tirto.id - Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia pada usia ke-83. Habibie merupakan salah satu sosok penting dalam perjalanan ekonomi Indonesia, setelah didera krisis moneter paling buruk pada era 1997/1998.
Saat Habibie menjabat sebagai presiden, kondisi perekonomian Indonesia memang sedang sangat parah. Nilai tukar rupiah sempat terpuruk di kisaran 16.000 per dolar AS, inflasi melonjak hingga 65%, cadangan devisa tergerus hingga tersisa US$ 23 miliar, pertumbuhan ekonomi minus 13%.
Habibie harus membenahi perekonomian Indonesia, selain juga gejolak politik setelah tumbangnya Soeharto. Salah satu warisan Habibie paling penting adalah pembentukan Bank Mandiri, yang merupakan salah satu bank BUMN terbesar di Indonesia. Nama "Mandiri" merupakan pemberian dari Habibie.
Pembentukan Bank Mandiri bermula saat terjadi kekacauan ekonomi pada tahun 1998. Habibie secara tiba-tiba memanggil Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng untuk segera datang ke kediamannya di Jalan Patra Kuningan, Jakarta Selatan.
Kepada Tanri, Habibie menyampaikan jika dirinya menginginkan empat bank pelat merah—Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)—dilebur menjadi satu bank. Saat itu, kondisi empat bank tersebut memang sedang di ujung tanduk, dihantam krisis.
Dalam pertemuan empat mata itu, Habibie meminta Tanri, nama-nama orang Indonesia yang berpengalaman dalam perbankan. Nantinya, mereka ini akan diserahi tugas melaksanakan integrasi empat aset pemerintah menjadi satu BUMN.
Sejumlah kriteria pun disodorkan Habibie. Dikutip dari buku "Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia menuju Demokrasi" (2006: 192), Habibie meminta nama-nama yang dipilih harus berwawasan jauh ke depan, pragmatis, tahan banting, dapat bekerja cepat, dan konsisten dalam mencapai sasaran tugas yang diberikan.
Secara spontan dan tegas, Tanri mengusulkan Robby Djohan, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.
“Ada orang yang dapat mengganti Robby sebagai direktur utama Garuda?” tanya Habibie.
Tanri pun menyorongkan Abdul Gani sebagai kandidat.
Habibie lalu meminta Tanri untuk dalam waktu sesingkat-singkatnya mengajak Robby ke kediamannya. Setelah itu, Tanri pun meninggalkan rumah Habibie.
Selain Tanri, Habibie juga meminta masukan kepada Josef Ackermann, salah satu direktur Deutsche Bank di Frankfurt. Di mata Habibie, Ackerman adalah seorang profesional dalam dunia perbankan, memiliki wawasan yang meyakinkan, serta sikap seorang entrepeneur.
Pada 2 Oktober 1998, rencana Habibie menggabungkan empat bank pemerintah akhirnya berhasil direalisasikan. Robby Djohan menjadi dirut pertama di bank hasil merger tersebut. Bank hasil penggabungan ini kemudian diberi nama ‘Bank Mandiri’ oleh Habibie.
Selang 20 tahun, Bank Mandiri kini menjelma sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia. Per 30 Juni 2019, aset Bank Mandiri sudah menyentuh Rp1.236 triliun dengan nilai ekuitas sebesar Rp190 triliun.
Pendapatan Bank Mandiri selama ini juga moncer. Per 30 Juni 2019, Bank Mandiri berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp30 triliun atau tumbuh 7 persen dari periode yang sama tahun tahun lalu sebesar Rp28 triliun.
Laba bersih yang ditorehkan Bank Mandiri juga cukup baik. Sepanjang paruh pertama tahun ini, Mandiri meraup Rp14 triliun atau tumbuh 8 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp13 triliun.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti