tirto.id - Sebuah pesawat carter yang membawa 77 orang--termasuk 22 pemain dari klub sepak bola Chapecoense Brasil--jatuh di Cerro Gordo, Kolombia. Pesawat itu jatuh dalam perjalanan dari Bolivia ke Bandara Medellín di Kolombia--tempat mereka akan bertanding di Final Copa Americana. Sejauh ini, sudah ada 71 korban tewas dan 6 selamat.
Daftar kecelakaan pesawat terbang pun semakin panjang. Dalam laman planecrashinfo.com, jatuhnya pesawat LAMIA itu merupakan tragedi kecelakaan fatal yang ke-18 kali selama 2016 di seantero dunia. Jumlah ini nyaris sama dengan yang terjadi tahun lalu yang mencapai 19 kecelakaan fatal hingga November 2015.
Kenaikan jumlah kecelakaan penerbangan juga terjadi di Indonesia. Baru-baru ini Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil investigasinya selama 7 tahun terakhir, yang mencatat lompatan peristiwa insiden serius hingga kecelakaan pesawat terbang setahun terakhir. Tahun ini, disebut-sebut sebagai insiden dan kecelakaan pesawat udara tertinggi sejak 2010.
Lompatan Kecelakaan
Laporan KNKT yang berjudul “Data Investigasi Kecelakaan Penerbangan Tahun 2010-2016” mengungkapkan selama 2016 sudah ada 41 investigasi, yang mencakup 26 insiden serius dan 15 kecelakaan atau setara 20 persen peristiwa kecelakaan dan insiden selama tujuh tahun yang totalnya 212 kejadian. Dalam 2010-2016 insiden serius lebih banyak terjadi dengan torehan 130 kejadian, dan kecelakaan hanya 82 peristiwa. Namun, ada tren kenaikan kecelakaan penerbangan sejak 2014, dari 7 kecelakaan jadi 11 kecelakaan di 2015.
"Untuk hasil investigasi 2016 ini terjadi peningkatan jumlah kecelakaan moda udara sudah 41 kecelakaan," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dikutip dari laman Antara.
Rekor kecelakaan dan insiden penerbangan tahun ini berbanding lurus dengan jumlah korban. Korban luka-luka kecelakaan dan insiden penerbangan tahun ini mencapai 57 orang atau yang tertinggi sejak 2010. Sedangkan rekor korban jiwa terbanyak terjadi pada 2014 mencapai 169 jiwa saat terjadi kecelakaan AirAsia di Laut Jawa.
Insiden atau kecelakaan tertinggi masih didominasi di Pulau Jawa dan Papua. Sejak 2010 di Pulau Jawa tercatat 20 kecelakaan, dan 45 insiden serius. Khusus tahun ini, di Pulau Jawa saja ada 6 kecelakaan dan 12 insiden serius
Kepadatan penerbangan di Jawa menjadi konsekuensi logis adanya frekuensi yang tinggi dari kecelakaan maupun insiden penerbangan di pulau terpadat di Indonesia ini. Rute-rute penerbangan seperti Jakarta-Bali memiliki 170 traffic per hari. Sedangkan rute Jakarta-Surabaya 150 traffic per hari, yang merupakan jalur terpadat nomor 11 di dunia.
Data KNKT membuktikan rate of accident atau jumlah kecelakaan yang dibagi dengan jumlah produksi jam terbang, tercatat mengalami tren kenaikan. Pada 2015 ratenya mencapai 0,90, padahal 2012 masih 0,69, angka ini memang masih lebih baik dibanding 2011 yang sempat menyentuh 2,51. Kenaikan rate kecelakaan ini berbanding lurus dengan jumlah produksi jam terbang dan total penumpang yang naik setiap tahunnya.
Jumlah kecelakaan dan insiden penerbangan di Papua tak kalah banyak. Sejak 2010 sudah ada 25 kecelakaan dan 33 insiden serius. Khusus untuk 2016 saja di Papua sudah ada 7 kecelakaan dan 6 insiden serius, kecelakaan terbaru yang menimpa pesawat DHC4 PK-SWW turbo Caribou milik Pemkab Puncak yang jatuh di kawasan perbatasan Jila-Ilaga pada 30 Oktober lalu.
Salah satu faktor penyebabnya seringnya kecelakaan penerbangan di Papua karena faktor perawatan infrastruktur yang belum optimal, misalnya perawatan airstrip atau landasan pacu, sehingga memicu pesawat tergelincir saat melakukan pendaratan.
KNKT juga mencatat, penyebab kecelakaan dan insiden penerbangan paling banyak sejak 2010 masih didominasi oleh faktor manusia atau human error hingga 67,12 persen, faktor teknis 15,75 persen, lingkungan 12,33 persen, dan fasilitas atau infrastruktur 4,79 persen. Data KNKT ini tak mengagetkan, karena data kecelakaan global pun menunjukkan pola yang tak jauh berbeda.
Berdasarkan catatan planecrashinfo.com, dari kecelakaan penerbangan sejak 1960-2000, penyebab kecelakaan hingga 58 persen karena faktor pilot, 17 persen karena faktor teknis atau mekanik, selebihnya ada sabotase, cuaca dan sebagainya.
Faktor dominan manusia dalam sebuah kecelakaan atau insiden penerbangan sudah tak terbantahkan. Hal ini juga yang membuat KNKT, melakukan rekomendasi keselamatan kepada berbagai pihak khususnya pengelola bandara, operator maskapai penerbangan, direktorat perhubungan udara, pengatur lalu lintas udara untuk melakukan pembenahan. Catatan KNKT untuk jumlah rekomendasi angkutan penerbangan sudah ditanggapi di atas 90 persen.
Namun, data kecelakaan dan insiden penerbangan di tahun ini yang meningkat tajam, menunjukkan masih ada persoalan dalam dunia penerbangan di Indonesia. Menghindari kecelakaan fatal yang menimpa sebuah penerbangan bisa memulainya dengan melakukan pencegahan insiden-insiden penerbangan.
"Pada umumnya, kecelakaan merupakan puncak dari serangkaian pengabaian dan pelanggaran," kata pengamat penerbangan Alvin Lie kepada tirto.id.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti