tirto.id - Pengamat kebijakan publik The PRAKARSA Ah Maftuchan mengatakan bantuan pemerintah yang tidak merata membuat sejumlah ketua RT, ketua RW, dan kepala desa atau lurah pusing karena disalahkan warganya. Mereka protes karena tidak dapat bantuan di tengah penanganan pandemi Corona atau COVID-19.
“Warga mulai kelaparan, melakukan tindak kriminal dan antarwarga mulai saling curiga. Jika ini tidak segera diatasi, konflik horizontal dan kejahatan akan terjadi secara masif,” kata Maftuchan dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (22/4/2020).
Menurut Maftuchan, salah satu cara mengatasi persoalan ini adalah dengan mengubah skema bantuan tunai, dari targeting (menyasar kelompok tertentu) menjadi universal atau menyasar semua warga/semesta.
Bantuan tunai tanpa syarat untuk semua warga, kata Maftuchan, efektif untuk mengatasi dampak sosial-ekonomi dari pandemi virus korona. Bantuan tunai tanpa syarat akan menciptakan kemandirian masyarakat dalam menentukan pilihan-pilihan konsumsinya, kata dia.
Selain itu, kata Maftuchan, bantuan tunai tanpa syarat akan menjadi salah satu sumber pendapatan dasar yang dapat digunakan untuk kegiatan konsumtif dan produktif secara bersamaan.
“Bantuan tunai semesta dapat menjadi salah satu mekanisme distribusi sumber daya ekonomi secara lebih adil dan merata dengan cara-cara yang bermartabat,” kata pria yang juga Direktur Eksekutif The PRAKARSA ini.
Menurut Maftuchan, hal itu juga akan menjadi langkah untuk mengkonsolidasikan sumber daya fiskal dan program perlindungan atau bantuan sosial yang sudah ada.
Pendekatan semesta akan mempercepat dan menyederhanakan proses penyaluran bantuan tunai sehingga akan tepat dan menghindari “exclusion error” secara total, kata Maftuchan.
Untuk itu, Maftuchan mengusulkan bantuan tunai tanpa syarat semesta dengan nama “Jaminan Penghasilan Semesta (Jamesta).”
Maftuchan mengatakan “Jamesta” merupakan bantuan penghasilan dasar tanpa syarat bagi semua warga dengan skema: Pertama, ditujukan bagi semua individu atau semesta. Kedua, individu sasaran adalah seluruh individu usia produktif (15 - 64 tahun) dan usia lansia (65 tahun ++). Total individu sasaran adalah 203 juta jiwa.
Ketiga, diberikan minimal selama 3 bulan (April – Juni 2020). Keempat, tiap individu akan memperoleh uang tunai sebesar Rp500.000 per-jiwa per-bulan selama 3 bulan. Kelima, total anggaran yang dibutuhkan hanya sebesar Rp304,5 Triliun.
Skema di atas, kata Maftuchan, masih belum “total-universal basic income” karena masih mengecualikan anak-anak usia 0-14 tahun. Meskipun skema ini masih “quasi-universal basic income,” kata dia, tapi sudah mendekati semesta.
“Skema ini saya ajukan dengan mempertimbangkan bahwa anak-anak akan berada di bawah tanggungan keluarga,” kata dia.
Besaran Jamesta Rp500.000/individu memang tidak ideal, kata Maftuchan. Namun, kata dia, ini semata-mata untuk menemukan “titik temu” antara yang ideal dengan yang riil, dengan pertimbangan: kondisi keuangan yang dimiliki pemerintah; dan pembulatan ke atas dari Garis Kemiskinan per kapita September 2019 Rp440.538/kapita/bulan.
Meskipun skema ini belum ideal, tapi Maftuchan meyakini bahwa skema ini yang paling mendekati ideal karena akan menyelesaikan banyak hal yang ruwet dan menyelamatkan ratusan juta warga dari problem sosial-ekonomi dan kesehatan secara bersamaan.
Editor: Maya Saputri