tirto.id - Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyatakan meningkatnya suhu beberapa kota di Indonesia meningkatkan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“BNPB sendiri akan memfokuskan dukungan satgas udara di 6 provinsi yang secara historis merupakan kawasan rawan karhutla yakni Riau, Jambi dan Sumsel di Sumatera dan Kalbar, Kalteng serta Kalsel di Kalimantan,” kata Abdul Muhari saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (27/4/2023).
Secara khusus BNPB tidak hanya memerhatikan kondisi jangka pendek ini, tetapi juga penguatan antisipasi prediksi munculnya El Nino pada 2023.
“(El Nino) yang membuat potensi terjadinya Karhutla akan kembali besar setelah fase panjang La Nina di 3 tahun terakhir,” sambung Muhari.
Berdasarkan informasi dari BMKG, fase La Nina diperkirakan selesai pada 2022 atau paling lambat pada Maret 2023. Kondisi itu meningkatkan potensi kekeringan dan kenaikan suhu pada 2023.
Pada April hingga Mei 2023, Indonesia akan kembali ke iklim yang sebenarnya. Kemudian, Indonesia masuk ke fase El Nino yang diperkirakan terjadi pada pertengahan 2023 dan mencapai puncaknya pada 2024.
“BNPB dan Kementerian/Lembaga lain dibawah koordinasi Menko Polhukam berdasarkan Instruksi Presiden (INPRES) No. 3 tahun 2020, telah melakukan rapat koordinasi lintas Kementerian/Lembaga pada bulan Januari 2023 guna menindaklanjuti informasi prediksi cuaca dan iklim dari BMKG perihal potensi kekeringan dan kenaikan suhu di tahun 2023,” jelas Muhari.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 23 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan yang berisi tentang tugas dan kewenangan kementerian/lembaga terkait karhutla di bawah Komando Menko Polhukam dengan Kementerian/lembaga terkait antara lain BMKG, BNPB, pemerintah daerah (pemda), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Muhari, BNPB menyiapkan dukungan Satgas Udara berupa penempatan satuan-satuan perangkat dan personil Heli patroli dan Heli Water Bombing dan operasi Teknik Modifikasi Cuaca (TMC).
“Jika terindikasi terjadi karhutla maka Satgas Darat (manggala Agni, Pokmas, TNI-POLRI) akan melakukan pengecekan di lapangan agar seandainya informasi tersebut benar, maka bisa dilakukan pemadaman sesegera mungkin sebelum api membesar. Pemadaman api di fase-fase awal ini bisa dilakukan oleh Satgas darat didukung oleh Satgas Udara (water bombing),” kata Muhari.
Selain itu, jika ada indikasi potensi eskalasi dari risiko karhutla maka operasi TMC akan dioptimalkan sebelum eskalasi kejadian tersebut terjadi.
“Saat ini operasi TMC juga akan dilakukan untuk fase mitigasi dalam rangka mengisi dan menambah debit waduk, embung dan tempat penyimpanan air lain sehingga pada saat kering nanti air tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya,” tutup Muhari.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan