Menuju konten utama

Dalih Pemerintah Tak Masukkan HAM Masa Lalu dalam RANHAM 2021-2025

Jaleswari klaim pemerintah akan menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan pendekatan adhoc sehingga tak masuk RANHAM 2021-2025.

Dalih Pemerintah Tak Masukkan HAM Masa Lalu dalam RANHAM 2021-2025
Kepala Staf Presiden, Moeldoko (kiri) dan Deputi V Bidang Polhukam dan HAM KSP, Jaleswari (kanan) di Kantor Staf Presiden. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramowardhani menjawab alasan pemerintah tidak memasukkan korban pelanggaran HAM berat dalam kelompok sasaran Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021-2025. Ia menyebut ada sejumlah alasan.

Pertama, kata Jaleswari, pemerintah tidak memasukkan korban pelanggaran HAM berat karena sedang membuat kebijakan khusus di sektor tersebut.

"Kelompok korban dan keluarga pelanggaran HAM berat sedang disasar melalui kebijakan khusus pemerintah yang saat ini sedang diselesaikan oleh Menko Polhukam dan Wamenkumham sesuai arahan langsung Presiden Jokowi," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6/2021).

Sebagai catatan, Presiden Jokowi menandatangani Perpres 53 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021-2025. Dalam Perpres ini, Jokowi hanya fokus pada 4 sektor yakni perempuan, anak, penyandang disabilitas dan kelompok masyarakat adat. Pemerintah tidak memasukkan penanganan HAM masa lalu sebagai prioritas dalam RANHAM 2021-2025.

Kebijakan khusus ini, kata Jaleswari, akan difokuskan pada pemenuhan hak-hak korban sesuai peraturan yang berlaku dan norma hukum internasional seperti pemulihan, kebenaran serta jaminan ketidak berulangan. Hal tersebut, kata Jaleswari, sesuai pendekatan pemerintah lewat keadilan restoratif.

Kedua, pemerintah berencana menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan pendekatan adhoc dan khusus sehingga berbeda dengan RANHAM 2021-2025.

"Kebijakan penanganan pelanggaran HAM berat ini akan diselesaikan melalui mekanisme yang bersifat adhoc, non permanen dan khusus, sebagaimana pernah dilakukan di berbagai negara. Sementara RANHAM kita ini bersifat permanen dan berkesinambungan," kata Jaleswari.

Meski tidak masuk dalam RANHAM, Jaleswari mengaku pemerintah bisa mengevaluasi RANHAM 2021-2025 sesuai isi Pasal 3 Perpres 53/2021. "Oleh karena itu, ibu dan bapak keluarga korban tidak perlu khawatir akan dikecualikan dalam program dan kebijakan HAM pemerintah," kata Jaleswari.

Jaleswari menekankan, penetapan 4 fokus dalam RANHAM 2021-2025 tidak berarti kewajiban pemerintah dalam HAM pada kelompok sasaran lain diabaikan. Pemerintah tetap menggodok langkah relevan agar semua pihak strategis mendapat penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan atas HAM, termasuk kepada petani, nelayan, pekerja hingga aktivis pembela HAM.

"Ini hanya persoalan pemberian prioritas agar kerja-kerja penghormatan, pemenuhan, perlindungan, pemajuan, dan penegakan HAM lebih terasa dampaknya bagi masyarakat, khususnya kepada kelompok paling rentan sebagaimana disebut dalam RANHAM 2021-2025 yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas dan masyarakat adat," kata Jaleswari.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz