tirto.id - Prabowo Subianto baru saja mendapat dukungan dari dua partai politik di Kabinet Indonesia Maju, Golkar dan PAN. Dua dukungan ini menambah amunisi baru bagi Prabowo untuk bertarung di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Koalisi pun makin gemuk, lantaran sebelumnya sudah ada Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang lebih dulu menyatakan dukungan.
Namun, gemuknya koalisi juga berimbas pada rumitnya proses penentuan cawapres pendamping Prabowo. Hal ini karena setiap partai yang baru bergabung di koalisi pendukung Prabowo, juga ikut menyodorkan nama cawapres. Golkar mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto dan PAN menyodorkan Menteri BUMN Erick Thohir.
Di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), PKB yang sudah mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo sejak setahun silam, juga masih bersikukuh menjadikan Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai cawapres Prabowo.
Tidak hanya mendorong, PKB kerap mengancam Prabowo dan Partai Gerindra untuk mengalihkan dukungan ke capres lain, apabila Cak Imin gagal menjadi cawapres.
Prabowo pun menyadari memilih cawapres dapat menjadi hal yang lebih rumit daripada memilih capres. Oleh karenanya, usai mendapat dukungan dari Golkar dan PAN, Prabowo memilih melontarkan pernyataan bahwa urusan cawapres akan diselesaikan dengan musyawarah.
"Pembicaraan tentang cawapres sudah sepakat bahwa kami akan terus berdiskusi, musyawarah mencari calon yang terbaik dan bisa diterima keempat partai," kata Prabowo di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu (13/8/2023).
Posisi PKB Terancam
Usai mendapat rekan baru sebagai sesama pendukung Prabowo, PKB langsung membuat peringatan kepada Golkar dan PAN soal cawapres. Merasa senior di koalisi tersebut, PKB merasa paling berhak untuk menjadikan Cak Imin sebagai cawapres.
“PKB telah berijtihad untuk mengusung Gus Imin dalam Pilpres 2024. Ijtihad ini didasari pada efek positif yang akan ditimbulkan bagi kemenangan PKB dan program unggulan untuk bangsa jika Gus Imin benar-benar maju serta menang dalam Pilpres 2024,” kata Wakil Sekjen PKB, Syaiful Huda dalam keterangan tertulis, Minggu (13/8/2023).
Huda mengingatkan elektabilitas Cak Imin yang kerap berada di angka terbawah bukanlah menjadi tolak ukur. Mereka justru menjadikan basis massa Nahdlatul Ulama sebagai alat tawar agar Prabowo memilih Cak Imin.
“Jadi pertimbangannya harus benar-benar peluang menang. Tidak sekadar jumlah kursi di parlemen, pasokan logistik, atau sekadar hasil survei. Tetapi benar-benar keseimbangan dari figur yang diusung, kekuatan logistik, hingga basis tradisional dukungan capres-cawapres yang akan diusung,” ujarnya.
Namun, PKB berusaha berkompromi dengan keadaan. Sama seperti yang disampaikan Prabowo di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Minggu (13/8/2023), bahwa belum ada detail lebih lanjut untuk membahas cawapres di koalisi.
“Kalau dari piagam kerja sama yang kita tandatangani saat ini hanya menyebutkan bahwa Gerindra-PKB menerima Golkar-PAN sebagai rekan koalisi. Belum ada detail-detail terkait hak dan kewajiban para pihak termasuk bagaimana pola pengambilan keputusan penentuan capres-cawapres yang akan diusung,” ungkapnya.
Golkar yang mengusung Airlangga sebagai cawapres juga berharap bisa ikut ambil bagian dalam proses penentuan pendamping Prabowo. Tak hanya dari tiga nama yang ada saat ini, Airlangga justru menambahkan nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka juga memiliki kans sama untuk ikut menjadi cawapres Prabowo.
"Ya ini kan the last chapter. Masih ada beberapa perkembangan, dan kita lihat perkembangan selanjutnya," kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Adapun Erick Thohir yang menjadi cawapres terkuat dari PAN menanggapi bahwa urusan nasibnya menjadi pendamping Prabowo ada di tangan Jokowi. Dia mengaku akan tegak lurus dengan arahan Jokowi.
"Saya rasa terlalu dini. Ini kan masih proses. Jadi saya tegak lurus sama Pak Presiden," kata Erick di Surabaya, Minggu (13/8/2023) dilansir dari Antara.
Parpol Nonparlemen Juga Berhasrat Jadi Cawapres Prabowo
Tidak hanya partai-partai yang punya kursi di parlemen saja yang berhasrat mengusung cawapres untuk Prabowo, Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai partai di luar parlemen juga berkeinginan mendorong ketua umumnya, Yusril Ihza Mahendra menjadi cawapres Prabowo.
Wakil Sekjen PBB, Solihin Pure menegaskan partainya akan berupaya mendorong Yusril agar bisa mendampingi Prabowo. Dia yakin Prabowo akan membuka pintu musyawarah bagi partai kecil tersebut, di antara pilihan partai besar lain yang lebih kuat secara elektabilitas dan perolehan kursi di parlemen.
"Terkait ikhtiar PBB untuk menjajaki Abang Ketum Prof Yusril Ihza Mahendra sebagai Cawapres dari Bapak H Prabowo akan terus dijajaki dengan partai dalam koalisi KKIR yang alhamdulillah hari ini telah bertambah 2 keluarga baru, yakni Partai Golkar dan PAN," kata Solihin Pure kepada Tirto, Senin (14/8/2023).
Berbeda dengan PBB, Partai Gelora yang juga tak memiliki kursi di parlemen justru berusaha untuk lebih tahu diri dengan posisinya. Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah meminta untuk setiap partai yang mendukung Prabowo saling menjaga komunikasi. Fahri juga mengingatkan agar partai politik yang sudah bergabung tidak memaksakan Prabowo untuk harus memilih nama yang mereka sodorkan sebagai cawapres.
"Pendekatan yang harus kita lakukan Pak Prabowo atau masyarakat yang mendukung Pak Prabowo, adalah satu pendekatan bulat. Karena kita memang harus percaya ini waktunya Pak Prabowo. Tinggal komunikasi yang membuat rakyat percaya dengan bulat memilih Pak Prabowo sebagai presiden," kata Fahri Hamzah.
Prabowo Bisa Ambil Nama di Luar Parpol Koalisi
Bergabungnya Golkar dan PAN ke dalam koalisi pendukung Prabowo membuat PKB kehilangan wibawanya. Karena secara komposisi para pendukung Prabowo sudah melampaui syarat ambang batas presidential threshold.
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai masuknya Golkar dan PAN di menit akhir jelang pendaftaran capres dan cawapres seakan menghilangkan kewenangan PKB dalam penentuan cawapres Prabowo. Apalagi kekuatan mesin politik milik Golkar lebih kuat dibandingkan PKB.
"Problemnya, masuknya Golkar dan PAN di menit-menit terakhir ini, seolah menghilangkan hak veto politik PKB di dalam koalisi. Terlebih kekuatan mesin politik Golkar jauh di atas PKB," kata Ahmad Khoirul Umam saat dihubungi Tirto, Senin (14/8/2023).
Secara etika politik memang Cak Imin pantas untuk menduduki kursi cawapres. Hal ini karena PKB adalah partai yang mendeklarasikan koalisi pendukung Prabowo paling pertama selain Gerindra. Sehingga, dengan adanya PKB, Prabowo bisa memiliki tiket presidential threshold dari awal deklarasi koalisi.
"Karena PKB adalah yang merintis koalisi sejak awal, memberikan keyakinan sekaligus bentuk mesin KKIR yang riil, sehingga narasi pencapresan Prabowo bisa terjaga selama ini," jelasnya.
Ada opsi jalan tengah yang bisa diambil apabila penentuan cawapres menemui jalan buntu. Menurut Khoirul Umam, misalnya dengan mengambil nama dari luar partai koalisi, sehingga bisa menjadi jalan tengah bagi semua partai.
"Jika posisi cawapres ini membuat deadlock negosiasi koalisi, maka membuka kemungkinan diambilnya nama-nama alternatif lain yang dianggap bisa menjadi titik temu kompromi antara partai pendukung pencapresan Prabowo Subianto," terangnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto