tirto.id - Tampil mengenakan batik krem bercorak merah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Dave Laksono lancar bercerita soal dinamika partainya menuju Pemilu dan Pilpres 2024 di Podcast Tirto "For Your Pemilu."
Ketika hadir di kantor Tirto, Dave blak-blakan menceritakan bagaimana kondisi internal partainya yang sempat gonjang-ganjing jelang Pilpres 2024. Di mana kepemimpinan Airlangga Hartarto sempat digoyang lewat kabar rencana musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk menggantikan posisinya.
"Kita ini sekarang bukan waktunya main-main seperti itu. Ini sudah masuk bulan Agustus hingga beberapa lagi menjelang pemilu," kata Dave dalam wawancara khusus bersama Tirto.
Tak hanya itu, anggota Komisi I DPR RI itu juga menceritakan bagaimana proses partainya memutuskan untuk merapat dan mendukung Prabowo Subianto. Hingga bagaimana peluang Golkar yang ngotot mencalonkan Airlangga untuk menjadi cawapres Prabowo.
Berikut ini petikan wawancara Tirto, dengan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Dave Laksono:
Peredaran hoaks menjelang tahun politik meningkat. Sebetulnya kalau dari Mas Dave dan Komisi I apakah memberikan atensi khusus ke isu-isu tersebut?
Itu memang satu hal, jadi semenjak 2014 saya terpilih menjadi anggota DPR di Komisi I, salah satu objektivitas kita yaitu memerangi hoaks dan bahkan kita kerja sama dengan Kominfo melakukan kegiatan-kegiatan seminar.
Kalau sekarang online kalau dulu masih offline, dulu langsung ya. Kegiatan seminar-seminar online, zoom meeting segala macam untuk melakukan pendidikan kepada masyarakat umum tentang bagaimana cara kita menangkis hal-hal hoaks.
Saya jujur aja kadang-kadang saya juga pernah juga menjadi korban penyebaran berita hoaks itu. Kadang-kadang kita tidak teliti, kita keburu emosi, begitu melihat berita kaget langsung kirim ke orang ke sana kemari. Abis itu pas orang bilang baca 'oh enggak salah itu hoaks itu'. Saya malu juga, jadi bukannya kita memerangi tapi malah menjadi penyebar.
Jadi yang pasti hal itu untuk kita semua yang saya bisa tekankan untuk lebih teliti untuk kita membaca atau mengirim sebelum kita itu termakan isu-isu hoaks tersebut.
Waktu itu isunya soal apa?
Waduh, enggak inget ya. Udah lama.
Sekarang ini banyak banget apalagi soal bacapres ya?
Makin, makin meningkat. Dan pasti akan meningkat. Yang paling penting itu kita harus sesama jangan cepat terbakar tersulut emosi dan juga kita selalu check and recheck apalagi kalau berkaitan dengan berita-berita sensitif.
Dan kalau misalnya, kita dapat berita dengan kalimat viralkan, sebarkan, sudah pasti palsu. Udah enggak usah dicek itu langsung di-delete dan di-end chat.
Kalau menurut Mas Dave penyebaran hoaks itu masalah utamanya apa? Kenapa masih banyaknya orang-orang termakan?
Itu pastinya masih banyak orang-orang termakan. Pendidikan juga sih. Pendidikan sama kadang-kadang emosi juga. Di dalam setiap kontestasi politik tidak berhenti juga itu yang sangat menggebu-gebu mendukung calon ya.
Padahal calon lu juga kenal lu juga kagak, kok lu ngotot amat sih sampai jelek-jelekin. 'Wah itu nggak becus itu orang anti minoritas, ekstremis, segala macam kadrun'. Atau dari pihak sana juga 'wah ini anti-Islam ini, memerangi kebebasan umat, zalim lah segala macam'.
Politik identitas masih banyak banget?
Sangat dan itu bukan hanya di Indonesia. Di Amerika, di Eropa Barat negara modern yang demokrasinya sudah dewasa memang tidak ada politik identitas di sana? Jangan hanya karena Obama pernah menjadi presiden Amerika bukan berarti Amerika itu tidak ada politik identitas. Hanya pilihannya saat itu pilih laki-laki atau perempuan mereka lebih pilih laki itu aja.
Berkaitan dengan Pemilu, apakah Mas Dave melihat TNI saat ini menunjukkan komitmen netral?
Saya yakin TNI netral. Pemilu-pemilu sebelumnya kita melihat dari semenjak 1999 sampai dengan sekarang ya sampai nanti akan 2024 jadi sudah berapa kali pemilu. 1999, 2004, 2014, 2019, 2024. Selama lima kali ini saja TNI tetap menjalankan tugas fungsinya untuk pengamanan tidak berpihak kepada salah satu. Walaupun ditengarai, walaupun dicurigai cuma itu hanya tuduhan-tuduhan tidak berdasar.
Masih soal TNI juga, sebetulnya ramai soal revisi UU TNI. Dalam dokumen kami terima di pasal 47 ada perubahan di mana salah satu klausul memperbolehkan anggota TNI ditempatkan di kementerian. Ini dikritik karena dianggap mengendurkan semangat reformasi, ini gimana?
Jadi masih ada beberapa posisi di sejumlah Kementerian yang membutuhkan personel TNI. Akan tetapi, bagaimana penugasannya itu tinggal kita jabarkan secara detail dan juga status hukumnya. Seperti kejadian kemarin Peradilan Militer itu.
Jadi bilamana tugas pejabat TNI ataupun personel aktif TNI dia menduduki posisi-posisi sipil bisa juga dia harus patuh kepada KUHP. Jadi dia dilepas dari perlindungan hukum militer. Jadi dia harus berjalan sebagai seorang sipil walaupun dia itu masih menjabat sebagai personel TNI itu juga jadi satu hal.
Terus jangan juga berpikir dengan kembalinya personel TNI untuk menduduki sejumlah jabatan tersebut mengembalikan dwifungsi ABRI yang masa Orde Baru. Karena pada massa Orde Baru dwifungsi ABRI itu benar-benar jelas dan mengakar semua sektor kehidupan sipil. Sampai kadang-kadang lurah, camat yang nentuin Kodim Korem. Seperti itu waktu itu, tapi kan sekarang tidak.
Ini kan kita bicara bagaimana jabatan-jabatan yang membutuhkan profesionalitas dan kemampuan personel TNI dapat diisi oleh personel TNI aktif.
Apakah DPR akan mengakomodasi revisi undang-undang TNI sesuai dengan reformasi?
Sampai sekarang belum dibahas. Jadi kita belum tahu juga dia yang mau direvisi itu apa. Ini sudah ada dari sebelum 2014. Sebelum saya di DPR itu sudah masuk di dalam prolegnas, tetapi tidak pernah masuk daftar prioritas sehingga tidak pernah dibahas.
Pada periode ini juga tidak masuk lagi. Jadi kalau orang ribut-ribut buat apa? Orang masuk di daftar prioritas aja belum di dalam proyeknya saja tidak ada gitu.
Kalau soal revisi UU peradilan militer apakah sebenarnya bakal didorong mengingat masih adanya kritik penindakan TNI?
Karena ini muncul lagi, jadi makanya saya agak lebih mendalami lagi tentang Undang-Undang Peradilan Militer. Ini kan buatan tahun 1970, buatan Orde Baru lah. Sekarang sudah reformasi dan semua peradilan Indonesia pidana perdata itu semua sudah disesuaikan tinggal Peradilan Militer.
Memang ini menjadi catatan juga. Malau memang mau dibahas ayo silakan pemerintah dari Kemenkumham dari Mabes TNI dan Kemenhan memasukkan. Tetapi kembali lagi ini waktu tinggal setahun lagi ngebahas undang-undang itu lama bisa cepat kalau mau di-push [didorong] tapi kemungkinan besar pasti akan lambat.
Beralih ke Golkar, belakangan santer kabar internal Golkar goyah. Sempat ada isu munaslub dari pihak-pihak yang tidak pro Airlangga. Sebenarnya siapa pihak-pihak yang mencoba menggoyang kepemimpinan ketua umum sekarang?
Sebenarnya tidak etis kalau saya nyebutin namanya siapa-siapa. Tapi teman-teman media pasti tahulah. Tidak susah lah cukup ngetik beberapa kali saja di keyboard di Google pas langsung keluar nama-nama. Jadi tidak usah kita sebutin. Karena kita sudah paham siapa-siapa mereka.
Cuma masalahnya itu, ini sekarang mau mendorong ke munaslub (Golkar) alasannya apa? Didorong munaslub untuk pergantian ketua umum, mereka dorong mintanya itu. Sekarang kenapa diganti? Apa karena dianggap gagal? Gagalnya bukan sekarang dong. Gagal, berhasil, baru ketahuan nanti pada saat Pemilu 2024. Jadi itu baru kelihatan hasilnya gimana baru bisa kita tentukan.
Akan tetapi, sekarang ini semua pemegang suara DPD II, DPD I, ormas pendiri, ormas sayap, ormas didirikan, semuanya tidak ada yang menginginkan adanya munaslub itu. Karena kita ini sekarang bukan waktunya main-main seperti itu.
Ini sudah masuk bulan Agustus hingga beberapa lagi menjelang pemilu. Hanya tinggal menunggu waktu bulan untuk masuk masa kampanye habis itu pemilu. Jadi waktu ini yang tersisa daripada kita ributin gak jelas lebih baik kita fokus energi dan waktu kita untuk pemilu.
Ini kita sekarang dalam proses negosiasi juga dengan para koalisi untuk pencalonan presiden Pak Prabowo untuk kita menentukan arah koalisinya seperti apa? Capresnya sudah jelas. Bacawapresnya ini kan masih dalam diskusi.
Lalu pembagian tugas kampanye ini seperti apa? Terus juga dilihat posisi-posisi nantinya Golkar ke depan itu bagaimana? Nah, inilah yang kita sebaiknya fokuskan ke sana dibanding kita ribut-ribut soal munaslub yang tidak ada gunanya.
Sempat disinggung merapat ke Prabowo, bisa diceritain tidak proses internal sampai ke sana?
Sebenarnya dari dalam Golkar sendiri, kita sudah melihat kemungkinan yang terbesar kita untuk merapat ke siapa. Terus juga dilihat animo masyarakat yang tinggi ke siapa. Namun, di atas semuanya kita melihat bahwa kesamaan visi, misi dan ideologi Golkar paling serupa itu ada di Pak Prabowo. Itu satu.
Kedua, Pak Prabowo juga berasal dari Golkar juga sebelum mendirikan Gerindra. Lalu karena ini semua partai-partai ini Gerinda, Golkar, PAN dan PKB kan adalah bagian dari pemerintah.
Bahkan ketua umum tiga partai utama itu adalah anggota kabinet. Jadi sudah sangat jelas posisi koalisi ini akan melanjutkan bukan mengubah tapi meneruskan dan menyempurnakan bahkan capaian-capaian pemerintahan hari ini.
Soal cawapres apakah mungkin Airlangga jadi cawapres?
Nanti lah pada waktunya akan diumumkan.
Terakhir, keputusan merapat ke Prabowo semakin menjauhkan peluang Airlangga untuk mencalonkan diri sebagai capres yang memang ini sesuai dengan amanah Munas. Sekarang apa target Golkar?
Salah satunya (cawapres). Capres kan jelas capres kita Prabowo, tapi kan yang cawapresnya ini kan belum diumumkan. Jadi itu memang salah satu diskusi.
Tetapi tadi pagi saya sama Mas Andre Rosiade kita bahas keputusan soal cawapres itu akan kita bahas secara bersama-sama dan juga akan mengakomodasi kepentingan semua anggota koalisi.
Seberapa yakin?
Harus yakin dong, kalau tidak yakin ngapain kita gabung koalisi. Itu keputusan strategis dan sangat sensitif. Jadi kalau tidak yakin tidak akan diteruskan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri