipzig masih dinanti, setidaknya diharapkan mampu mengusik dominasi Bundesliga yang selama ini dikuasai segelintir klub mapan dari kawasan Barat.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Maulida Sri Handayani