tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan longsor di Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), merupakan yang terburuk sepanjang sejarah bencana longsor di Indonesia.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menilai bencana longsor di Natuna terburuk dari segi korban jiwa.
Menurut Muhari, diasumsikan korban longsor Natuna telah mencapai 54 korban jiwa. Dengan rincian 48 orang telah ditemukan meninggal dan enam korban masih dalam pencarian tim SAR gabungan.
"Kalau 54 (orang) ini memang asumsinya sudah meninggal semua ya, karena sudah lewat 24 jam. Ini adalah salah satu, mungkin hingga saat ini, bencana longsor terburuk yang pernah terjadi dalam sisi korban jiwa dalam satu kejadian," kata Abdul dalam Disaster Briefing, Senin (13/3/2023).
BNPB menyatakan cuaca menjadi faktor utama yang menyebabkan longsor di Natuna. Curah hujan di Kabupaten Natuna pada tanggal 1-2 Maret 2023, dicatat hampir mencapai 1.000 mm.
"Ini sangat luar biasa sebenarnya, ini hujan empat bulan, tumpah dalam satu hari. Sebenarnya dipengaruhi oleh adanya pola sirkulasi siklonik yang disebut Borneo Vortex, terjadinya jadi kayak sirkulasi untiran, membawa akumulatif uap air dan awan hujan yang sangat tebal," kata Muhari.
Menurut Muhari, fenomena ini menimbulkan curah hujan yang tinggi sejak Februari 2023.
Pulau Serasan sejatinya bukan wilayah yang memiliki potensi longsor tinggi. Namun, Muhari mengatakan terdapat beberapa titik kemiringan tanah.
Sementara kondisi vegetasi dinilai cukup rapat, tapi masyarakat setempat menyatakan sudah jarang terdapat pohon-pohon besar.
Muhari menjelaskan tanah yang didominasi oleh lempung dengan porinya yang tak besar membuat air hujan tidak bisa meresap sampai ke bagian dalam tanah.
“Kalau intensitas hujan yang turun sangat tinggi, air itu adanya di atas, ini kemudian akan menggelincirkan tanah itu ketika air ini sudah membuat tanah itu bersaturasi menjadi lumpur karena tidak bisa masuk ke dalam,” ujar Muhari.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan