tirto.id - Investasi makin diminati oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Oleh karena itu, makin banyak juga beberapa perusahaan atau individu yang menawarkan investasi dengan hasil menggiurkan.
Namun, meningkatnya minat masyarakat terhadap investasi masih belum dibarengi dengan literasi keuangan yang memadai. Akibatnya, banyak individu maupun perusahaan yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kondisi itu untuk menipu, dengan menawarkan investasi bodong.
Dikutip dari laman Akulaku, investasi sendiri mempunyai dua macam bentuk, yakni investasi yang mengarah ke produk keuangan dan investasi yang mengarah ke bisnis langsung. Keduanya jenis itu sama-sama memiliki resiko, termasuk investasi bodong.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berkali-kali mengingatkan agar masyarakat waspada terhadap investasi bodong. Apalagi, jika suatu produk investasi ditawarkan dengan iming-iming keuntungan yang jauh lebih besar dari modal, dengan durasi singkat.
Ciri utama penipuan berkedok investasi adalah tidak dimilikinya dokumen perizinan yang sah dari regulator (pengawas) terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Bappebti - Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lainnya. Hal ini diterangkan di laman OJK.
Selain itu, masih mengutip keterangan OJK, di beberapa kasus, ada juga perusahaan pengerah dana masyarakat yang mengakui dan menggunakan izin usaha perusahaan lain dalam operasinya, untuk menawarkan produk investasi bodong.
Untuk menghindari kerugian, masyarakat sebaiknya memperhatikan cici-ciri produk investasi bodong, sebagaimana dikutip dari Life Guide, berikut ini.
Tak Memiliki Izin Resmi
Perusahaan investasi bodong umumnya tidak memiliki izin resmi dari OJK. Maka dari itu, ketika ingin berinvestasi, ada baiknya mengecek izin perusahaan tersebut di OJK. Mereka juga tidak mencantumkan logo OJK secara terang-terangan pada aplikasi atau surat perjanjian.
Selain itu, kita juga harus melihat keaslian badan hukum perusahaan tersebut. Karena untuk bisa beredar di masyarakat, sebuah perusahaan investasi harus memiliki izin yang lengkap.
Menawarkan Keuntungan Yang Tidak Wajar
Perusahaan investasi yang tidak resmi biasanya menawarkan hasil yang tidak wajar dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar orang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan mereka. Sebagai contoh, investasi bodong akan menawarkan keuntungan 20% per bulan atau 240% per tahun. Sedangkan bunga deposito perbangkan hanya memberikan 5% per bulan.
Tidak Adanya Transparansi soal Risiko
Penyedia produk Investasi bodong biasanya tidak transparan dalam memberikan penjelasan tentang risiko apa saja yang akan dialami ketika oleh investor. Mereka hanya terfokus pada nilai keuntungan yang akan didapatkan investor dan berapa jumlah yang akan diterima.
Padahal, ketika berinvestasi, tentu saja ada pasang surut perekonomian yang akan berefek pada pendapatan yang akan diterima. Bahkan ketika sudah berjalan, sebuah perusahaan bisa saja sewaktu-waktu mengalami bangkrut.
Tidak Memiliki Aset Dasar Yang Jelas
Setiap investasi seharusnya memiliki aset dasar yang jelas. Misalnya, reksa dana saham memiliki aset dasar berupa saham. Jadi, dana para investor yang ditanamkan di produk reksa dana saham akan dikelola oleh manajer investasi di saham agar bisa tumbuh dan menghasilkan keuntungan.
Sebaliknya, dalam investasi bodong, pengelolaan dana investasi tidak ada kejelasan mengenai bagaimana uang investor akan diputar dan dikelola supaya bisa menghasilkan keuntungan.
Bergantung Pada Member Baru
Ciri-ciri investasi bodong lainnya yaitu dengan mengandalkan pertambahan member baru. Ketika ada member baru yang masuk untuk menjadi investor, maka uang keuntungan yang kita dapatkan besar kemungkinan dari uang yang diinvestasikan member baru tersebut.
Modus investasi bodong seperti inilah yang disebut Skema Ponzi. Modus ini dilakukan dengan memutar dana nasabah melalui pola klise: membayar bonus atau reward anggota lama dengan uang yang disetor anggota baru.
Penulis: Binar Ajeng
Editor: Addi M Idhom