tirto.id - Tanpa pelukan dan ciuman, Siti Eni melewatkan kemesraan dengan anaknya berusia dua tahun. Ia baru saja pulang pabrik dan merelakan kehilangan momen berharga usai saat melepas lelah di rumah.
Ritual di rumah berubah drastis usai ada Corona. Kali pertama, ia setelah menginjak rumah adalah mandi. Tanpa itu, ia takkan menyentuh sang bocah.
Siti adalah buruh di PT Kahatex, perusahaan garmen di Kota Cimahi, Jawa Barat. Pabriknya mematuhi imbauan pemerintah terkait protokol kesehatan di tempat kerja, kendati tak menjalankan kebijakan kerja dari rumah seperti pabrik lainnya.
Informasi dari manajemen, masih ada beberapa kontrak kerja ekspor yang sudah masuk lebih dulu, sebelum Covid-19 menjadi pandemi, kata Siti. Selain itu, ada beberapa barang sudah setengah jadi. Di luar itu, sudah ada pekerja di departemen yang tak terkait kontrak kerja dengan pemesan, diliburkan.
"Hari ini masih masuk dengan alasan demi keberlangsungan perusahaan. Karena 16 ribu karyawan kalau tidak bekerja, bagaimana perusahaan mau menggaji, alasannya seperti itu," ujarnya kepada Tirto, Kamis, pekan lalu.
Sebagai gantinya, operasional pabrik dilonggarkan untuk mencegah Corona. Ada dua sift yakni pagi dan siang. Pegawai diatur jaraknya dalam bekerja. Sebelum masuk pabrik, ada pemeriksaan suhu tubuh.
Mereka diwajibkan untuk mencuci tangan dengan sabun atau cairan pembersih tangan. Tak seperti biasanya, kini pekerja diwajibkan pakai masker. Langkah umum lain, perusahaan telah menyemprotkan disinfektan di seluruh area pabrik.
Hingga 29 Maret 2020 atau 26 hari sejak kasus positif pertama diumumkan, Indonesia sudah mencatat hingga 1.285 kasus positif COVID-19. Sebanyak 114 orang di antaranya meninggal dunia dan 64 orang dinyatakan sembuh.
Corona mengenai orang tanpa pandang bulu. Buruh seperti Siti juga berisiko, karena tetap masuk kerja. Mereka mempertaruhkan nyawa demi perusahaan tetap beroperasi.
Tak hanya Siti, buruh lain seperti Tri Wiguna juga tengah waspada tinggi. Ia dan keluarganya juga mengikuti protokol kesehatan agar anaknya tak kena Corona.
Tri Wiguna masih sempat bersantai di rumahnya di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Tiga jam ke depan, Ia harus segera berangkat kerja. Tri tidak bisa sepenuhnya total melaksanakan physical distancing atau pembatasan jarak demi memutus mata rantai virus Covid-19.
Imbauan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah guna mengantisipasi meluasnya persebaran Covid-19 tak berlaku, setidaknya baginya. Pabrik tempat Tri memilih mengabaikan imbauan.
Tri berasal dari Bandung. Enam tahun silam, ia memutuskan merantau ke Jakarta. Kini ia bekerja di PT Unitama Sari Mas, Jakarta Utara. Kariernya semula hanya pegawai bagian gudang, kini menempati posisi bagian produksi. Jarak kontrakan dengan pabrik hanya 10 menit yang ditempuh via sepeda motor pribadi.
Di tengah pandemi Corona, perusahaan yang memproduksi peralatan rumah tangga membagi dua jam kerja: pagi dan siang, untuk 200 pekerja di bagian produksi, gudang, dan pengiriman. Tri kebagian masuk siang dari pukul 14.00-22.00.
"Pihak manajemen memang belum menerapkan kerja dari rumah. Tapi kemarin sudah ada pembicaraan nanti akan ada sistemnya on-off, sehari kerja-sehari libur. Itu baru berlaku di staf," ujarnya kepada Tirto, Kamis.
Selama pandemi, Tri menjalankan protokol kesehatan. Sesaat sebelum masuk rumah, ia mencuci tangan. Anak telah diungsikan sejak pandemi Corona, ke kampung halaman, di Tegal, Jawa Tengah
"Untung anak-anak saya di Tegal, pada sehat. Keluarga juga di Bandung, sehat," akunya di rumah hanya bersama istri.
Protokol kesehatan mencegah Corona juga berlaku di pabriknya. Pegawai, sebelum memasuki area pabrik, dicek suhu tubuh sembari disemprotkan cairan pembersih tangan. Di area produksi pun, cairan pembersih tangan ada di mana-mana.
Pihak pabrik juga memberikan satu botol cairan pembersih tangan dan vitamin untuk dibawa pulang oleh para pekerja. Jika cairan pembersih itu habis, pekerja seperti Tri, bisa meminta kembali. Sistem pencegahan Corona, sedikit melegakannya.
"Menguntungkan jadi tidak perlu banyak berinteraksi. Di pabrik kalau ada yang sakit, jadi penanganannya mudah," ujarnya.
Berharap Kebutuhan Buruh Dijamin Negara
Di saat pandemi Corona, serikat buruh meningkatkan pengawasan pada pabrik agar hak-hak pekerja dipenuhi.
Siti adalah Ketua Serikat Persatuan Perjuangan Buruh Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Kota Cimahi. Ia punya tanggung jawab tambahan dengan mengawasi perusahaan yang masih beroperasi di tengah pandemi.
"Saya masih memilih standby. Karena hari ini masih ada kasus kecil," ujarnya.
Siti menilai upaya pabrik masih belum maksimal dalam menjalankan protokol kesehatan.
"Dalam artian harus lebih ketat lagi. Masker harus setiap hari ganti. Harus ada cek kesehatan. Di sini [tempat kerjanya] ada poliklinik, untuk pekerja yang sudah batuk-batuk langsung dibawa," ujarnya.
Siti juga berharap agar pemerintah RI tetap bisa menjamin hak-hak pekerja dan buruh dalam kondisi seperti ini. Terlebih bagi pekerja dan buruh yang memang diliburkan oleh perusahaannya dan tidak menerima hak-haknya.
"Teman-teman buruh tidak punya tabungan ataupun persediaan untuk beberapa bulan ke depan [selama pandemi Corona]," tandasnya.
Aliansi organisasi dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) mendesak kepada pemerintah RI memberikan proteksi bagi buruh yang tetap bekerja pada industri strategis dan esensial.
"Negara harus menjamin dijalankannya protokol kesehatan secara ketat di perusahaan demi melindungi kesehatan para buruh seperti alat pelindung diri, hand sanitizer, management physical distancing, perbaikan gizi, vitamin, serta pemberian insentif tambahan," kata, Nining Elitos rilis Gebrak, Minggu (29/3/2020).
Ia meminta para buruh yang bekerja di perusahaan yang tak taat protokol kesehatan agar dilakukan pengurangan hingga penutupan operasional.
"Jika proses produksi tetap berjalan tanpa ada perlindungan kesehatan, Gebrak menyerukan kepada seluruh buruh agar melakukan #LockdownPabrik sesegera mungkin," ujar Nining.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah telah meminta kepada perusahaan untuk memenuhi hak-hak buruh di saat pandemi.
Ida mengatakan, bagi pekerja atau buruh yang tidak bisa masuk bekerja selama 14 hari atau sesuai standar Kemenkes karena dinyatakan oleh dokter sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19, upahnya wajib dibayarkan penuh.
"Bagi pekerja atau buruh yang dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi," ujarnya melalui surat edaran yang diterima Tirto, Selasa (17/3/2020).
Begitu juga bagi buruh dan pekerja yang tidak masuk kerja karena terinfeksi Corona, maka upahnya dibayarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ida juga meminta agar para pimpinan daerah menekankan kepada masing-masing perusahaan yang hendak meliburkan pekerja dan buruhnya agak menyelesaikan urusan pengupahan secara adil.
"Maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja dan buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja dan buruh," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali