tirto.id - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar aksi di Tugu Yogyakarta pada Selasa (1/10/2025). Massa menuntut penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 harus mengacu pada hasil survei Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DIY. Negara juga dituntut untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Koordinator MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan, membeberkan hasil survei KJL MPBI DIY. Data yang didapat menunjukkan bahwa KHL di Kota Yogyakarta mencapai Rp4.449.570, di Kabupaten Sleman sebesar Rp4.282.812, di Kabupaten Bantul Rp3.880.734, di Kabupaten Kulon Progo Rp3.832.015, dan di Kabupaten Gunungkidul Rp3.662.951.
Data tersebut menunjukkan bahwa seluruh wilayah di DIY memerlukan penyesuaian upah agar mampu memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya. "Pemerintah daerah dan pemerintah pusat tidak boleh lagi menetapkan upah minimum yang lebih rendah dari nilai KHL," sebut Irsyad dalam rilis resminya yang diterima Tirto, Selasa.
Irsyad menilai, UMK di bawah KHL akan memperburuk kesejahteraan buruh, memperlebar ketimpangan ekonomi, serta menurunkan daya beli masyarakat pekerja. Upah layak bukan sekadar angka, melainkan jaminan hidup bermartabat bagi buruh di DIY maupun Indonesia secara luas.
MPBI DIY menegaskan bahwa kesejahteraan buruh merupakan tanggung jawab negara. Upah yang layak dan hubungan kerja yang adil adalah fondasi bagi keberlangsungan ekonomi daerah dan masa depan pekerja/buruh di DIY.
Iryad bilang, MPBI DIY percaya bahwa Indonesia yang damai hanya bisa terwujud di atas landasan keadilan sosial. Perdamaian bukan sekadar ketiadaan konflik, melainkan perdamaian benar-benar nyata ketika setiap warga negara merasakan keadilan dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan hukum.
“Karena itu, perjuangan buruh untuk upah layak dan sistem hubungan industrial yang adil adalah bagian dari upaya menjaga Indonesia yang damai,” ujarnya.
Selain masalah penetapan upah minimum 2026, MPBI DIY juga menegaskan pentingnya peran dan tanggung jawab negara dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pada Rabu, 8 Oktober 2025, MPBI DIY menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Yogyakarta untuk memberikan dukungan kepada para pekerja/buruh dari empat perusahaan yang sedang menjalani sidang. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Tarumartani 1918, PT Ide Studio, Hotel Seturan, dan PT Tunas Mekar Jaya Armada.
Masing-masing perusahaan menghadapi masalah yang berbeda, mulai dari pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama (PKB), penundaan pembayaran gaji, hingga berbulan-bulan. Selain itu, belum dipenuhinya hak pensiun secara penuh bagi pekerja/buruh yang telah lama mengabdi.
Beragam kasus tersebut, kata Irsyad, memperlihatkan bahwa sistem hubungan industrial di Yogyakarta masih rapuh. Oleh sebab itu, memerlukan intervensi serius dari pemerintah agar hak-hak pekerja/buruh dapat dipenuhi sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku.
Melalui aksi ini, MPBI DIY menegaskan bahwa solidaritas buruh di Yogyakarta tetap kuat, lintas pabrik dan lintas sektor. Buruh di DIY percaya bahwa Indonesia Damai dan kesejahteraan sosial hanya bisa terwujud jika keadilan ditegakkan. Negara harus hadir tidak hanya sebagai penengah, tetapi sebagai pelindung bagi mereka yang lemah dan rentan terhadap ketidakadilan ekonomi.
Bersama ini pula MPBI DIY menyatakan sikap dan tuntutan kepada Pemprov DIY dan Pemerintah Pusat:
- Menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 sesuai dengan Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di masing-masing wilayah, sebagaimana telah disebutkan di atas
- Menolak segala bentuk kebijakan yang menekan atau menurunkan upah di bawah nilai KHL.
- Meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan di seluruh wilayah DIY, termasuk penegakan sanksi terhadap pelanggaran hak-hak buruh.
- Memastikan seluruh perselisihan hubungan industrial diselesaikan secara cepat, transparan, dan berpihak pada keadilan bagi pekerja/buruh.
- Mendorong sinergi antara pemerintah daerah, pengusaha, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk membangun sistem hubungan industrial yang harmonis, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Editor: Abdul Aziz
Masuk tirto.id


































