tirto.id - Ada beberapa cara dalam memperingati Peristiwa Sumpah Pemuda yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober. Salah satunya dengan membaca karya puisi beberapa sastrawan Indonesia seperti Chairil Anwar, maupun W.S Rendra.
Peristiwa Sumpah Pemuda telah mengajarkan nilai‑nilai persatuan bangsa. Sumpah Pemuda juga membuktikan bahwa perbedaan bangsa Indonesia sebenarnya dapat disatukan menjadi penjelmaan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda‑beda tapi tetap satu”.
Selain itu, Sumpah Pemuda hendaknya juga bisa dijadikan sebagai inspirasi bagi generasi muda Indonesia sekarang untuk senantiasa Bersatu Bangun Bangsa dengan membawa bangsa ini maju ke arah yang lebih baik.
Sumpah Pemuda merupakan ikrar yang menjadi salah satu tonggak awal persatuan para pemuda Indonesia dalam pergerakan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sumpah Pemuda adalah keputusan dalam Kongres Pemuda II pada hari kedua, yakni pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dilaksanakan di Asrama Pelajar, Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat (sekarang Museum Sumpah Pemuda).
Peristiwa Sumpah Pemuda dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi.
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari dengan tiga kali rapat dan dalam tiga gedung yang berbeda. Rapat pertama pada tanggal 27 Oktober 1928 dilaksanakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng dan membahas tentang arti dan kaitan pemuda dengan persatuan.
Sementara itu, pada rapat kedua yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1928 di gedung Oost-Java Bioscoop membahas tentang pendidikan bangsa. Sedangkan, pada rapat ketiga yang dilaksanakan pada hari yang sama di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat membahas terkait pentingnya nasionalisme dan demokrasi.
Rapat ketiga, kemudian ditutup dengan kesepakatan para pemuda yang diwujudkan dalam bentuk Sumpah Setia (Sumpah Pemuda). Dikutip dari lamanMuseum Sumpah Pemuda Kemdikbud, pada rapat ketiga inilah yang menjadi tonggak bersatunya pemuda. Adapun isi dari rumusan sumpah pemuda sebagai berikut:
Isi Sumpah Pemuda
Pertama,
Kami Putra-Putri Indonesia,
mengaku bertumpah darah yang satu,
Tanah Indonesia.
Kedua,
Kami Putra-Putri Indonesia,
mengaku berbangsa yang satu,
Bangsa Indonesia.
Ketiga,
Kami Putra-Putri Indonesia,
menjunjung bahasa persatuan,
Bahasa Indonesia.
Menurut Azyumardi Azra, seperti dikutip oleh Asvi Warman Adam dalam buku Menguak Misteri Sejarah (2010), Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah bangsa Indonesia dalam mengawali kesadaran kebangsaan.
Sementara dalam buku Literasi Politik (2019) yang ditulis Gun Gun Heryanto dan kawan-kawan diungkapkan bahwa ikrar sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa merupakan ikrar yang sangat monumental bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Ikrar ini atau Sumpah Pemuda yang dibacakan di arena Kongres Pemuda II dan dihadiri oleh kaum muda lintas suku, agama, dan daerah, nantinya, 17 tahun kemudian, melahirkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945.
Makna yang terkandung adalah bahwa peristiwa bersejarah itu mengajarkan nilai-nilai persatuan bangsa. Sumpah Pemuda membuktikan, perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia ternyata dapat disatukan sebagai perwujudan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Contoh Puisi Tema Sumpah Pemuda
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait; gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.
Membaca puisi dalam rangka memperingati peristiwa sumpah pemuda merupakan salah satu moment yang tepat untuk meningkat rasa perjuangan. Beberapa contoh puisi-puisi karya sastrawan Indonesia yang dapat dibaca dalam rangka memperingati Peristiwa Sumpah Pemuda sebagai berikut:
Diponegoro
Karya: Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri.
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
Prajurit Jaga Malam
Karya: Chairil Anwar
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah tua-tua keras,
Bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
Kepastian
Ada di sisiku selama menjaa daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu….
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Aku
Karya: Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
'Kumau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia
Karya: W.S Rendra
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, jaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari ratu adil!
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran gelap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Alexander Haryanto
Penyelaras: Yulaika Ramadhani