Menuju konten utama

Corona di RI: 369 Positif, 32 Meninggal & Rapid Test Secara Massal

Data per 20 Maret 2020, pasien positif COVID-19 di Indonesia meningkat menjadi 369 kasus dan menyebar di 17 provinsi. Apakah rapid test secara massal yang dicanangkan Jokowi efektif?

Corona di RI: 369 Positif, 32 Meninggal & Rapid Test Secara Massal
Petugas PMI Kabupaten Bogor menyemprotkan cairan disinfektan untuk pencegahan penyebaran COVID-19 di SMPN 02 Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.

tirto.id - Kasus positif virus corona baru atau COVID-19 di Indonesia jumlahnya semakin meningkat dan menyebar di 17 provinsi. Data pemerintah pusat per Jumat sore, 20 Maret 2020, pasien positif mencapai 369. 32 di antaranya meninggal dunia dan 17 orang lainnya dinyatakan sembuh.

“Ada 60 kasus baru, sehingga total kasus positif adalah 369,” kata Juru Bicara Pemerintah dalam Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto saat konferensi pers, di Kantor BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).

Yuri mengatakan penambahan 60 kasus baru tersebar di delapan provinsi, yaitu:

  1. DKI Jakarta: Tambah 32, total 215;
  2. Kalimantan Timur: Tambah 7, total 10;
  3. Jawa Timur: Tambah 6, total 15;
  4. Bali: Tambah 3, total 4;
  5. Banten: Tambah 2, total 37;
  6. Kalimantan Tengah: kasus baru 2;
  7. Kepulauan Riau: Tambah 1, total 4;
  8. Jawa Barat: Tambah 1, total 41.

Sementara sembilan provinsi lain tidak ada penambahan kasus positif, berdasarkan data per Jumat sore, 20 Maret 2020. Daerah tersebut meliputi:

  1. Daerah Istimewah Yogyakarta tetap 4;
  2. Jawa Tengah tetap 12;
  3. Kalimantan Barat tetap 2;
  4. Sulawesi Utara tetap 1;
  5. Sumatera Utara tetap 2;
  6. Sulawesi Tenggara masih 3;
  7. Sulawesi Selatan masih 2;
  8. Lampung masih 1;
  9. Riau tetap 1 pasien.

Selain itu, kata Yuri, pasien sembuh dari virus COVID-19 bertambah menjadi 17 kasus. Penambahan terbaru terjadi di Jakarta (1 kasus). Akan tetapi, jumlah kematian per 20 Maret 2020 kembali meningkat.

Yuri mengatakan, pasien COVID-19 yang meninggal terdiri atas 1 kasus di Jakarta dan 6 kasus di Jawa Barat. Dengan tambahan 7 kasus ini, maka total pasien meninggal hingga Jumat (20/3/2020) berjumlah 32 kasus.

Rinciannya: pasien COVID-19 meninggal di Bali (1 kasus), Banten (1 kasus), DKI Jakarta (18 kasus), Jawa Barat (7 kasus), Jawa Tengah (3 kasus), Jawa Timur (1 kasus) dan Sumatera Utara (1 kasus).

Rencana Pemeriksaan Massal dengan Rapid Test

Pemerintah pun melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi bertambahkan kasus positif COVID-19. Salah satunya akan menerapkan pemeriksaan massal melalui rapid test.

“Hari ini pemerintah telah mulai melakukan rapid test sebagai upaya untuk memperoleh indikasi awal apakah seseorang positif terinfeksi COVID-19 atau tidak,” kata Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (20/3/2020).

Jokowi mengatakan, pemerintah mulai menerapkan rapid test di daerah yang dianggap sebagai wilayah yang paling rawan terinfeksi COVID-19.

“Sudah dilakukan sore ini [Jumat, 20 Maret] di wilayah yang dulu sudah diketahui ada kontak tracking dari pasien-pasien yang positif sehingga dari situ didatangi dari rumah ke rumah untuk dites,” kata Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan kalau tes tersebut sebagai prioritas dalam penanganan COVID-19. Ia pun sempat membocorkan kalau salah satu lokasinya adalah “Jakarta Selatan.”

Sementara itu, Yuri menerangkan kalau pemeriksaan massal diperkirakan akan menyentuh 700 ribu orang bila mengacu perhitungan pemerintah. Pemerintah pun sudah menyiapkan 1 juta kit untuk mengantisipasi pemeriksaan tersebut.

“Pemeriksaan secara massal adalah pemeriksaan terhadap orang yang memiliki peluang untuk kontak dengan kasus positif. Data perhitungan yang kami miliki, population at race artinya jumlah orang yang berisiko adalah pada kisaran angka 600.000 sampai dengan 700.000,” kata Yuri.

Oleh karena itu, kata Yuri, pemerintah akan menyiapkan sekitar 1 juta kit untuk pemeriksaan secara massal di dalam kaitan dengan mengidentifikasi kasus positif yang ada di masyarakat.

Yuri mengatakan, pemeriksaan massal tidak akan dilakukan kepada semua orang. Pemeriksaan hanya dilakukan kepada orang-orang yang dianggap berisiko tinggi.

Ia mengatakan, orang-orang yang diperiksa adalah mereka yang berhubungan dengan pasien positif dalam kurun waktu 14 hari ke belakang. Ia mencontohkan, rekan kerja pasien positif COVID-19 atau anggota keluarga pasien positif.

Selain itu, kata Yuri, pemeriksaan tidak lagi menggunakan metode PCR dan gnome sequencing. Pemerintah akan menggunakan pendekatan periksa darah untuk pelaksanaan rapid test.

Ia menegaskan, pendekatan periksa darah hanya sebagai langkah screening awal sebelum pemeriksaan lebih lanjut.

“Ini adalah screening masalah penapisan awal secara massal. Tujuannya adalah untuk menemukan kasus-kasus yang berpotensi menjadi positif pada pemeriksaan fisik,” kata Yuri.

Oleh karena itu, kata Yuri, hasil dari screening tentunya apabila positif, maka akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan PCR untuk memastikan positif yang sesungguhnya.

Yuri mengakui ada kelemahan dalam proses screening. Namun pemerintah bisa bergerak cepat jika menemukan pasien yang mengarah ke status positif COVID-19.

Screening massal sudah kami siapkan secepatnya dan ini yang akan kami lakukan untuk pelaksanaan pelayanan,” kata Yuri.

Yuri menambahkan, “Pada hari ini [Jumat] kami sudah menerima 2000 kit untuk pemeriksaan cepat, kemudian hari ini juga sudah kita accept, tinggal dikirim. Harapannya besok [Sabtu, 21 Maret] sudah bisa masuk. Da Kemudian sekitar 100 ribu yang akan masuk di hari berikutnya,” kata Yuri.

Terkait ini, Dirut RSPI Soelianti Saroso Muhammad Syahril memberi sinyal belum ada informasi mengenai rapid test. Namun ia memastikan RSPI siap mendukung kebijakan rapid test meski belum tahu jumlah alat yang akan dikirim pemerintah untuk tes cepat di RSPI.

“Alatnya kami masih tunggu karena alat itu baru ya dan dapat dilakukan di beberapa tempat kata juru bicara,” tutur Syahril.

Langkah Mitigasi Lain

Presiden Jokowi juga mengumumkan sejumlah langkah dalam penanganan COVID-19. Misalnya, ia kembali mengingatkan pentingnya penerapan protokol kesehatan di daerah terjangkit dan tidak terjangkit COVID-19.

Jokowi meminta agar kebijakan pemerintah, salah satunya social distancing diterapkan secara tegas untuk tidak menyebarkan COVID-19.

Pemerintah, kata Jokowi, sudah menyetujui untuk mendesentralisasi pelaksanaan laboratorium untuk mempercepat penilaian sampel COVID-19 dengan melibatkan laboratorium tersertifikasi milik Kementerian Kesehatan.

Beberapa hotel milik BUMN hingga Wisma Atlet pun disulap untuk menjadi ruang isolasi hingga rumah sakit darurat COVID-19.

Jokowi juga telah memerintahkan agar BUMN segera menyediakan obat-obatan untuk penanganan COVID-19. Obat tersebut diberikan sesuai pengalaman beberapa negara yang juga menangani virus Corona.

“Pemerintah juga menyiapkan obat dari hasil riset dan pengalaman beberapa negara agar bisa digunakan untuk mengobati COVID-19 ini sesuai dengan resep dokter,” kata Jokowi.

Jokowi mengaku, pemerintah memang belum memiliki obat paten untuk menangani virus COVID-19. Namun mereka menggunakan obat yang sudah digunakan negara lain dalam menghadapi pandemi Corona ini.

Jokowi mencontohkan pemerintah mulai membeli Avigan sebanyak 5 ribu buah sebagai uji coba, kemudian pemesanan sebanyak 2 juta buah. Pemerintah juga memesan Chloropin untuk penanganan COVID-19. Ia mengaku, pemerintah memesan 5 juta unit untuk pengobatan.

Jokowi mengatakan, pemerintah akan membagikan obat tersebut kepada pasien lewat dokter keliling di kawasan terinfeksi.

“Obat tersebut akan sampai kepada pasien yang membutuhkan melalui dokter keliling dari rumah ke rumah, melalui rumah sakit dan puskesmas di kawasan yang terinfeksi,” kata dia.

Presiden Jokowi pun mengatakan kalau pemerintah sudah meminta BUMN untuk memproduksi massal obat tersebut.

“Saya sudah meminta kepada BUMN farmasi yang memproduksi ini untuk memperbanyak produksinya,” kata Jokowi.

Sementara untuk perlindungan alat, Yuri mengklaim pemerintah sudah menambah alat kesehatan sebagai stok untuk penanganan COVID-19.

Pemerintah sudah mendapatkan sekitar 10 ribu lebih alat pelindung diri (APD), kemudian sekitar 150 ribu masker dan alat lain seperti sarung tangan dan sebagainya. Ia menyilahkan pada rumah sakit untuk mengambil alat-alat tersebut.

“Silakan untuk kemudian mengaksesnya melalui dinas kesehatan provinsi karena titik kita ada di dinas kesehatan provinsi dan user ada di dinas kesehatan provinsi untuk sampai ke rumah sakit,” kata Yuri.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz