tirto.id - Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 12 menjelaskan keadaan bahaya atau darurat yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasal 4 ini termasuk dalam UUD 1945 Bab III yang membahas mengenai kekuasaan pemerintahan negara, khususnya sebagai landasan penyelenggaraan negara bagi bangsa Indonesia. Dalam hal ini, sosok yang berhak mengumumkan bahwa Indonesia berada dalam kondisi darurat atau bahaya hanya presiden.
Legitimasi presiden sebagai sosok yang berhak menyampaikan bahwa negara dalam keadaan bahaya ini karena presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10).
UUD 1945 sendiri merupakan konstitusi negara Republik Indonesia (RI) yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. Kendati dalam sejarahnya Indonesia pernah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS), UUD UUD 1945 kembali diberlakukan secara aklamasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 22 Juli 1959.
Selepas pergantian rezim Orde Baru ke Reformasi, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen dalam empat tahun berturut-turut, mulai dari 1999 sampai dengan 2002. Proses amandemen itu dilakukan dalam Sidang Umum maupun Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Urutan waktu amandemen UUD 1945 ini adalah sebagai berikut, sebagaimana dikutip dari buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? (2019) karya Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan:
- Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-21 Oktober 1999
- Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000
- Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2001
- Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002
Sepanjang empat kali amandemen, UUD 1945 Pasal 12 tidak mengalami perubahan. Bunyi UUD 1945 Pasal 12 adalah sebagai berikut.
"Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang." (UUD 1945 Pasal 12)
Secara umum, UUD 1945 Pasal 12 tidak menyatakan secara tegas keadaan berbahaya yang dimaksud. Dengan demikian, pemerintah memiliki ruang untuk mengeluarkan aturan terkait keadaan berbahaya sesuai dengan kondisi relevan yang dialami bangsa Indonesia.
Kendati demikian, Perpu Nomor 74 Tahun 1957 terkait penetapan keadaan berbahaya menjelaskan mengenai tiga jenis keadaan berbahaya, yaitu (1) keadaan darurat sipil, (2) keadaan darurat militer, dan (3) keadaan darurat perang.
Penjelasan mengenai tiga jenis keadaan darurat dan bahaya di atas dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut.
- Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian wilayah Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
- Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah NKRI dengan cara apa pun;
- Keadaan negara Indonesia berada dalam kondisi bahaya atau ada gejala-gejala yang mengkhawatirkan, serta dapat membahayakan Indonesia.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari