Menuju konten utama

BPJS Kesehatan Defisit, Pemda Diminta Tutupi Dana

BPJS Kesehatan mengalami defisit setiap tahun dan Pemda diminta untuk menutupi dana defisit BPJS Kesehatan tersebut.

BPJS Kesehatan Defisit, Pemda Diminta Tutupi Dana
Warga melakukan pendaftaran BPJS Kesehatan di kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.

tirto.id - Pemerintah berencana akan untuk menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun depan dalam rangka menutup defisit BPJS kesehatan dari tahun ke tahun yang semakin meningkat .

Defisit dana BPJS Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mencapai sekitar Rp18 triliun rupiah pada tahun ini.

Pakar Kebijakan Kesehatan Universitas Gajah Mada (UGM) Laksono Trisnantoro mengatakan, defisit JKN akan terus terjadi selama Pemerintah Daerah (Pemda) tidak berperan aktif dalam menutup dana defisit tersebut.

Hal itu disampaikan Laksono melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (8/10/2019).

Menurutnya, persoalan tersebut juga ditambah dengan pemanfaatan dana yang salah sasaran, dan ketidakpatuhan peserta BPJS mandiri dalam membayar iuran.

“Sejak awal kita prediksi bahwa program JKN ini bisa defisit. Sebab dana BPJS lebih banyak diberikan pada kelompok masyarakat mampu,” ujar Laksono.

Sekitar 30 juta Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), kata dia, mayoritasnya adalah masyarakat yang tergolong mampu yang diperkirakan sekitar 45 persen menunggak pembayaran.

Meskipun jumlah peserta mandiri ini hanya 14,7 persen dari total kepesertaan JKN, tetapi peserta dari kelompok ini paling banyak memberikan defisit pada BPJS.

Bahkan, lanjutnya, dana BPJS yang berasal dari APBN untuk membiayai masyarakat miskin atau penerima bantuan iuran (PBI) selama ini juga digunakan untuk menutupi biaya kesehatan bagi peserta mandiri.

“Dana PBI dipakai kelompok mandiri. Sebaiknya dipakai untuk orang miskin saja bukan yang kaya,” jelas Laksono.

Ia pun mencontohkan program jaminan kesehatan yang sama yang berlaku di Thailand, di mana dana dari pemerintah betul-betul diprioritaskan untuk membiayai masyarakat kelompok tidak mampu.

Sementara bagi keluarga mampu disarankan untuk mendaftar asuransi kesehatan komersial. Lain halnya di tanah air, aturan perundang-undangan menharuskan semua warga terdaftar dalam JKN menyebabkan manfaat BPJS dipergunakan oleh peserta yang relatif mampu dan berada di dekat kota-kota besar.

“Saya kira kebijakan kementerian keuangan sudah tepat menaikkan premi di semua segmen untuk menutup defisit ini,” katanya.

Selain mengusulkan revisi UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tahun 2004 dan UU BPJS tahun 2011, Laksono menegaskan diperlukan penyusunan kebijakan kompartemen untuk mencegah risiko kerugian kelompok peserta BPJS.

Yakni bisa dengan cara membuat kantong pengelolaan dana amanat, melibatkan pemda dalam pembiayaan defisit, menetapkan kelas standar, menetapkan nilai maksimal klaim setiap peserta, dan menggandeng asuransi kesehatan untuk memberikan layanan lebih kepada peserta mampu.

Namun yang tidak kalah penting, dana JKN untuk kelompok peserta PBI yang dibiayai APBN tidak digunakan lagi untuk membiayai kelompok peserta mandiri. Sebaliknya dana PBI akan fokus untuk masyarakat mikisin dan tidak mampu di berbagai daerah.

“Selama ini dana untuk masyarakat miskin di BPJS terbukti digunakan untuk membiayai masyarakat mampu, terjadi gotong royong terbalik,” tukasnya.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH