Menuju konten utama

Daftar Film Tentang Pahlawan di Netflix, Soekarno Hingga Kartini

Berikut ini 3 rekomendasi film bertema pahlawan yang bisa ditonton selama pandemi untuk sambut Hari Pahlawan 10 November.

Daftar Film Tentang Pahlawan di Netflix, Soekarno Hingga Kartini
Poster Film Soekarno. wikimedia comons/fair use

tirto.id - Setiap tanggal 10 November, Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Peringatan ini merujuk pada pertempuran hebat rakyat Indonesia pada 10 November 1945 di Surabaya. Banyak rakyat yang gugur dan mendapat gelar pahlawan dalam pertempuran itu.

Banyak cara memperingati Hari Pahwalan, mulai dengan upacara, membuat festival, syukuran, atau dengan menonton film bertema pahlawan. Ada beberapa film yang mencatat peran para pahlawan bangsa. Para pahlawan ini membawa estafet rasa cinta pada bangsa Indonesia dari masa ke masa, dengan perannya masing-masing.

Berikut tiga film bertema pahlawan Indonesia yang bisa disaksikan di Netflix.

Guru Bangsa Tjokroaminoto (2015)

Sutradara: Garin Nugroho

Penulis naskah: Ari Syarif, Erik Supit, Sabrang Mowo Damar Panuluh, Garin Nugroho, dan Kemal Pasha Hidayat.

Pemeran: Reza Rahadian, Putri Ayudya, Maia Estianty, dan Christine Hakim.

Penghargaan: Mendapat 16 penghargaan, salah satunya sebagai Film Terbaik Festival Film Indonesia tahun 2015.

Oemar Said Tjokroaminoto (Tjokro) lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang keislaman yang kuat. Dia tidak bisa diam saat melihat masyarakatnya hidup miskin dan mengalami kesenjangan sosial selepas Tanam Paksa.

Waktu itu sekitar awal Politik Etis pada tahun 1900. Tjokro berani meninggalkan status kebangsawanannya dan bekerja sebagai kuli pelabuhan.

Tjokro juga pejuang yang berhasil membangun organisasi Sarekat Islam, organisasi resmi bumiputera pertama yang memiliki sekitar dua juta anggota.

Salah satu tujuan utamanya adalah menyamakan hak dan martabat masyarakat bumiputera yang terjajah. Perjuangan ini menjadi awal lahirnya tokoh dan gerakan kebangsaan.

Di samping itu, Rumah Tjokro di Gang Peneleh, Surabaya, juga terkenal sebagai tempat bertemunya tokoh-tokoh bangsa Indonesia kelak. Dari rumah sederhana yang berfungsi sebagai kos itu, Tjokro memilik banyak murid.

Pengelola kos merupakan Suharsikin, istri Tjokro. Salah satu penghuni kos yaitu anak pemuda pemberani, cerdas, dan berpendidikan bernama Soekarno.

Soekarno (2013)

Sutradara: Hanung Bramantyo

Penulis naskah: Hanung Bramantyo dan Ben Sihombing.

Pemeran: Ario Bayu, Maudy Koesnaedi, Lukman Sardi, Tika Bravani, Ferry Salim, dan Tanta Ginting.

Penghargaan: Mendapat sembilan penghargaan di ajang Festival Film Bandung 2014, salah satunya dalam kategori Film Terpuji.

Nama masa kecilnya Kusno. Tersebab sering sakit, sang ayah mengganti nama Kusno dengan Soekarno. Pada umurnya yang masih muda, sekitar 24 tahun, Soekarno berteriak bahwa, “Kita harus merdeka sekarang!”

Teriakan itu ternyata berbuntut panjang pada masa penjajahan Belanda. Soekarno tertuduh sebagai penghasut dan pemberontak. Alhasil, Soekarno dibuang ke Pulau Ende.

Pada masa itu, Jepang mengobarkan perang di banyak negara. Mereka memenangkan banyak pertempuran dan mengalahkan banyak negara.

Indonesia sangat terdampak akan perang itu. Nantinya, kependudukan Belanda diganti oleh Jepang.

Rekan Soekarno, Hatta dan Sjahrir mengingatkan bahwa Jepang tidak kalah bengisnya dengan Belanda. Namun Soekarno punya sudut pandang berbeda. Menurutnya, 'Jika kita cerdik, kita bisa memanfaatkan Jepang untuk upaya meraih kemerdekaan Indonesia'.

Hatta terpengaruh, namun tidak untuk Sjahrir. Bekerjasama dengan Jepang sama saja memposisikan Indonesia menjadi bagian dari Fasisme, kata Sjahrir.

Soekarno tetep kukuh dengan pilihannya. Dia meyakini bahwa bekerjasama dengan Jepang merupakan salah satu cara agar Indonesia merdeka.

Kartini (2017)

Sutradara: Hanung Bramantyo

Penulis: Bagus Bramanti dan Hanung Bramantyo.

Pemeran: Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita Nugraha, Deddy Sutomo, Djenar Maesa Ayu, dan Christine Hakim.

Penghargaan: Mendapat 17 penghargaan, salah satunya sebagai Film Terbaik Festival Film Indonesia tahun 2017.

Pada awal tahun 1900, Indonesia masih menjadi jajahan Belanda. Pulau Jawa berada dalam pimpinan para ningrat sebagai perpanjangan tangan pemerintah Belanda.

Selain berasal dari kerajaan dengan segala fasilitasnya, hanya para ningrat yang boleh bersekolah dan mendapat pendidikan. Namun ada pengecualian juga, walaupun ningrat, perempuan tidak boleh menerima pendidikan yang tinggi.

Pada masa itu, perempuan Jawa hanya memiliki satu tujuan hidup: menjadi istri seorang pria.

Kartini tumbuh dengan melihat ibu kandungnya, Ngasirah, menjadi orang terbuang di rumahnya sendiri.

Dia hidup seperti pembantu lantaran tidak mempunyai darah ningrat. Ayahnya, Raden Sosroningrat yang sebenarnya mencintai Kartini dan keluarganya juga tidak berdaya melawan tradisi.

Kartini berjuang sepanjang hidupnya untuk mendapatkan kesetaraan hak bagi semua orang, terutama hak perempuan mendapatkan pendidikan.

Bersama kedua saudarinya, Roekmini dan Kardinah, Kartini membuat sekolah untuk kaum miskin dan menciptakan lapangan kerja untuk rakyat di Jepara dan sekitarnya.

Baca juga artikel terkait HARI PAHLAWAN atau tulisan lainnya dari Sirojul Khafid

tirto.id - Film
Kontributor: Sirojul Khafid
Penulis: Sirojul Khafid
Editor: Yandri Daniel Damaledo